Antisipasi Penyebaran Ekstremisme di Lapas Perlu Dimaksimalkan
”Napi umum di penjara biasanya mencari sandaran agama untuk penebusan dosa karena merasa bersalah. Mereka mendapatkannya dari napi teroris yang mereka anggap berpengetahuan lebih soal agama," kata peneliti IACSP, Rakyan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pasukan Unit Penjinak Bom Polda Jawa Barat membawa barang bukti yang disita dari rumah terduga teroris U alias Said di Kompleks Bojong Malaka Indah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/1).
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran paham ekstrem akibat adanya interaksi antara narapidana umum dan narapidana teroris di dalam lembaga permasyarakatan perlu diantisipasi. Interaksi dinilai menjadi saluran termudah penyebaran paham tersebut, terutama karena narapidana umum merasa butuh sandaran agama. Oleh karena itu, pengawasan perlu dimaksimalkan.
Peneliti terorisme dari International Association for Counter-terrorism and Security Professionals (IACSP), Rakyan Adibrata, mengungkapkan hal itu, Kamis (26/1/2023). Ia menyoroti penyebaran paham ekstrem di lembaga permasyarakatan atau lapas setelah tertangkapnya terduga teroris berinisial AW (39) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (22/1/2023). AW (39) diketahui merupakan mantan narapidana (napi) narkoba dan diduga terpapar paham ekstrem dari napi teroris saat ditahan di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah.
”Ada satu pola yang cukup lama terjadi. Napi umum di dalam penjara biasanya mencari sandaran agama untuk penebusan dosa karena merasa bersalah. Mereka mendapatkannya dari napi teroris yang mereka anggap sosok berpengetahuan lebih soal agama,” kata Rakyan.
Menurut Rakyan, kendati ada sistem satu sel satu orang untuk tahanan teroris, tetapi peluang interaksi dengan napi umum terbuka lebar. Sebab, ada ruang komunal, seperti lapangan atau tempat ibadah, yang mempertemukan para napi dari semua tindak pidana.
Di sisi lain, ada pula napi terorisme yang dihukum ringan karena keterlibatannya belum jauh. Selain hukumannya ringan, napi itu juga tidak ditempatkan di lapas dengan keamanan maksimum. Akibatnya, napi tersebut akan bertemu napi umum dan berinteraksi lebih leluasa dengan mereka.
Namun, Rakyan menekankan, penyebaran paham ekstrem sebenarnya dilakukan secara langsung ataupun tidak. Bisa saja, kata Rakyan, penyebaran terjadi hanya karena interaksi yang intens. ”Ini dinamika hubungan yang tidak bisa dan tidak boleh dilarang serta tidak bisa dibatasi. Jadi, yang penting pengawasan dalam lapas dan luar lapas, khususnya orang-orang yang terdeteksi di dalam lapas berinteraksi cukup intens dengan napi terorisme,” ucap Rakyan.
Rakyan menambahkan, solusi lain ialah memaksimalkan layanan lapas, seperti menyiapkan penyuluh agama dan menempatkannya cukup intens untuk kebutuhan rohani napi. Ini untuk mencegah para napi ”lari” ke napi teroris yang dianggap merupakan solusi untuk menjawab kebutuhan akan bimbingan agama.
Terpapar
Adapun AW (39) ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri karena kerap mengunggah gambar dan video propaganda Negara Islam di Irak Suriah (NIIS) di media sosial. Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan pada Minggu (22/1/2023).
HUMAS PEMKAB LAMONGAN
Sebanyak 31 mantan kombatan dan eks narapidana terorisme juga keluarga eks teroris yang tergabung dalam Laskar Perdamaian pada peringatan Kemerdekaan Ke-73 RI, Jumat (17/8/2018), di Alun alun Lamongan menjadi pasukan kehormatan.
Ramadhan mengatakan, AW juga kerap mengunggah seruan provokatif untuk melakukan aksi teror. Selain itu, AW juga memiliki keinginan melakukan aksi teror dengan menggunakan bahan peledak. Barang bukti yang turut diamankan dalam penangkapan itu adalah dua bom rakitan yang sudah jadi berikut bahan-bahannya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Kamis (25/1/2023), membenarkan bahwa AW merupakan eks napi narkoba. Dedi mengatakan, AW terpapar paham ekstrem dari napi terorisme saat ditahan di Lapas Nusakambangan. Ia menyebut, AW telah berbaiat atau mengucap sumpah setia kepada NIIS.
”Kasus ini sedang kami kembangkan, masih didalami oleh penyidik. Nanti kami lihat keterkaitannya dengan peristiwa bom Astanaanyar, Bandung, dan dengan tersangka terorisme di Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Tangerang,” kata Dedi, di Jakarta.
Sementara itu, Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Kombes Aswin Siregar menuturkan, AW berbaiat ke NIIS dan masuk kelompok Anshorut Daulah (AD). Ia juga mengatakan, AW direkrut oleh salah satu jaringan JAD yang sama-sama tahanan di Lapas Nusakambangan.
Adapun terkait pengawasan di lapas dan luar lapas, Dedi mengatakan, Densus 88 telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Kerja sama dilakukan saat deradikalisasi maupun saat ada indikasi penyebaran paham terorisme. Itu merupakan bentuk preventive strike (pencegahan secara tegas) terhadap para terduga pelaku terorisme.
”Dari kerja sama itu, kami mendapatkan informasi bahwa ada eks napi narkoba berbaiat ke NIIS karena terpapar saat di lapas. Jadi, penangkapan AW pun tak lepas dari pemantauan Densus 88 tersebut," kata Dedi.
Ia juga memastikan, kerja sama terus akan dimaksimalkan demi mencegah terorisme yang merupakan ancaman serius. Upaya pencegahan juga dilakukan Polri untuk memastikan seluruh rangkaian Pemilihan Umum 2024 berjalan aman, lancar, dan tanpa gangguan.