Pencarian Figur Capres Belum Tuntas
Pilihan Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS yang mengerucut pada Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden yang akan diusung tidak mengusik partai lain untuk terburu-buru menentukan capresnya.
> Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri diyakini mengumumkan soal capres-cawapres di momentum yang tepat.
> Perumusan nama capres-cawapres di Koalisi Indonesia Bersatu akan memerhatikan aspek elektabilitas.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> Presiden Joko Widodo menghadiri peringatan HUT ke-8 Partai Solidaritas Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS - Pilihan Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera yang telah mengerucut pada Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden yang diusung di Pemilihan Presiden 2024 tak lantas membuat partai politik ataupun koalisi partai lain terburu-buru memutuskan calon presidennya. Banyak hal yang masih dipertimbangkan, salah satunya mencari figur yang peluang kemenangannya di pemilu besar.
Salah satu partai yang tak terusik dengan langkah Nasdem, Demokrat, dan PKS tersebut adalah PDI Perjuangan. Ketua DPP PDI-P Erico Sotarduga menjelaskan, partainya tak tergoda untuk buru-buru menentukan capres-cawapres karena tahapan pendaftaran bakal capres-cawapres baru dibuka Oktober mendatang.
”Dengan pendaftaran masih di Oktober, untuk apa terburu- buru menentukan capres-cawapres dan membangun koalisi? Betul kebijakan dari Ibu Mega (Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri), tidak perlu terburu-buru,” ujar Eriko di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
PDI-P juga tidak ingin terburu-buru karena kandidat capres-cawapres yang dipilih tak bisa sembarangan, harus mampu betul-betul memimpin rakyat, melanjutkan kepemimpinan Joko Widodo. Mencari sosok yang tepat juga harus memperhatikan tuntutan masyarakat yang menginginkan figur yang tepat untuk memimpin Indonesia pasca-2024.
Lagi pula, ia menduga koalisi parpol lain masih akan menanti keputusan dari PDI-P. Karena itu, ia meyakini koalisi parpol lain masih akan dinamis dan peluang masih terbuka untuk parpol berubah sikap. Ini sekalipun sejumlah koalisi tampak kian kokoh di hadapan publik. Perubahan sikap tersebut sangat bisa terjadi saat penentuan bakal capres-cawapres.
”Coba cek koalisi parpol apa yang sudah mendeklarasikan capres-cawapres? Koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS memang sudah menyatakan Anies Baswedan sebagai capres, tetapi siapa cawapresnya? Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar-Partai Amanat Nasional-Partai Persatuan Pembangunan) juga belum memutuskan. Begitu pula koalisi Gerindra-PKB. Saya sudah pernah sampaikan, jangan-jangan nanti partai semua bisa balik arah,” jelasnya.
Soal capres-cawapres dari PDI-P, Eriko menegaskan, Megawati sebagai pemegang hak penentuan capres-cawapres dari partainya masih berkontemplasi untuk memutuskan figur yang tepat. Yang jelas, sebagai capres, kandidat tersebut adalah kader PDI-P seperti pernah disampaikan saat peringatan HUT ke-50 PDI-P, pertengahan Januari lalu. Waktu pengumumannya pun diserahkan kepada Megawati karena ia diyakini memahami momentum yang tepat untuk mengumumkan.
”Memang tidak terduga, bisa kapan saja, bahkan kami sendiri tidak tahu,” ujarnya.
Baca juga: Saksi Parpol, Ujung Tombak Pengawal Suara dalam Pemilu
Di tengah masa menunggu itu, PDI-P tetap membangun komunikasi dengan parpol lain guna merintis bangunan koalisi. Komunikasi dengan parpol lain ini tak bertumpu pada Megawati, tetapi diserahkan pula ke jajaran pengurus DPP PDI-P, terutama Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, yang memang dimandatkan untuk menjalin komunikasi dengan parpol lain.
Sekalipun PDI-P memegang tiket pencalonan karena sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden, kerja sama dengan parpol lain akan tetap dijalin untuk menghadapi Pilpres 2024. ”Membangun bangsa, kan, tidak bisa sendiri, beliau (Megawati) selalu sampaikan itu. Jadi, walaupun bisa maju (pilpres) sendiri, kami tidak berkeinginan untuk maju sendiri,” tambahnya.
