Richard Eliezer Tak Menyangka Diperalat dan Dibohongi
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Richard Eliezer Pudihang Lumiu membacakan nota pembelaan pribadi berjudul ”Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?”.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, mengaku dididik untuk menjadi seorang yang taat, patuh, dan tidak mempertanyakan perintah atasan. Namun, ia tidak menduga kepatuhannya berujung dirinya diperalat, dibohongi, dan disia-siakan oleh atasannya, Ferdy Sambo.
Pernyataan Richard tersebut merupakan bagian dari nota pembelaan atau pleidoi pribadi berjudul ”Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?” yang dibacakannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa, Richard membacakan pleidoi pribadi yang kemudian disusul pembacaan nota pembelaan penasihat hukum.
”Sebagai seorang Brimob (Brigade Mobil) yang latar belakangnya adalah paramiliter, saya dididik untuk taat dan patuh serta tidak mempertanyakan perintah atasan saya. Apabila ada yang menganggap ketaatan dan kepatuhan saya membabi buta, maka hari ini, saya menyerahkan kepada kebijaksanaan majelis hakim,” tutur Richard.
Sidang pembacaan pleidoi Richard mundur sekitar delapan menit dari jadwal semula pukul 19.30. Ketika Richard memasuki ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji PN Jakarta Selatan sekitar pukul 19.36, para penggemarnya melontarkan kata-kata penyemangat. Seorang penggemar bahkan membacakan doa dengan keras yang disambut ”amin” oleh penggemar lainnya.
Seorang penggemar lainnya bahkan menolak ketika diminta keluar ruang sidang. Perempuan tersebut bersikeras duduk di lantai di antara deretan kursi pengunjung. Ia baru bersedia keluar ruang sidang setelah dibujuk anggota polisi tim negosiator.
Pada pagi, sejak pukul 08.00, dukungan juga datang dari teman seangkatan Richard saat pendidikan di Pusat Pendidikan Brimob, Watukosek, Jawa Timur, pada 2019. Terdapat sekitar 30 teman seangkatan Richard yang datang ke PN Jaksel.
Richard menambahkan, ia tidak menduga atau bahkan mengharapkan terjadi peristiwa yang melibatkannya pada masa awal pengabdian sebagai seorang polisi. Sebab, untuk menjadi seorang polisi, kata Richard, ia harus menjalani tes hingga empat kali sejak 2016. Baru pada 2019, ia resmi menjadi polisi.
Dua tahun kemudian atau tepatnya 30 November 2021, Richard dipilih untuk menjadi ajudan Ferdy Sambo di institusi Polri.
”Di usia saya ini, tidak pernah terpikirkan ternyata oleh atasan tempat saya bekerja dan mengabdi, atasan seorang jenderal bintang dua (Sambo) yang saya percaya dan hormati, saya yang hanya seorang prajurit rendah berpangkat Bharada yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata diperalat, dibohongi, dan disia-siakan,” kata Richard.
Ia juga tidak menduga kejujuran yang disampaikannya tidak dihargai. Bahkan, kata Richard, kejujuran itu membuatnya dimusuhi. Hal itu membuat perasaan dan mentalnya menjadi goyah.
Kendati demikian, Richard mengatakan, apa yang dialaminya itu akan ia jadikan pembelajaran penting untuk pendewasaan diri. Adapun ikrar dan janji setia terhadap negara dan pimpinan akan terus ia jaga.
”Apakah saya harus bersikap pasrah terhadap arti keadilan atas kejujuran? Saya akan tetap berkeyakinan bahwa kepatuhan, kejujuran adalah segala-galanya dan keadilan nyata bagi mereka yang mencarinya,” kata Richard.
Dalam nota pembelaannya, Richard juga menyampaikan permintaan maaf untuk beberapa pihak, termasuk keluarga Nofriansyah. Richard meminta pengampunan atas apa yang telah terjadi kepada Nofriansyah dan keluarganya.
Sambil menahan tangis, Richard juga meminta maaf pada orangtua, keluarga, dan tunangannya. Khusus tunangannya, ia meminta maaf karena rencana pernikahan harus tertunda. Ia juga meminta tunangannya untuk bersabar menunggunya menjalani proses hukum.
Apabila proses hukum tersebut berjalan lama, Richard mengaku tidak akan memaksa tunangannya menunggu. ”Saya ikhlas apa pun keputusanmu karena bahagiamu adalah bahagiaku juga,” ujarnya.
Richard juga menyampaikan permohonan maaf kepada Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Purnomo serta semua penyidik dalam perkara pembunuhan Brigadir J. Sebab, ia sempat tidak berkata yang sebenarnya. Hal itu, menurut Richard, membuatnya selalu merasa bersalah dan merasa mengalami pertentangan batin.
”Akhirnya saya dapat menemukan jalan kebenaran dalam diri saya untuk mengungkap dan menyatakan kejujuran,” ucap Richard.
Pada akhir pleidoi, Richard berharap majelis hakim memberikan putusan seadil-adilnya. ”Kalaulah karena pengabdian saya sebagai ajudan menjadikan saya seorang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan majelis hakim, selebihnya saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan,” ujar Richard.