Pemilih Muda Menjadi Pertimbangan Partai Politik Menjaring Caleg
Sejumlah partai politik mengincar suara anak muda karena 40 persen pemilih baru di Pemilu 2024 adalah generasi Z. Segala upaya pun dilakukan untuk menjaring caleg usia muda, sekaligus sebagai regenerasi partai.

Bendera partai politik dipasang di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (17/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Pemilu 2024, partai politik mulai menjaring calon anggota legislatif dengan harapan mendapatkan sosok yang tepat agar partai bisa mendulang kemenangan. Diprediksi suara kelompok muda menjadi potensi sumber suara yang besar bagi partai politik. Untuk itu, meraih suara anak muda menjadi salah satu fokus besar partai politik.
- Parpol mengincar suara muda karena 40 persen pemilih pemula dari generasi Z.
- Parpol berupaya adakan program yang bermanfaat bagi kelompok usia muda.
- Menjaring calon anggota legislatif berusia muda di setiap daerah pemilihan.
- Pengamat politik menilai, cara parpol menjaring caleg masih gunakan pola lama, seperti dari relasi keluarga dan kalangan pengusaha yang memiliki modal.
Beberapa partai pun mulai mengakomodasi kepentingan anak muda sebagai strategi pemenangan. Meskipun begitu, pola penjaringan calon anggota legislatif di Indonesia masih belum berjalan dengan demokratis karena hanya menempatkan faktor elektabilitas dan popularitas semata, yang membuat pertarungan ide dan program kerja menjadi nomor dua.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Erico Sotarduga menjelaskan, pihaknya sudah mulai menjaring calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2024, serta memetakan potensi suara kelompok muda. Pemetaan ini diperlukan karena tidak semua daerah memiliki kelompok muda yang signifikan.
”Pertama kami memetakan bahwa 40 persen pemilih baru di Pemilu 2024 adalah generasi Z. Untuk itu, di penjaringan caleg, kami terbuka karena banyak sekali yang mau nyaleg dari PDI-P. Tapi, kami minta mereka menunjukkan kemampuan dulu untuk menggaet suara kelompok muda,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Meskipun begitu, Erico menambahkan, pemilihan caleg PDI-P untuk Pemilu 2024 harus dibarengi pula dengan program perekrutan dan pembinaan kalangan muda di tingkat masyarakat. Karena itu, ia meminta setiap orang yang ingin maju lewat PDI-P untuk terlebih dahulu membuktikan diri di masyarakat dengan menginisiasi berbagai program yang memang bisa memberikan dampak bagi masyarakat, khususnya kelompok muda.
Baca juga: Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Partai Jadi Garda Terdepan Penentu Kualitas Caleg

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto dan Wakil Sekjen PDI-P Erico Sotarduga (melambaikan tangan) bersiap mengikuti rapat kembali setelah memberikan keterangan kepada awak media saat berlangsung Rapat Kerja Nasional PDI-P di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Selain itu, PDI-P kini juga mewajibkan dewan pimpinan daerah (DPD) untuk minimal mencalonkan satu caleg berusia muda di setiap daerah pemilihan (dapil).
”Khusus di DPD DKI Jakarta, atas instruksi partai, karena kelompok anak mudanya banyak. DPD harus mencalonkan minimal satu anak muda. Ini juga bentuk regenerasi kami di partai. Namun, bukan sembarang anak muda, tapi dia sudah terkenal memiliki program baik dan kegiatan positif di masyarakat,” ucapnya.
PDI-P memiliki banyak sayap partai yang ditujukan untuk merekrut kader-kader muda melalui program pembinaan seperti Banteng Muda, Taruna Merah Putih, dan Relawan Perjuangan Demokrasi. Strategi ini dilakukan agar masyarakat semakin mengenal partai ini sehingga popularitasnya tetap tinggi.
”Program ini konsisten kami adakan bukan karena pemilu saja, tapi tidak pemilu juga kami lakukan. Ini menunjukkan kehadiran PDI-P di masyarakat,” ucapnya.
Erico mengatakan, konsistensi program pembinaan yang dijalankan partainya membuat PDI-P memiliki tingkat elektabilitas dan popularitas tinggi. Hasilnya, dengan popularitas partai yang tinggi, PDI-P percaya tetap akan mampu mendulang suara besar meski pemilu dilakukan dengan sistem proporsional terbuka ataupun tertutup.
Meskipun begitu, Erico menilai sistem proporsional tertutup dinilai lebih baik karena dapat meminimalkan praktik politik uang. ”Sistem proporsional terbuka kami siap, sistem proporsional tertutup kami juga siap. Image PDI-P ini bisa kuat karena kami merawat program-program pembinaan ini di masyarakat,” ujarnya.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung diwawancarai wartawan seusai mengikuti Rapat Paripurna DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/2/2022). Dalam rapat tersebut Ahmad Doli menyampaikan laporan hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu oleh Komisi II DPR.
Turun ke lapangan
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya Ahmad Doli Kurnia menjelaskan, proses penjaringan bakal caleg (bacaleg) di partainya sudah berjalan. Pada Maret 2023, mayoritas nama akan terkumpul, yang kemudian akan disaring lagi hingga mendekati masa pengumuman daftar caleg sementara (DCS) pada pertengahan tahun ini.
Para bakal caleg yang sudah dikantongi Golkar ini pun telah diperintahkan untuk turun ke masyarakat agar mulai menjaring suara untuk pemenangan Pemilu 2024. Doli menyebut kriteria utama caleg yang akan diusung Golkar adalah mereka yang menunjukkan kontribusi besar bagi Golkar.
”Kami sudah menjaring bacaleg dan kami sudah minta mereka untuk turun ke lapangan membuktikan apakah mereka mampu mendapatkan suara-suara untuk Golkar. Nanti menjelang DCS (daftar calon sementara) nama-nama bacaleg itu akan disaring lagi,” ucap pria yang juga Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat Golkar ini.
Doli memastikan penjaringan caleg yang dilakukan partainya terbuka untuk berbagai kalangan, baik artis, pengusaha, maupun jenis profesi lainnya. Meskipun begitu, partainya memang akan memprioritaskan kader partai untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif di partainya karena memang terbukti memiliki kontribusi besar bagi kemenangan Golkar di pemilu sebelumnya.
”Kami jaring caleg yang sejauh mana dia bisa mendapatkan suara, bebas dari mana saja. Kader memang kami utamakan karena kontribusinya sudah terbukti. Tapi, kalau ada kader yang kontribusinya meraih suara kurang maksimal ke partai, tentu kami tidak calonkan juga,” ucapnya.
Baca juga : Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Mendekatkan Pilihan Rakyat

