KPU menggelar uji publik sebagai tindak lanjut putusan MK tentang dapil serta meminta masukan dalam penataan dapil. Penyusunan peraturan KPU diminta merujuk kesimpulan rapat dengan DPR yang dinilai selaras putusan MK.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mengklaim sudah mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 tentang Pembentukan Daerah Pemilihan. Namun, KPU dinilai memaknai secara parsial sehingga hanya memindahkan aturan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum ke peraturan KPU tanpa melakukan evaluasi daerah pemilihan dan alokasi kursi. KPU pun diminta lebih berani menjalankan putusan MK dengan mengingat bahwa hasil konsultasi dan rapat dengan DPR bersifat tidak mengikat.
Anggota KPU, Idham Kholik, Selasa (31/1/2023), mengatakan, kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR pada 11 Januari 2023 menjadi dasar dalam penyusunan peraturan KPU. Kesimpulan rapat, khususnya poin enam, menyebutkan, Komisi II DPR secara bersama dengan Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP bersepakat bahwa penetapan dapil untuk DPR dan DPR provinsi sama dan tidak berubah seperti termaktub dalam lampiran III dan IV UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017.
Idham mengatakan, poin enam kesimpulan rapat itu dinilai telah selaras dengan putusan MK tentang Pembentukan Dapil, khususnya pertimbangan hukum 3.15.4. Dalam pertimbangan itu disebutkan, langkah yang mesti dilakukan adalah mengeluarkan rincian pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi dari lampiran UU Nomor 7 Tahun 2017 serta menyerahkan penetapannya kepada KPU melalui peraturan KPU.
”Hal ini juga kami diskusikan dengan Kementerian Hukum dan HAM. Ternyata, mereka juga menyampaikan pandangan yang sama bahwa ini merupakan satu landasan hukum bagi KPU dalam melakukan pengaturan. Ini selaras dengan kesimpulan RDP,” kata Idham dalam uji publik rancangan dapil DPR dan DPRD provinsi, di Jakarta.
Hal ini juga kami diskusikan dengan Kementerian Hukum dan HAM. Ternyata, mereka juga menyampaikan pandangan yang sama bahwa ini merupakan satu landasan hukum bagi KPU dalam melakukan pengaturan. Ini selaras dengan kesimpulan RDP.
Dalam kesempatan itu, hadir pula perwakilan dari Badan Pengawas Pemilu (Herwyn Jefler Hielsa Malonda); Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (Muhammad Tio Aliansyah); KPU Provinsi dan KIP Aceh; lembaga swadaya masyarakat, seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta Forum Masyarakat Peduli Parlemen; juga perwakilan dari beberapa partai.
Idham menambahkan, KPU menyadari bahwa terdapat beragam pendapat dan suara terkait penataan dapil. Namun, lanjut Idham, apabila amar putusan MK itu dicermati, pada dasarnya KPU tidak melakukan penataan, tetapi hanya pengaturan dapil.
Adapun karena kesimpulan RDP poin keenam selaras dengan putusan MK, maka KPU dalam menetapkan peratuan KPU sama seperti yang ada dalam lampiran UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Perppu Nomor 1 Tahun 2022.
”KPU memahami pertimbangan hukum MK 3.15.4 sebagai mengeluarkan lampiran III dan IV UU Pemilu dan dimasukkan ke dalam peraturan KPU. Itu yang kami pahami,” ucap Idham.
KPU memahami pertimbangan hukum MK 3.15.4 sebagai mengeluarkan lampiran III dan IV UU Pemilu dan dimasukkan ke dalam peraturan KPU. Itu yang kami pahami.
Maka dari itu, kata Idham, KPU melakukan uji publik sebagai tahapan yang harus dilakukan KPU sebagai tindak lanjut dari putusan MK tentang dapil. Saat ini, KPU sedang melakukan finalisasi legal drafting mengenai peraturan KPU sehingga uji publik dilakukan agar mendapatkan masukan ataupun saran terkait dapil. Tujuannya agar dapil yang ditetapkan memenuhi tujuh prinsip penataan dapil, yakni kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan kesinambungan.
Setelah uji publik, KPU akan kembali menggelar rapat konsinyering dan konsultasi dengan DPR. Harapannya, semua proses itu sudah selesai sebelum pengesahan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang dapil pada 9 Februari 2023.
Adapun terkait uji publik, meski ditujukan sebagai sarana memberikan masukan pada KPU, acara tersebut berjalan nyaris tanpa perdebatan ataupun diskusi. Tidak ada pula masukan yang disampaikan peserta uji publik pada KPU. Acara itu bahkan berlangsung hanya dalam waktu kurang dari satu jam.
Sebelumnya, peneliti Perludem yang sempat hadir dalam uji publik, Heroik M Pratama, mengatakan, dirinya sebenarnya hendak memberikan masukan. Namun, sebelum acara masuk ke sesi diskusi, dia harus pulang lebih cepat karena ada urusan mendadak. Meski begitu, Heroik mengatakan ada beberapa hal yang disorotinya terkait penyampaian oleh KPU.
Heroik menilai, KPU memaknai putusan MK secara parsial dengan sekadar mengeluarkan lampiran III dan IV dari UU Pemilu, lalu memasukkannya ke peraturan KPU. Dengan demikian, tidak ada evaluasi baik berupa pergeseran alokasi kursi maupun penataan ulang dapil seperti yang dimohonkan Perludem kepada MK.
”Padahal, dalam pertimbangan hukum 3.16, MK memerintahkan KPU melakukan evaluasi terhadap alokasi kursi dan dapil yang diatur UU Pemilu. KPU berwenang untuk melakukan evaluasi ulang untuk melihat apakah alokasi kursi sudah memenuhi tujuh prinsip?” kata Heroik.
KPU memaknai putusan MK secara parsial dengan sekadar mengeluarkan lampiran III dan IV dari UU Pemilu, lalu memasukkannya ke peraturan KPU. Dengan demikian, tidak ada evaluasi baik berupa pergeseran alokasi kursi maupun penataan ulang dapil seperti yang dimohonkan Perludem pada MK.
Dalam naskah uji publik yang dibagikan kepada peserta, Heroik melihat masih ada beberapa dapil yang bermasalah. Dapil 3 Jawa Barat, misalnya, masih terdapat penggabungan antara Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur. Padahal, kata Heroik, Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur tidak memenuhi prinsip integralitas wilayah. Itu karena Kota Bogor berada di antara Kabupaten Bogor sehingga tidak berbatasan langsung atau beririsan dengan Kabupaten Cianjur.
Selain itu, Heroik juga menyoroti sikap KPU yang menyatakan bahwa tidak akan ada perubahan atas kesimpulan rapat RDP. Menurut Heroik, MK memang mengatakan bahwa dalam menyusun peraturan tentang dapil KPU harus tetap berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. Namun, MK juga mengingatkan KPU tentang adanya Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016 yang menyebutkan bahwa kesimpulan dari konsultasi itu bersifat tidak mengikat.
Atas dasar itu, Heroik pun meminta KPU lebih berani menjalankan putusan MK meski tidak sesuai dengan hasil konsultasi dengan DPR. Apabila tetap menjalankan sesuai kesimpulan RDP dengan hanya memindahkan aturan dalam UU Pemilu ke Peraturan KPU, maka KPU dinilai tidak menjalankan putusan MK. Jika KPU tidak menjalankan putusan MK, Heroik khawatir hal itu akan menjadi masalah yang dipersoalkan peserta pemilu nantinya.