Dugaan Pengubahan Putusan, Majelis Kehormatan Bakal Periksa Panitera MK
Besok, Majelis Kehormatan MK akan mulai bekerja untuk memeriksa kasus dugaan pengubahan substansi putusan MK. Panitera MK Muhidin jadi salah satu pihak yang diperiksa di hari pertama kerja Majelis Kehormatan.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan mulai memeriksa kasus dugaan pengubahan substansi putusan nomor 103/PUU-XX/2022 terkait pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pada Kamis (9/2/2022). Majelis akan meminta keterangan dan klarifikasi, antara lain, terhadap Panitera Mahkamah Konstitusi Muhidin dan pemohon uji materi yang melahirkan putusan No 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pada Rabu (8/2/2023), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman melantik dan mengambil sumpah 22 pegawai yang akan membantu kerja Majelis Kehormatan. Adapun pelantikan dan pengucapan sumpah terhadap anggota Majelis Kehormatan, yaitu I Dewa Gede Palguna (ketua), Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Soedjito, menurut rencana, digelar besok sebelum agenda pemeriksaan.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso saat dikonfirmasi membenarkan rencana pemeriksaan terhadap Zico Leonard dan Muhibin. Demikian pula Zico Leonard saat dikonfirmasi, pihaknya akan memenuhi undangan klarifikasi dari Majelis Kehormatan yang akan dilakukan pada Kamis pukul 10.00.
Peristiwa ini bermula ketika Zico Leonard menemukan adanya perbedaan frasa dalam putusan 103 yang dibacakan di persidangan dengan yang ada di salinan putusan dan risalah sidang. Ada perubahan frasa ”dengan demikian” menjadi ”ke depan” dalam bagian pertimbangan putusan. Meskipun hanya berbeda dua kata, hal tersebut dinilai memengaruhi substansi putusan. Karena saat itu Majelis Kehormatan belum terbentuk, ia pun menguji kembali pasal pemberhentian hakim konstitusi ke MK.
Dugaan pengubahan frasa dalam putusan No 103/PUU-XX/2022 itu kemudian direspons oleh MK dengan membentuk Majelis Kehormatan untuk menangani kasus tersebut.
Mengacu pada Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023, Majelis Kehormatan memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam waktu 30 hari kerja sejak laporan dicatat dalam e-BRLTP (Buku Registrasi Laporan atau Temuan Pelanggaran Elektronik). Apabila pemeriksaan belum selesai, masa kerja Majelis Kehormatan bisa diperpanjang paling lama 15 hari kerja.
Kerja Majelis Kehormatan tersebut didukung oleh tim sekretariat yang bertugas, antara lain, menerima laporan, kemudian melaporkannya ke Ketua MK melalui sekretaris jenderal, mengadministrasikan dokumen pelaporan, pemeriksaan/nonpemeriksaan, notulensi rapat, dan lainnya.
PMK tersebut juga mengenal adanya Majelis Kehormatan Banding untuk mewadahi terduga pelanggar etik yang dijatuhi vonis berat.
Anwar Usman meminta tim sekretariat pendukung Majelis Kehormatan untuk bekerja secara maksimal.
”Majelis Kehormatan MK bekerja imparsial, tidak boleh diintervensi oleh siapa pun, termasuk oleh saya selaku Ketua MK dan hakim konstitusi. Saat ini beri kepercayaan kepada Majelis Kehormatan untuk bekerja semaksimal mungkin,” kata Anwar. Menurut dia, publik saat ini tengah menanti kerja Majelis Kehormatan.
Jalur hukum
Selain proses etik, jalur hukum untuk kasus dugaan pengubahan putusan MK Nomor 103/2022 tersebut juga ditempuh. Zico mengadukan sembilan hakim konstitusi, Panitera MK Muhidin, dan panitera pengganti dalam perkara tersebut ke Polda Metro Jaya. Pengaduan dilakukan terkait dengan dugaan adanya pemalsuan dokumen negara.
Sebelumnya, Zico juga mengajukan permohonan kepada presiden untuk melakukan tindakan administratif pemerintahan berupa persetujuan pemeriksaan terhadap hakim MK.
Mengacu pada Pasal 6 Ayat (3) UU MK, hakim konstitusi hanya dapat dikenai tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis dari presiden. Persetujuan tertulis itu tidak diperlukan jika yang bersangkutan tertangkap tangan atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.