Tak ketinggalan kereta
Koalisi Indonesia Bersatu yang di dalamnya ada Partai Golkar, PAN, dan PPP juga tak tergoda untuk terburu-buru menentukan capres ataupun cawapres.
Menurut Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno, hingga kini partai-partai dalam koalisi masih berproses di internal masing-masing terkait nama capres-cawapres yang akan diusung. Setelah proses di internal selesai, nama yang terpilih akan dibawa untuk dibicarakan bersama. ”Meski sudah terlihat konsolidasi di antara parpol lain, kami memiliki mekanisme sendiri. Kami merasa tidak seperti ketinggalan kereta,” tambahnya.
Baca juga: Manuver ”Pasukan Udara” Parpol Merengkuh Warganet
Mengenai nama yang akan diusung, ia mengakui setiap partai dalam koalisi memiliki preferensi untuk mencalonkan ketua umumnya masing-masing karena merupakan kebanggaan jika kader sendiri menjadi pemimpin nasional. Namun, tujuan akhir dari koalisi ini adalah memenangi pemilu sehingga perumusan nama capres-cawapres yang akan diusung koalisi harus pula memperhatikan elektabilitas.
”Golkar ingin Pak Airlangga, lalu PAN ingin Pak Zulkifli Hasan, dan PPP dengan calonnya sendiri. Meski berbeda-beda, kami tetap akan logis dan obyektif dalam memilih siapa yang memiliki potensi menang terbesar,” ucapnya.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat, sejumlah partai yang berkoalisi sudah menyepakati konsensus politik sehingga perpindahan atau potensi terciptanya koalisi baru akan sulit terjadi. Koalisi yang terbentuk sekarang juga dinilai tidak akan banyak berubah karena semakin terbatasnya pilihan yang dimiliki, khususnya soal capres yang dapat diusung.
Perpindahan partai dari suatu koalisi ke koalisi lain di menit akhir juga dinilai berisiko bagi partai itu sendiri. Selain itu, koalisi yang ada semakin solid karena setiap koalisi sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Hal ini membuat kandidat yang dimiliki masing-masing koalisi memiliki peluang yang sama.
Pemilih muda
Presiden Joko Widodo saat menghadiri peringatan hari ulang tahun ke-8 Partai Solidaritas Indonesia (PSI), di Jakarta, Selasa (31/1) malam, mengungkapkan banyaknya jumlah pemilih berusia 17 hingga 40 tahun di Pemilu 2024. Merujuk pada data Kementerian Dalam Negeri, jumlah pemilih di rentang usia itu hampir 60 persen dari total pemilih.
”(Hal) yang ingin saya sampaikan pertama adalah peluang bahwa nanti di 2024, tahun depan, ada angka baru. Tadi pagi saya tanya ke Kementerian Dalam Negeri berapa sih pemilih berumur 17 sampai di bawah 40, ada 60 persen kurang sedikit. (Ada) 60 persen kurang sedikit. Itu anak-anak muda semuanya,” kata Presiden.
Segmen itulah yang menurut Presiden harus disasar oleh PSI. Segmen tersebut dinilai sangat cocok dengan PSI.
Menurut Presiden, cara meraih suara di 2024 mesti dilakukan dengan mengangkat isu yang pas dengan keinginan pemilih muda. Partai jangan mengangkat isu yang tidak disukai anak muda. ”PSI harus memiliki diferensiasi jika dibandingkan partai-partai lain. Jangan ngikutin mereka, isunya jangan ngikutin mereka. Jangan jadi follower tapi harus jadi trend setter-nya," kata Presiden.
Baca juga: Wacana Koalisi Parpol Nonparlemen, Akankah Layu Sebelum Berkembang?
Ketua Umum PSI Giring Ganesha dalam sambutannya, antara lain, mengutip pesan Presiden, yakni untuk menang harus mau berkeringat, untuk dipedomani oleh kader PSI. Demikian pula kemauan untuk mau turun ke pasar sehingga dapat mengetahui kondisi di lapangan.
Sementara Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengapresiasi visi Presiden dalam kebijakan hilirasi nikel. Kebijakan tersebut dinilainya membuat Indonesia menjadi terdepan dalam perlombaan revolusi kendaraan berbasis listrik di masa depan. (APA)