Lika-liku Mencari "Wakil Tuhan" di Bumi
Tugas Komisi Yudisial menyeleksi calon hakim agung menjadi lebih berat setelah dua hakim agung terjerat kasus dugaan rasuah. Tak sekadar memenuhi kebutuhan, KY juga mesti mencari sosok yang mumpuni dan berintegritas.

Suasana saat ekspos tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (8/12/2022). Hakim Agung Gazalba Saleh menjadi tersangka suap penanganan perkara pengurusan kasasi kasus sengketa koperasi simpan pinjam Intidana.
Terseretnya dua hakim agung dan tiga hakim yustisial pada Mahkamah Agung dalam kasus dugaan suap yang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi cukup mengguncang dunia peradilan Tanah Air. Tak hanya internal MA, kondisi ini juga menampar Komisi Yudisial selaku lembaga penyeleksi hakim agung. Dua hakim yang kini mendekam di sel KPK juga merupakan hasil seleksi KY.
Belajar dari peristiwa itu, persoalan integritas menjadi poin utama yang digali dalam proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) untuk tingkat kasasi yang dilakukan KY. Dengan menggandeng para begawan hukum seperti Bagir Manan, mantan Ketua MA, dan beberapa ahli lainnya, KY mencoba menguliti pemikiran dan integritas para calon.
”Anda tidak takut jadi hakim agung? Kenapa saya katakan begitu, karena begitu sudah menjadi hakim agung, Saudara akan termasuk yang diragukan integritasnya. Sebab, korps MA ini ada hakim-hakimnya yang sedang diproses (hukum). Jadi, Anda akan masuk ruang abu-abu,” kata Bagir Manan saat menggali motif salah satu calon hakim agung untuk kamar perdata Lucas Prakoso.
Pekan lalu, KY menggelar seleksi wawancara calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM pada MA selama tiga hari. Seleksi diikuti 12 calon hakim agung dan lima hakim ad hoc HAM pada MA.
Baca juga : Setelah Jadi Tersangka, Hakim Agung Sudrajad Datangi KPK

Suasana seleksi calon hakim agung di Jakarta, pekan lalu.
”Anda tidak masuk Istana, tapi memasuki ruang yang penuh rumput yang sudah lama tidak dibenahi. Reformasi sudah berjalan sejak 1998, sudah 23 atau 24 tahun, banyak yang sudah dikerjakan. Kita sudah capai (peradilan) satu atap, anggaran sudah meningkat untuk membangun gedung, meningkatkan gaji pegawai. Tapi, kok, semua itu jadi sia-sia ketika ada peristiwa yang melukai ini,” ujar Bagir yang juga Ketua MA periode 2000-2008.
Lebih jauh Bagir menyampaikan, seakan tidak ada relevansi antara upaya perbaikan yang sudah dilakukan sejak reformasi 1998 dengan perilaku hakim sehingga masih ada hakim yang terjerat rasuah. Ia mempertanyakan, faktor apa saja yang mengakibatkan hal itu terjadi. ”Kita kerja setengah mati, tapi output-nya tidak sesuai dengan yang dikerjakan setengah mati itu. Konsep Anda untuk mengatasi itu apa?” tanyanya.
Berkaitan dengan persoalan integritas, pengalaman hakim tinggi pengawas pada Badan Pengawas MA, Annas Mustayim, menarik untuk disimak. Ia bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Calang pada 2004, tahun saat Aceh porak-poranda dihantam tsunami. Di Calang, hampir 100 persen bangunan rata dengan tanah termasuk gedung pengadilan dan rumah dinas hakim.
Anda tidak masuk Istana, tapi memasuki ruang yang penuh rumput yang sudah lama tidak dibenahi. Reformasi sudah berjalan sejak 1998, sudah 23 atau 24 tahun, banyak yang sudah dikerjakan. Kita sudah capai (peradilan) satu atap, anggaran sudah meningkat untuk membangun gedung, meningkatkan gaji pegawai. Tapi, kok, semua itu jadi sia-sia ketika ada peristiwa yang melukai ini
Annas terpaksa tidur di rumah salah satu karyawan pengadilan yang dibangun dari kayu-kayu bekas tsunami. Rumah karyawan itu sekaligus dijadikan kantor pengadilan selama beberapa waktu pascabencana. Namun, keluarga kawan yang ia tumpangi tersebut kemudian berperkara karena menyerobot tanah orang lain. Memang, pascatsunami, batas-batas rumah tidak jelas karena rata dengan tanah.
”Orang yang punya (lahan) menggugat. Saya yang numpang di situ dimintai (bantuan) untuk memenangi perkara itu. Akhirnya, saya dengan majelis hakim bermusyawarah. Kami putuskan untuk segera pindah dari rumah itu. Pindahlah kami ke rumah bantuan, yang masih belum ada daun pintu dan jendela. Kami bikin meja sidang sendiri, lalu kami putus di situ. Memang, ada rasa utang budi karena, kan, kami ditampung di situ, diberi makan, diberi tempat tinggal. Tapi, bagaimanapun, hukum tetap harus ditegakkan,” ujarnya.
Tantangan integritas juga kembali terjadi saat menjadi Ketua PN Sleman, DI Yogyakarta. Pada saat Annas pertama kali tiba di PN Sleman, ada kurang lebih 100 perkara eksekusi yang belum dilaksanakan. Ia pun kemudian menginventarisasi perkara untuk kemudian dikumpulkan di bagian perdata. Hingga akhirnya ketika meninggalkan PN Sleman, perkara eksekusi yang belum dilaksanakan tinggal enam perkara.
Tidak mudah menyelesaikan persoalan tersebut karena ia mendapatkan tentangan dari internal pegawai PN. ”Ada yang tidak terima. Jam 12 malam, ada yang menaruh berkas di depan ruang perdata. Saya tanya siapa yang menaruh berkas di situ, kok tidak ada tanggung jawabnya. Kalau tidak senang dengan saya, silakan pindah. Kalau mau bekerja di sini, harus sesuai aturan,” kata Annas.

