DPR: Migrasi ke KTP Digital Jangan Bingungkan Masyarakat
Wakil Ketua Komisi II DPR berharap pemerintah menyosialisasikan secara komprehensif ke masyarakat sebelum resmi memindahkan KTP elektronik fisik ke layanan digital. Maksudnya agar tak membingungkan masyarakat.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
Seorang penyandang disabilitas melakukan perekaman sidik jari untuk pembuatan KTP elektronik di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Sumatera Selatan, Rabu (22/6/2022). Pembuatan KTP elektronik bagi penyandang disabilitas menjadi prioritas pemerintah agar mereka mendapatkan sejumlah fasilitas, seperti bantuan sosial.
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa menyebut migrasi kartu tanda penduduk elektronik fisik ke KTP digital berbasis aplikasi jangan sampai membingungkan masyarakat. Sebelum resmi berpindah ke layanan digital, DPR berharap pemerintah menyosialisasikan secara komprehensif kepada masyarakat.
Saat dihubungi, Jumat (10/2/2023), di Jakarta, Saan mengatakan, daripada bermigrasi ke layanan KTP digital, sebaiknya pemerintah menuntaskan program yang sudah dimulai sejak tahun 2009 tersebut. Apabila yang menjadi kendala perekaman KTP elektronik secara fisik adalah ketersediaan blangko, atau teknis lainnya, dia ingin hal itu diatasi terlebih dahulu. Peralatan elektronik saat ini sudah canggih sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyelesaikan persoalan itu.
”KTP elektronik masih menjadi satu-satunya alat resmi identitas di Indonesia. Ini berguna untuk semua urusan. Jangan sampai ada perubahan, tetapi masyarakat belum siap,” ungkapnya.
Saan menambahkan, ketika permasalahan teknis dan pengadaan blangko sudah bisa diatasi, pekerjaan rumah pemerintah berikutnya adalah membuat Nomor Induk Kependudukan (NIK) terintegrasi dengan kartu identitas yang lain (single identity number). Saat studi banding ke Turki tahun lalu, dia melihat kartu identitas di sana sudah terintegrasi dengan semua pelayanan. Proses pembuatan kartu pun tidak berbelit-belit. Ini yang harus dikejar Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan SipilKementerian Dalam Negeri.
KTP elektronik masih menjadi satu-satunya alat resmi identitas di Indonesia. Ini berguna untuk semua urusan. Jangan sampai ada perubahan, tetapi masyarakat belum siap.
”Mungkin dengan KTP digital, dari sisi anggaran memang bisa dihemat. Namun, masyarakat di pedesaan belum semua menggunakan ponsel pintar. Ini harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Politikus Partai Nasdem itu bahkan menyebut program digitalisasi KTP belum disampaikan pemerintah ke DPR. Pada saat rapat dengar pendapat (RDP) atau rapat kerja dengan pemerintah, hal itu akan ditanyakan. Dia berpesan agar program migrasi itu tidak membuat masyarakat kebingungan dan kesulitan.
Pengamat Kebijakan Publik Riant Nugroho juga mempertanyakan urgensi dan kemanfaatan program KTP digital tersebut. Sebab, kebijakan publik yang berdampak luas kepada kehidupan masyarakat seharusnya didahului dengan kajian yang komprehensif. Saat ini, KTP elektronik fisik masih menjadi alat untuk mengurus keperluan masyarakat mulai dari kesehatan, perbankan, hingga keamanan.
Oleh karena itu, tidak hanya masyarakat yang harus dipastikan kesiapannya, tetapi juga lembaga lain. Untuk urusan perbankan, misalnya, KTP fisik sangat diperlukan untuk keabsahan identitas pribadi.
Jangan sampai program KTP digital sekadar menjadi proyek. Kebijakan publik harus dianalisis apakah dia patut dilaksanakan atau tidak. Jangan sekadar ide, terus dibuat.
”Jangan sampai program KTP digital sekadar menjadi proyek. Kebijakan publik harus dianalisis apakah dia patut dilaksanakan atau tidak. Jangan hanya sekadar ide, terus dibuat,” katanya.
Dia berharap KTP digital tidak hanya menjadi proyek baru, bukan kebijakan. Kebijakan dinilai dari efektivitas program dan proyek tersebut. Ide harus diuji ke publik untuk mengetahui efektivitas program tersebut.
Selain itu, dia juga mempertanyakan soal keamanan digital apabila KTP dimigrasi seluruhnya ke digital. Siapa pihak yang akan mengamankan data pribadi warga itu. Apakah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Indonesia belum mempunyai keamanan digital yang memadai. Jangan sampai hanya tampak keren di dunia internasional, tetapi pada akhinya merugikan diri sendiri.
”Indonesia belum mempunyai keamanan digital yang memadai. Jangan sampai hanya tampak keren di dunia internasional, tetapi pada akhinya merugikan diri sendiri,” ujarnya.
Riant menambahkan, jika memang kendala sebenarnya adalah masalah teknis, seharusnya diselesaikan juga secara teknis. Jika yang terlambat adalah suplai pengadaan blangko KTP elektronik, dia meminta agar pengadaan, distribusi, dan transportasinya diperbaiki. Jangan justru langsung mengubah kebijakan menjadi program yang berbeda.
”Menurut saya, kebijakan KTP digital ini perlu ditahan dulu karena ada kecenderungan ini hanya sebuah proyek daripada kebijakan,” ujarnya.
Dia juga berharap migrasi KTP elektronik ke KTP digital tidak menjadi eksperimen kebijakan yang tidak berkelanjutan. Lebih baik program KTP elektronik yang sudah berjalan sejak tahun 2009 itu dilanjutkan dengan mengatasi problem-problem teknis yang terjadi.
50 juta penduduk ber-KTP
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri menargetkan 25 persen dari total populasi Indonesia atau sekitar 50 juta penduduk telah memiliki identitas kependudukan digital. Langkah digitalisasi kartu tanda penduduk ini ditempuh sebagai solusi atas sejumlah problem yang selama ini menjadi kendala dalam pencetakan dokumen KTP elektronik dan sekaligus dikeluhkan publik.
Langkah digitalisasi kartu tanda penduduk ini ditempuh sebagai solusi atas sejumlah problem yang selama ini menjadi kendala dalam pencetakan dokumen KTP elektronik dan sekaligus dikeluhkan publik.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh, saat rapat koordinasi dukcapil di Manado, Sulawesi Utara, Rabu (8/2/2023) malam, mengungkapkan, setidaknya tiga kendala dalam pencetakan KTP elektronik yang di antaranya mengakibatkan warga kerap kesulitan menerima dokumen fisik KTP.
Kendala dimaksud adalah pengadaan blangko KTP-el yang mengambil porsi cukup besar anggaran Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri. Selain itu, untuk pencetakan dibutuhkan printer dengan ribbon, cleaning kit, dan film.
Kebutuhan anggaran dan peralatan pendukung itu pun bisa bertambah besar karena ada pemekaran 11 kecamatan, 300 desa/kelurahan, terutama setelah lahirnya empat daerah otonomi baru di Pulau Papua (Kompas.id, 10 Februari 2023). (DEA)