12 Koperasi Diduga Terlibat Pencucian Uang, Totalnya Rp 500 Triliun
Dari 12 koperasi itu, salah satunya Koperasi Indosurya yang bosnya divonis lepas oleh pengadilan beberapa waktu lalu. Adapun data 11 koperasi lainnya telah diserahkan PPATK kepada aparat penegak hukum.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
REBIYYAH SALASAH
Para korban kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam Indosurya menunjukkan poster saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (18/12/2022). Mereka menuntut majelis hakim memutuskan agar aset terdakwa yang disita dikembalikan ke mereka alih-alih diserahkan kepada negara.
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menemukan adanya dugaan praktik tindak pidana pencucian uang di 12 koperasi simpan pinjam, dengan total mencapai Rp 500 triliun. Ini menambah panjang daftar koperasi bermasalah setelah kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Praktik tersebut masif terjadi karena literasi keuangan masyarakat dinilai masih rendah.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/2/2023), mengatakan, selama periode 2020-2022, PPATK sudah menelusuri dugaan praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) di koperasi. Berdasarkan 21 hasil analisis yang dilakukan, PPATK menemukan ada 12 koperasi simpan pinjam yang diduga melakukan tindak pidana tersebut, salah satunya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
”Jumlah dana secara keseluruhan melebihi Rp 500 triliun kalau bicara kasus yang pernah ditangani koperasi. Jadi artinya, kami melihat bahwa dana yang dihimpun oleh koperasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang itu memang luar besar,” ujar Ivan.
Perwakilan anggota Koperasi Simpan Pinjam Indosurya mendatangi Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah (PKB) bentukan Kementerian Koperasi dan UKM di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Jumat (4/2/2022). Mereka mendesak keseriusan Satgas PKB agar mengawal pencairan dana seluruh anggota koperasi.
Untuk kasus KSP Indosurya, PPATK telah beberapa kali melaporkan hasil analisis tersebut kepada Kejaksaan Agung. Ivan juga telah melapor kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terkait skema ponzi yang dijalankan Indosurya.
Skema ponzi merupakan skema penipuan berkedok investasi dengan menawarkan imbal hasil besar kepada nasabah. Namun, sumber dana untuk pemberian inbal hasil itu sebenarnya bukan dari hasil investasi, melainkan dari dana nasabah berikutnya.
Operasi kecantikan
Dalam penelusurannya, PPATK menemukan ada dana nasabah Indosurya yang juga dialirkan ke luar negeri lewat perusahaan afiliasi. Dana itu kemudian dipakai untuk transaksi bisnis yang tidak selayaknya dilakukan oleh koperasi, seperti pembelian jet dan operasi kecantikan.
DOKUMENTASI PPATK
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana
Berkaitan dengan 11 koperasi lain yang juga bermasalah, Ivan mengaku telah melaporkannya kepada aparat penegak hukum. Dengan begitu, dugaan penyimpangan tersebut dapat ditelusuri lebih jauh. ”Sudah, (melapor) ke Polri ada, (melapor) ke kejaksaan juga ada. Semua penegak hukum,” ucapnya.
Seiring dengan hal itu, PPATK terus melakukan sejumlah upaya preventif, seperti bekerja sama dengan Kementerian Sosial, serta Kementerian Koperasi dan UKM. PPATK juga secara agresif telah melakukan penghentian transaksi. ”Jadi, kami dalam proses analisis pun sudah mulai kami hentikan transaksi-transaksi untuk menghindari kerugian masyarakat yang lebih besar,” tutur Ivan.
Namun, untuk mencegah kerugian masyarakat sepenuhnya, hal tersebut tidak mudah. Sebab, literasi masyarakat terkait dengan pinjaman daring secara ilegal, judi daring ilegal, dan semacamnya, masih lemah. Alhasil, masyarakat mudah tergiur dengan keuntungan besar yang ditawarkan oleh para pelaku usaha yang memiliki itikad buruk. Hal ini lantas membutakan para nasabah sehingga mereka secara ikhlas menginvestasikan uangnya meski berisiko tinggi.
”Hal ini yang sangat disayangkan karena banyak masyarakat tidak tahu dan tidak paham dengan adanya skema ponzi ini. Akhirnya mereka justru dirugikan dengan nominal uang yang tidak sedikit,” tutur Ivan.
Gedung Indosurya Cipta merupakan salah satu aset Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta. KSP ini menjadi salah satu koperasi yang dijatuhkan sanksi homologasi PKPU.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya, meminta aparat penegak hukum dapat serius mengungkap tuntas persoalan koperasi bermasalah ini. Sebab, selain memakan korban yang banyak, koperasi bermasalah ini juga telah merugikan banyak pihak dengan nilai triliunan rupiah.
Nurizka semakin geram karena justru Henry Surya, pemilik sekaligus pendiri Indosurya yang menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Indosurya, justru divonis lepas oleh pengadilan. Ini menyebabkan kekecewaan yang begitu besar bagi para nasabah yang menjadi korbannya.
”Lagi-lagi, kita justru seperti dipertontonkan, kayak hukum kita di Indonesia ini kok main-main,” kata Nurizka.