Ilustrasi. Sidang gugatan perdata kasus Apartemen Kalibata City digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (14/8). Penghuni Apartemen Kalibata City menggugat pengembang dan pengelola dengan tudingan telah melakukan penggelembungan tagihan listrik dan air .
Tak hanya itu, ia juga menghadapi kasus pemalsuan putusan PN. ”Ini tidak menyangkut orang luar saja, tetapi dari dalam (PN). Saya rapatkan. Saya bilang sudahlah ngaku. Kalau tidak, ya, saya lakukan tindakan hukum,” ujarnya. Dalam kasus tersebut, tidak ada seorang pegawai pun yang mengaku terlibat dalam pemalsuan putusan dan juga penghilangan berkas perkara terkait. Pemalsuan putusan itu pun kemudian dilaporkan ke pihak berwajib.
Ajang curhat
Seleksi calon hakim agung rupanya juga menjadi ajang curhat atau mencurahkan hati tentang kondisi lembaga peradilan. Ketua Kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA Agung Yulius yang menjadi salah seorang anggota panel dalam tes wawancara calon hakim agung, misalnya, mengungkapkan kondisi Kamar TUN yang dipimpinnya.
Saat mewawancarai peserta seleksi, ia mengungkapkan bahwa jumlah hakim agung Kamar TUN saat ini hanya enam orang. Padahal, jumlah perkara TUN, terutama perkara pajak, bisa mencapai 8.000-an per tahun. Beban kamar TUN MA memang relatif berat dibandingkan kamar lain, seperti kamar pidana.
Setelah memaparkan kondisi tersebut, Yulius menanyakan kesiapan salah satu calon hakim agung, Lulik Tri Cahyaningrum, menghadapi keterbatasan tersebut. Saat ini, Lulik merupakan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer dan TUN MA.
”Jadi hakim agung, kalau ke daerah memang kelihatan hebat, disambut, dijamu. Tetapi, kita ini sehari-sehari di kantor itu kuli. Butuh ketemu kawan di sebelah ruangan saja belum tentu (bisa) seminggu sekali. Ketemu paling-paling shalat Jumat di masjid,” ujar Yulius yang mempertanyakan tujuan Lulik menjadi hakim agung.

Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali memimpin Sidang Paripurna Khusus Pemilihan Ketua Mahkamah Agung RI yang disiarkan melalui kanal youtube di Jakarta, Senin (6/4/2020).
Tak hanya berkutat dengan tumpukan perkara, para hakim agung masih dituntut untuk menggelar sidang terbuka, terutama pembacaan putusan, yang nantinya disiarkan di kanal Youtube resmi MA. Kebijakan ini diambil untuk merespons tuntutan publik akan transparansi MA menyusul terkuaknya kasus dugaan suap yang kini menyeret dua hakim agung dan tiga hakim yustisial (asisten hakim agung).
”Pengertian transparansi disamakan dengan live persidangan, itu sangat kacau. MA didesak untuk sidang live streaming. (Padahal dalam) sekali sidang, kamar TUN itu bisa (memutus) 200-300 perkara,” ucapnya.
Apabila diatur tiap perkara dibacakan amar putusannya dalam waktu sekitar 10 menit, hakim agung di kamar TUN harus bersidang selama 2.000 hingga 3.000 menit atau 33 jam hingga 50 jam. ”Itu hampir dua hari dua malam. Tidak kebayang saya, membaca putusan hingga tengah malam pukul 01.00 atau 02.00, sementara para pihaknya tidur mendengkur,” ujar Yulius.
Meski mengaku sempat melontarkan protes dalam beberapa pertemuan di MA, Yulius menyadari bahwa kebijakan merupakan tuntutan keterbukaan. Namun, hatinya tetap menyimpan tanya, ”Di mana di dunia ini ada MA yang sidangnya terbuka. Enggak ada. Tapi, ini diminta,” tambahnya.
Kualitas
Selain menggelar seleksi calon hakim agung, KY juga mencari hakim ad hoc HAM. Problem yang dihadapi dalam pencarian hakim ad hoc yang akan mengadili perkara-perkara pelanggaran HAM berat di tingkat kasasi tersebut sedikit berbeda. Ada persoalan kualitas khususnya pemahaman terhadap persoalan-persoalan HAM dan penyelesaiannya di kalangan calon yang mengikuti seleksi.
Berkaitan dengan persoalan itu, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan meminta KY mempertimbangkan untuk membuka seleksi ulang. Itu penting mengingat posisi hakim ad hoc HAM pada MA merupakan kontributor penting dalam penyatuan hukum.
Baca Juga: Wajah-wajah Lama di Seleksi Calon Hakim Agung 2022

Mural berisi tuntutan untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM menghiasi Jembatan layang Grogol di depan Kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Kamis (28/7/2022). Saat ini Mahkamah Agung meloloskan delapan nama calon hakim ad hoc pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai, Papua.
Berdasarkan pantauan selama seleksi, beberapa peserta tidak berhasil menjawab pertanyaan anggota panel ahli seleksi calon hakim agung. Bahkan, calon yang KY pilih untuk diusulkan ke DPR agar mendapat persetujuan menjadi hakim ad hoc HAM juga tak berhasil menjawab pertanyaan. Kalaupun menjawab, dinilai masih kurang sempurna.
Harnoto, anggota Kepolisian Negara RI yang mengikuti seleksi, misalnya, mengaku tidak tahu saat ditanya apakah ia mengetahui tentang Mahkamah Nuremberg (Mahkamah Militer Internasional di Nuremberg, Jerman) dan Mahkamah Tokyo (Mahkamah Militer Internasional untuk Timur Jauh atau International Military Tribunal for the Far East). Begitu pula saat ditanya kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang pernah diadili, polisi yang dua bulan lagi pensiun itu hanya menyebut kasus Timor Timur. Lalu, saat ditanya apakah ada kasus lain, ia hanya terdiam.
Anggota panel ahli juga sempat mendalami tentang salah satu aspek penting dalam kasus pelanggaran HAM berat, yaitu tanggung jawab komando. Namun, beberapa calon tidak dapat menguraikannya secara gamblang.
Harus diakui, KY memang kesulitan untuk mencari calon hakim ad hoc HAM pada MA. Hampir sebulan membuka pendaftaran calon hakim pada 31 Agustus 2022 lalu hingga 26 September 2022, KY hanya menerima 15 pendaftar. Jumlah tersebut berkurang hingga tinggal lima orang pada seleksi akhir wawancara sampai kemudian terpilih tiga calon untuk diusulkan ke DPR.
Rupanya mencari hakim agung bukan perkara mudah. Sebab, permasalahan hakim agung tak melulu soal kuantitas, tetapi juga kualitas dan integritas. Sebagai ”wakil Tuhan” di Bumi, tugas hakim agung adalah memberi rasa keadilan kepada masyarakat.