Tambah Kekuatan, Koalisi Berebut Parpol
Sejumlah partai politik yang belum berkoalisi menjadi incaran untuk menambah kekuatan koalisi yang telah terbentuk. Upaya menggaet parpol umumnya terkendala kekhawatiran pembagian kekuasaan setelah bergabung di koalisi.
> Koalisi Indonesia Baru berupaya menggaet sejumlah parpol yang belum atau masih dalam proses pembentukan koalisi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> PKS menjalin komunikasi dengan semua parpol, baik yang berada di parlemen maupun non-parlemen, untuk pembentukan koalisi.
> Persaingan untuk menggaet parpol ke dalam koalisi menunjukkan upaya untuk membentuk kartel politik terkait dengan pilpres.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah koalisi partai politik yang telah terbentuk terus berupaya menambah kekuatan dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2024. Persaingan memperebutkan parpol yang belum berkoalisi pun tak terhindarkan. Situasi ini diperkirakan masih akan terus terjadi hingga mendekati waktu pendaftaran calon presiden dan wakil presiden yang jatuh pada Oktober 2023.
Setahun jelang Pilpres 2024, persaingan antarparpol untuk mencari rekan koalisi masih terus terjadi. Tidak hanya pada parpol yang belum berkoalisi, hal yang sama juga dilakukan sejumlah partai yang telah mendeklarasikan koalisi secara resmi.
Koalisi dimaksud adalah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta Koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi mengatakan, jika melihat perkembangan terkini, nuansa persaingan untuk menambah kekuatan koalisi masih terus terjadi. Sebagai koalisi yang masih terbuka, KIB berupaya menggaet sejumlah parpol yang belum atau masih dalam proses pembentukan koalisi. Untuk memenangi hati parpol yang diincar, pihaknya mengintensifkan komunikasi politik secara informal.
Namun, langkah itu tidak serta-merta berhasil karena hal serupa juga dilakukan oleh poros koalisi lain.
”Biasanya setiap sudah mau gol, terbuka lagi peluang di tempat lain. Akhirnya terjadi tarik-menarik, plus minus, ya itu hal yang wajar,” kata Baidowi, Rabu (25/1/2023).
Ia mengungkapkan, upaya untuk menambah anggota baru kerap terkendala soal pembagian kekuasaan dalam koalisi. Parpol umumnya khawatir diposisikan tidak setara dengan parpol lain yang lebih dulu bergabung atau pemrakarsa koalisi. Padahal, dalam komunikasi politiknya, KIB selalu menekankan bahwa semua anggota memiliki kesempatan dan bisa mendapatkan keuntungan yang setara.
Kendati demikian, ia memastikan, sudah ada parpol yang akan bergabung memperkuat KIB. Koalisi akan mendeklarasikan anggota baru itu sebelum Maret mendatang. Untuk mempersiapkannya, tiga parpol anggota KIB masih akan melakukan beberapa rapat.
Baca juga: Koalisi Dini, Ikhtiar Parpol Lepas dari Bayang-bayang Figur Capres
Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto menambahkan, komunikasi politik untuk menambah kekuatan koalisi memang terus dilakukan. KIB memandang, semakin banyak anggota koalisi akan semakin baik.
Namun, bukan masalah besar pula jika KIB tetap beranggotakan tiga parpol. Dengan gabungan kursi dan perolehan suara yang ada, KIB sudah bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presiden sesuai dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden di Undang-Undang Pemilu.
”Menurut PAN, sebelum janur kuning melengkung, kalau istilahnya orang mau menikah, sebelum ijab kabul semua peluang masih bisa terbuka,” kata Yandri.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya juga terus berupaya menambah kekuatan Koalisi Gerindra-PKB. Komunikasi intens dengan sejumlah parpol telah terbangun. Tidak tertutup kemungkinan pula parpol dimaksud akan segera bergabung.
Baca juga: Manuver ”Pasukan Udara” Parpol Merengkuh Warganet
Meski tidak menyebutkan secara spesifik, Muzani memastikan parpol lain itu adalah salah satu dari sembilan parpol yang ada di parlemen. ”Partai yang berkomunikasi semakin intens dengan kami, ya, parpol yang ada di Senayan,” ujarnya.
Pendekatan informal
Dari sembilan parpol yang ada di parlemen periode 2019-2024, lima di antaranya sudah tergabung dalam dua poros koalisi untuk menghadapi Pilpres 2024.
Sementara itu, masih ada empat parpol yang belum berkoalisi, di antaranya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sebagai parpol pemenang Pemilu 2019, PDI-P merupakan satu-satunya parpol yang tidak membutuhkan koalisi untuk mengikuti Pilpres 2024 karena perolehan kursi atau suara nasionalnya sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden.
Selain PDI-P, ada pula Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang masih dalam proses pembentukan koalisi. Walaupun komunikasi intens di antara ketiga parpol telah dijalin dalam beberapa bulan terakhir, koalisi belum juga terbentuk secara resmi. Pembentukan koalisi disebut terkendala belum adanya kesepakatan mengenai sosok capres dan cawapres yang akan diusung.
Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri mengakui, pihaknya menjalin komunikasi dengan semua parpol, baik yang berada di parlemen maupun non-parlemen. Ia tidak menyangkal, pembicaraan dan tawaran untuk bergabung dengan KIB dan Koalisi Gerindra-PKB pun sempat terjadi meski secara informal.
”Secara resmi belum,” ujarnya.
Mabruri melanjutkan, preferensi PKS saat ini masih mengarah kepada Nasdem dan Demokrat. Di antara pembicaraan dan tawaran dari koalisi lain, pihaknya masih memprioritaskan koalisi yang menurut rencana akan diberi nama Koalisi Perubahan itu.
”Insya Allah Koalisi Perubahan pilihan terbaik,” ujarnya.
Baca juga: Surya Paloh, Anies, dan Sembilan Jam yang Menentukan
Kartel politik
Peneliti pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengatakan, persaingan untuk menggaet parpol ke dalam koalisi itu menunjukkan upaya untuk membentuk kartel politik terkait dengan pilpres. Semakin banyak parpol yang direkrut, semakin cepat pula koalisi bisa mengunci nominasi capres dan cawapres. Dalam jangka pendek, hal tersebut akan mempercepat proses penentuan figur yang akan diusung.
Ia menambahkan, upaya pembentukan kartel politik juga dilakukan untuk mendapatkan keuntungan secara elektoral. Bagi parpol yang memiliki basis massa konstituen yang besar, kartel politik bermanfaat untuk memperbesar pemilih non-konstituen. Sementara itu, bagi parpol menengah, langkah ini merupakan cara untuk merebut ceruk pemilih partai besar dan pemilih pemula.
”Fase perebutan parpol itu masih akan berlangsung hingga menjelang pendaftaran capres dan cawapres ke Komisi Pemilihan Umum,” kata Wasisto.
Menurut dia, persaingan antarkoalisi itu bisa memperlihatkan kepada masyarakat koalisi mana yang dibentuk atas dasar pragmatis atau idealis. Namun, di sisi lain, hal tersebut juga merugikan bagi publik karena semakin lama koalisi terbentuk, semakin lama pula penentuan pasangan capres/cawapres. Dengan begitu, waktu bagi untuk mengenal lebih dalam sosok yang akan dipilih juga semakin sempit.