Sidang Etik Diubah Tertutup Saat Bukti Video Klarifikasi Diputar
Majelis Etik DKPP mengubah sidang menjadi tertutup saat video rekaman yang diajukan sebagai alat bukti dugaan manipulasi dalam verifikasi faktual calon peserta Pemilu 2024 belum selesai diputar.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (tengah), didampingi anggota DKPP I Dewa Raka Sandi (kedua dari kanan), M Tio Aliansyah (kanan), Ratna Dewi Pettalolo (kedua dari kiri), dan J Kristiadi (kiri), mengikuti sidang etik dugaan pelanggaran verifikasi faktual partai politik peserta pemilu dengan mengubah data dari tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat, di DKPP, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Setelah sempat ditunda, rekaman video klarifikasi sejumlah anggota Komisi Pemilihan Umum Kepulauan Sangihe kepada Kepala Sub-Bagian Teknis KPU Sangihe Jelly Kantu akhirnya diputar pada sidang kedua, Selasa (14/2/2023). Namun, sidang mendadak diubah tertutup saat bukti rekaman video diputar.
Rekaman video itu awalnya akan diputar pada sidang pemeriksaan, Rabu (8/2/2023). Namun, Majelis Etik yang dipimpin Heddy Lugito urung memutarnya hingga sidang ditutup.
Rekaman video yang merupakan salah satu dari 32 alat bukti yang dihadirkan pengadu anggota KPU Kabupaten Sangihe, Jack Stephen Seba, tersebut akhirnya baru diputar dalam sidang kemarin. Dalam perkara ini, pengadu mengadukan komisioner anggota KPU, Idham Holik, serta sembilan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota karena diduga melanggar kode etik saat tahapan verifikasi partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.
Namun, baru dua menit, pemutaran video berhenti. Padahal, video yang isinya disebut sebagai penjelasan Jelly soal perubahan data keanggotaan salah satu parpol itu berdurasi 42 menit 56 detik.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito (kiri), didampingi anggota DKPP I Dewa Raka Sandi, mengikuti sidang etik dugaan pelanggaran verifikasi faktual partai politik peserta pemilu dengan mengubah data dari tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat, di DKPP, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Saat pemutaran video berhenti, salah satu anggota Majelis Etik, I Dewa Raka Sandi, meminta pengadu mengungkapkan pemberi video dan cara memperolehnya. Ia meminta pengadu berani mengungkapkannya karena ia menilai alat bukti di persidangan harus diperoleh dengan cara yang sah.
Anggota Majelis Etik lainnya, M Tio Aliansyah, juga mendesak hal yang sama. ”Kita sudah beri kesempatan untuk menampilkan rekaman, tetapi Saudara tidak fair dan tidak jujur, tidak berani menyatakan dapat dari mana, siapa yang merekam, waktu kejadian kapan,” ujarnya.
Jelly yang menjadi salah satu teradu pun keberatan atas pemutaran rekaman video klarifikasi dirinya. Ia mengaku kondisi psikologisnya terganggu ketika video tersebut diputar dalam sidang terbuka sehingga meminta pertimbangan majelis agar rekaman video hanya menjadi konsumsi Majelis Etik.
Kita sudah beri kesempatan untuk menampilkan rekaman, tetapi Saudara tidak fair dan tidak jujur, tidak berani menyatakan dapat dari mana, siapa yang merekam, waktu kejadian kapan.
Heddy kemudian menyampaikan agar rekaman video tidak perlu diputar karena pihaknya sudah mendapatkan transkrip dan kualitas suaranya dinilai kurang baik.
Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi salah satu kuasa hukum pengadu, Fadli Ramadhanil, untuk mempersilakan Majelis Etik jika sidang diubah menjadi tertutup. Namun, rekaman video dimintanya untuk tetap diputar agar menjadi fakta persidangan. ”Sesuai permintaan kuasa pengadu, video ini bisa diputar dalam persidangan tertutup. Petugas tolong di- off-kan untuk online, pengunjung sidang dipersilakan meninggalkan ruangan,” kata Heddy.
Tak ada yang tertutup
Meski mempersilakan sidang diubah menjadi tertutup, Fadli kecewa atas desakan yang muncul sebelumnya. Ia menilai sidang tak perlu tertutup karena materi rekaman video tidak berbau asusila, pelecehan, dan SARA, tetapi proses administrasi pemilu. Terlebih dalam sidang etik terkait manajemen tahapan pemilu di Pemilu 2014 dan 2019, tidak ada sidang yang tertutup.
”Agak aneh kalau penyelenggara menilai rapat internal rahasia tak boleh bocor. Padahal, yang mereka lakukan, proses yang terbuka. Justru semakin terbuka semakin baik,” kata Fadli.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, memberikan keterangan seusai pertemuan dan diskusi mengenai RUU Pemilu di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Dalam sidang tersebut, Majelis Etik mengundang pula anggota KPU Sulawesi Utara, Yessy Momongan, dan anggota KPU Sangihe, Sri Mulyani, sebagai pihak terkait. Pengadu juga menghadirkan mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu Bambang Eka Cahya Widodo sebagai saksi ahli.
Yessy menuturkan, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota melakukan kecurangan dengan memanipulasi dan mengubah data verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan. Ia mengaku memperoleh panggilan video dari sejumlah anggota KPU yang memintanya agar mengubah data Partai Gelora yang awalnya belum memenuhi syarat.
Sri mengatakan, pihaknya meminta klarifikasi kepada Jelly atas perubahan data salah satu parpol. Hasil klarifikasi menyatakan, perubahan data dilakukan atas perintah KPU Sulut dan dilakukan di aula Kantor KPU Sulut. Tindakan itu disebut sebagai bentuk loyalitas kepada pimpinan.