Utamakan "Reshuffle" Kabinet untuk Perbaikan Kinerja Pemerintahan
Isu perombakan kabinet berhembus lagi setelah Presiden Joko Widodo bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Jika memang ingin merombak kabinet, Presiden diingatkan agar mengarahkan perombakan bagi perbaikan kinerja.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diminta mengutamakan aspek kinerja dibandingkan politik jika memang ingin mengganti menterinya di Kabinet Indonesia Maju.
Wacana pergantian ini kembali mencuat setelah Presiden memanggil Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, empat hari lalu. Apalagi sebelumnya, PDI-P sebagai parpol utama pendukung pemerintahan mendesak agar kader Nasdem di kabinet diganti menyusul sikap partai itu yang memutuskan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden di Pemilu 2024.
Namun, Presiden saat ditanyakan soal rencana pergantian menteri seusai meluncurkan ASEAN Indonesia 2023, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (29/1/2023), kembali meminta semua pihak untuk menunggu. Jawabannya mirip saat ditanya kemungkinan pergantian menteri akan diumumkan pada Rabu (1/2) yang dalam kalender Jawa bertepatan dengan Rabu pon, hari di mana Presiden biasa mengambil keputusan penting. ”Masa? Rabu Pon? Bener? Ya, nanti tunggu aja,” tutur Presiden.
Presiden pun enggan menjawab saat ditanya apakah substansi pertemuan dengan Paloh termasuk soal pergantian menteri. "Mau tahu aja," ujar Presiden sembari tertawa pelan.
Ditanyakan soal pertemuannya dengan Paloh, Presiden menganggapnya sebagai pertemuan biasa. ”Pertemuannya biasa-biasa saja,” kata Presiden.
Setidaknya sejak Oktober 2022 atau setelah Nasdem memutuskan mengusung Anies, Presiden berulangkali melemparkan sinyal akan merombak untuk keempat kalinya Kabinet Indonesia Maju. PDI-P turut mendukung rencana itu, utamanya bagi politisi Nasdem yang ada dalam kabinet. Ini karena Nasdem sebagai anggota koalisi pemerintahan seharusnya mengusung figur yang tak berbeda pandangan dengan kebijakan politik Presiden sebagai bakal calon presidennya.
Ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan, perombakan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden. Presiden berhak menentukan siapa yang berada di kabinetnya. “Reshuffle (perombakan) itu urusannya Presiden, urusan saya itu beras, cabai, bawang merah, harga ayam,” ujar Zulkifli yang menjabat pula Menteri Perdagangan ini.
Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto menambahkan, Presiden berhak untuk merombak kabinetnya untuk kepentingan apa pun, termasuk kepentingan politik. Bahkan perombakan kabinet yang bernuansa politis dinilainya hal yang wajar dan selalu dilakukan.
Perbaikan kinerja
Kendati demikian, Yandri meyakini, jika ada pergantian menteri tujuannya untuk memperbaiki dan mengoptimalkan kinerja pemerintahan di sisa masa jabatan Jokowi-Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Tidak terlihat intensi untuk sekadar mengganti menteri karena alasan subyektif.
Pada Sabtu (28/1) atau seusai acara Senam Indonesia Cinta Tanah Air (Sicita) yang diselenggarakan PDI-P di depan Gedung Sate, Bandung, Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto juga menyampaikan bahwa PDI-P menyerahkan kewenangan pergantian menteri pada Presiden. ”Kalau reshuffle, kan, hanya bisa terjadi atas kehendak Bapak Presiden dan itu kewenangan Bapak Presiden,” tambah Hasto.
Meski demikian, PDI-P telah memberikan masukan sejumlah nama sebagai opsi menteri. Hanya saja ia enggan menyebutkan siapa saja nama tersebut. ”Tentu saja sebagai partai kami memberikan masukan, tetapi terkait dengan nama, ada aspek-aspek teknis, ini menyangkut masa depan seseorang. Kami mohon maaf tidak bisa menyampaikan,” katanya.
Kebiasaan Presiden melakukan perombakan kabinet pada Rabu Pon juga dikomentarinya. Menurutnya, kebiasaan Presiden itu sebagai preferensi yang biasa dimiliki oleh setiap pemimpin. Kendati demikian, dia mengajak semua pihak menunggu keputusan Presiden.
”Ya, Rabu Pon, berbagai momentum-momentum pada Rabu Pon itu memang sering mengandung sesuatu yang istimewa dalam pengertian muncul kesadaran batin di dalam mengambil keputusan-keputusan strategis. Setiap orang punya preferensi itu,” tuturnya.
Tetap di luar pemerintahan
Bersamaan dengan berkembangnya kabar perombakan kabinet untuk mengganti menteri-menteri dari Nasdem, beredar pula informasi bahwa posisi yang ditinggalkan akan diisi oleh Partai Demokrat. Namun, isu tersebut disangkal oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar.
Renanda mengatakan, pihaknya menghormati hak prerogatif Presiden untuk melakukan perombakan kabinet. Akan tetapi, ia menegaskan, informasi bahwa Demokrat akan bergabung di Kabinet Indonesia Maju tidak benar. Sama sekali tak ada komunikasi antara pihak Istana dan Demokrat menyangkut hal tersebut.
“Andai kata pun ada tawaran untuk masuk kabinet, kami memilih untuk tetap istiqomah sebagai partai yang berada di luar, untuk menjadi penyeimbang dan tetap bersama rakyat memperjuangkan perubahan dan perbaikan,” ujar Renanda.
Peneliti senior pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional Firman Noor melihat, Presiden memang ingin merombak kabinetnya setelah Nasdem memutuskan mengusung Anies sebagai bakal calon presiden di Pemilihan Presiden 2024. Kecenderungan tersebut terbaca dari sinyal yang dilemparkan Jokowi dalam beberapa kesempatan.
Akan tetapi, posisi Nasdem sebagai salah satu partai pengusung Jokowi pada Pemilu 2014 dan 2019 masih dipertimbangkan. Hal itu yang menurut dia menjadi latar belakang di balik pertemuan antara Jokowi dan Surya beberapa hari lalu.
Jadi, kalau pun ada perombakan, Firman memprediksi, masih ada menteri dari Nasdem yang akan dipertahankan sembari mengakomodasi desakan dari PDI-P yang beberapa kali mendesak agar politisi Nasdem di kabinet dievaluasi.
Dalam konteks tersebut, ia pun mengingatkan agar Presiden tetap memprioritaskan ihwal perbaikan kinerja pemerintah dalam merombak kabinet. Dalam perombakan sebelumnya pada Juni 2022, nuansa politis pergantian menteri begitu kuat, sehingga profesionalitas menteri yang masuk kabinet cenderung dinomorduakan.
Saat itu, Presiden memasukkan salah satunya Zulkifli Hasan ke kabinet. Ini merupakan langkah Jokowi memperbesar koalisi parpol pendukung pemerintahan, yakni dengan mengikutsertakan PAN dalam barisannya.
“Pengalaman reshuffle sekadar untuk mengakomodasi parpol tertentu untuk masuk kabinet jangan sampai terulang,” ujarnya.