Jaksa Minta Kuat Mar’uf Tetap Dipidana 8 Tahun Penjara
Jaksa menilai, uraian nota pembelaan tim penasihat hukum Kuat Ma’ruf, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Hutabarat, tidak memiliki dasar yuridis untuk gugurkan tuntutan jaksa.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Jaksa penuntut umum berbincang sebelum sidang dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Nota pembelaan tim penasihat hukum Kuat Ma’ruf dinilai gagal melihat rangkaian peristiwa pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat secara utuh. Oleh karena itu, jaksa meminta majelis hakim untuk menolak seluruh nota pembelaan tersebut dan mengabulkan tuntutan pidana 8 tahun penjara kepada Kuat.
”Berdasarkan keseluruhan rangkaian fakta hukum di atas, kami tim penuntut umum berpendapat bahwa pleidoi tim penasihat hukum haruslah dikesampingkan,” kata Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Dalam kesempatan itu, jaksa menyampaikan bahwa mereka hanya akan menanggapi nota pembelaan penasihat hukum, bukan nota pembelaan pribadi yang dibacakan Kuat. Sebab, nota pribadi Kuat dinilai lebih merupakan curahan hati yang tidak menyentuh pokok perkara tersebut.
Terdakwa Kuat Ma’ruf memasuki ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023). Kuat kembali menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan agenda pembacaan replik.
Menurut jaksa, uraian nota pembelaan tim penasihat hukum tidak memiliki dasar yuridis yang kuat untuk menggugurkan tuntutan jaksa. Oleh karena itu, jaksa meminta kepada majelis hakim untuk menolak seluruh nota pembelaan penasihat hukum Kuat.
Dalam tanggapannya, jaksa membantah seluruh argumentasi yang disampaikan penasihat hukum Kuat. Sebab, fakta yang dikemukakan adalah fakta semu dan parsial yang diperoleh dari keterangan saksi dan ahli yang hanya mendukung argumentasi penasihat hukum. Sebaliknya, menurut jaksa, ketika seluruh fakta hukum dilihat secara utuh, maka terlihat keturutsertaan Kuat dalam tindak pidana pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu itu.
Menurut jaksa, Kuat memang tidak memiliki motif pribadi untuk membunuh Nofriansyah. Namun, dari keterangan dan fakta persidangan, Kuat telah secara patuh dan loyal mengikuti skenario yang disusun Ferdy Sambo.
Dalam kesempatan itu, jaksa membantah uraian pembelaan yang menyatakan bahwa Kuat tidak mengetahui senjata api jenis Steyr yang diletakkan di bagian bawah dasbor kendaraan yang dikemudikan Kuat. Keberangkatan Kuat ke Jakarta juga dinilai merupakan perintah Sambo yang dikomunikasikan melalui Putri Candrawathi.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
Jaksa juga menilai tim penasihat hukum gagal melihat rangkaian peristiwa secara utuh, termasuk fakta bahwa Kuat membawa pisau dari Magelang hingga Jakarta. Sebab, apa yang dilakukan Kuat tersebut merupakan bagian dari perencanaan pembunuhan Nofriansyah. Fakta bahwa Kuat naik ke lantai tiga rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling pun menunjukkan loyalitasnya kepada Sambo dan hal itu dilakukan karena diminta.
Terkait dengan pembelaan Kuat bahwa perintah ”hajar, Chard” yang disampaikan Sambo kepada Richard Eliezer bukanlah perintah untuk menembak Nofriansyah, hal itu dinilai jaksa sebagai cacat logika. Sebab, perintah tersebut tidak ditempatkan dalam rangkaian peristiwa pembunuhan yang ada.