Selain penegak hukum, sejumlah lembaga negara kini berupaya menyiapkan digitalisasi pada pengadaan barang dan jasa, termasuk pelayanan di pelabuhan, untuk mengatasi korupsi di dalam negeri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, NINO CITRA ANUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah lembaga negara berupaya mendorong digitalisasi untuk mengatasi korupsi di Indonesia. Apalagi memburuknya skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di antaranya disebabkan oleh korupsi dalam sistem politik, antara politisi dan pelaku usaha, serta suap pada izin ekspor-impor.
Selain itu, untuk mengatasi korupsi juga perlu didukung oleh regulasi yang benar-benar bisa memberikan efek jera terhadap koruptor, seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 turun empat poin hingga berada di skor 34. Penurunan paling tajam pada IPK tampak pada indikator Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide, yakni dari 48 poin pada 2021 menjadi 35 pada 2022. PRS terkait dengan korupsi dalam sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha, serta pembayaran ekstra/suap untuk izin ekspor-impor.
Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (3/2/2023), mengatakan, ada banyak kasus korupsi di sektor konstruksi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan. Hal itu terjadi karena nilai proyeknya yang besar dan sulit dilakukan secara konvensional. Untuk mencegah korupsi di sektor ini, LKPP mendorong agar belanja konstruksi dilakukan menggunakan Katalog Elektronik.
Setya menjelaskan, di dalam Katalog Elektronik tertera mulai dari material, alat berat, sampai dengan gaji tukang. Tender konstruksi dilakukan hanya untuk jasanya. ”Yang ditenderkan adalah keuntungan jasa konstruksinya. Nanti setelah pelaksanaan kontrak, siapa pun pemenang tidak boleh mengambil dari material dan tukang,” ujarnya.
Dari uji coba di beberapa kontrak, kata Setya, cara tersebut efisien 50 persen dan kualitasnya naik 200 persen. Hal itu bisa terjadi karena apa yang tayang di Katalog Elektronik tingkatnya pada produsen dan bukan makelar. Dengan cara itu, kontraktor sulit melakukan kecurangan seperti menggunakan bahan campuran. Alhasil, kualitas hasil pekerjaan menjadi bagus dan biaya perawatan ringan.
Dalam digitalisasi pengadaan barang dan jasa, LKPP juga akan menerapkan perbaikan negosiasi. Proses negosiasi dilakukan secara mini kompetisi menggunakan sistem. Setya menjelaskan, ketika membutuhkan spesifikasi tertentu, sistem yang akan menentukan pemenangnya. Alhasil, negosiasi tidak bisa dilakukan di belakang layar dan tidak bisa diintervensi. Sistem ini sedang disiapkan oleh tim dari PT Telkom Indonesia.
Saat ini, lanjutnya, LKPP sudah mengintegrasikan program digitalisasi pengadaan barang dan jasa tersebut dengan pajak. Selain itu, disiapkan pula integrasi dengan perizinan. ”Ke depan, desain digitalisasi pengadaan barang dan jasa akan dituangkan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang saat ini sedang disusun,” ucapnya.
Sementara itu, KPK bersama Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) juga mendorong implementasi penggunaan Jaga.id di sektor pelabuhan. Pada Kamis (2/2/2023), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, di platform Jaga.id disediakan kanal keluhan yang dapat dijadikan pembelajaran bagi kementerian/lembaga pelabuhan, sekaligus mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan masyarakat.
”Upaya sesungguhnya bukan hanya perubahan sistem, melainkan juga komitmen. Ubah komitmen menjadi melayani yang tepat secara efisien. Komitmen itu yang kita kemas bersama,” kata Ghufron.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Stranas PK Pahala Nainggolan menyampaikan urgensi sektor ekspor-impor yang memiliki risiko korupsi tertinggi. ”Upaya implementasi Jaga.id pelabuhan ke depan harus terus bersinergi. Di dalam kanal keluhan butuh disediakan literasi, respons terhadap keluhan, dan perlu tindak lanjutnya tentang penyampaian progres pelabuhan,” ungkap Pahala.
RUU Perampasan Aset
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengharapkan agar DPR juga mempunyai keberpihakan dalam pemberantasan korupsi. Hal itu mengingat turunnya IPK bukan hanya ditujukan kepada pemerintah.
”Harus diketahui juga bahwa turunnya Indeks Persepsi Korupsi bukan hanya penilaian ke pemerintah. Penilaiannya itu juga pada legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Jadi, rasanya, di bidang eksekutif (pemerintah) kita sudah habis-habisan. Buktinya peningkatan penegakan hukum,” kata Mahfud di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (3/2/2023).
Dengan kondisi tersebut, Mahfud ingin mengajak jajaran legislatif bekerja sama dalam perumusan undang-undang yang berpihak kepada pemberantasan korupsi. Selama ini, pihaknya tidak bisa terlalu dominan dalam upaya tersebut mengingat kewenangan pembuatan undang-undang berada di tangan DPR. Dalam pandangannya, bentuk pencegahan korupsi dalam lembaga legislatif bisa dilakukan jika memang ada kemauan dari lembaga itu sendiri.
”Risiko korupsi politik itu seolah sudah melekat dalam sistem politik kita sehingga pemerintah tidak bisa ikut dalam urusan-urusan partai politik yang punya agenda-agenda apa-apa dan sebagainya,” kata Mahfud.
Bentuk kerja sama yang coba diajukan Mahfud, antara lain, berupa pengusulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai. Ia menilai, RUU Perampasan Aset, misalnya, bisa menyita aset-aset terkait dugaan korupsi. Itu diyakini membuat koruptor tidak akan berkutik.
Kemudian, sebut Mahfud, RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai juga tidak kalah penting. Ia memberikan contoh, transaksi yang nilainya lebih dari Rp 100 juta mesti dikirimkan melalui transfer bank. Mekanisme semacam itu dipercaya mampu mencegah tindak korupsi. Pasalnya, perpindahan tercatat jelas dengan cara seperti itu.
Benahi praktik politik
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Zaenur Rohman, pun mengingatkan agar praktik politik juga butuh diperbaiki. Terlebih lagi, kemunduran IPK disebabkan oleh korupsi politik. Pihaknya mengkhawatirkan, korupsi politik bisa meningkat lagi pada 2023.
Pasalnya, politisi pada 2023 ini tengah mengumpulkan modal politik untuk berkontestasi pada Pemilu 2024. Dalam kondisi tersebut, segenap masyarakat perlu diedukasi guna menolak segala macam bentuk korupsi politik.
”Kalau itu bisa diperbaiki (reformasi institusi penegak hukum dan sistem penegakan hukum secara menyeluruh), kita punya penegak hukum yang bersih. Masalah-masalah penegakan hukum tidak akan menjadi beban. Justru dengan penegak hukum yang bersih, masalah korupsi akan bisa ditekan dan diberantas,” ujar Zaenur.