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Putra menerangkan, dalam menjaring caleg, partainya sangat terbuka bagi setiap orang. Proses penjaringan dilakukan dengan terbuka dan indikator yang jelas agar Demokrat mendapatkan calon yang tepat di Pemilu 2024. Proses penjaringan pun sudah diintegrasikan dari daerah hingga pusat.
”Sesuai visi Mas Ketum AHY (Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono), Partai Demokrat harus menjadi smart modern party, maka proses pencalegan dari Demokrat harus terbuka dan transparan,” ucapnya.
Senada dengan Erico, Zaky menyebut pihaknya mencoba untuk meraih suara anak muda dengan menawarkan caleg berusia muda pula. Agar hal ini bisa dilakukan, Partai Demokrat pun mulai mentransformasikan diri dengan membentuk kepengurusan partai yang beranggotakan pengurus berusia muda.
Baca juga: Kerja Caleg Jadi Andalan untuk Mendongkrak Elektabilitas
Bagi Demokrat, mendapatkan caleg muda potensial yang digemari kaum milenial harus tecermin dari struktur kepengurusan partai itu sendiri. ”Di kepengurusan DPP atau DPD Demokrat itu pengurusnya 40 persen berusia di bawah 42 tahun, bahkan di daerah jumlahnya ada yang 60 persen. Kepengurusan kami heavy milenial dan perempuan. Karena bagi kami, untuk menjaring anak muda menjadi caleg atau mau memilih, harus dilakukan mulai dari hulu-nya,” ucapnya.
Adapun sejumlah indikator utama yang digunakan Demokrat adalah kompetensi dan kapabilitas. Meskipun begitu, Demokrat tetap terbuka bagi figur-figur populer untuk bergabung.
”Kami terbuka untuk figur populer, tapi popularitas itu tetap harus mereka buktikan dengan turun langsung ke masyarakat. Mereka diminta untuk merekrut 200 kader, contohnya. Kita punya angka indikatornya,” ujarnya.

Warga melintas di depan poster caleg yang masih terpasang di salah satu sudut Kota Tangerang, Banten, Minggu (27/4/2014). Keberadaan poster caleg seusai pencoblosan itu hanya menambah poster sampah politik di sudut-sudut kota.
Pola pencalegan
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies Arya Fernandes menjelaskan, pada praktiknya, pola perekrutan caleg yang dilakukan partai politik masih tidak banyak berubah. Pola-pola ini dilakukan karena memang efektif untuk mendapatkan suara.
Pertama, partai menjaring caleg dari petahana atau mantan kepala daerah karena probabilitas terpilihnya sangat besar. Para petahana dinilai memiliki basis suara yang tinggi sehingga peluang menang semakin lebar.
Kedua, partai politik mencalonkan anggota keluarga dari dinasti politik lokal, misalnya saudara atau saudari dari seorang kepala daerah. Hal ini juga memudahkan partai untuk mendulang suara karena anggota keluarga dari dinasti politik memiliki persentase kemenangan yang besar.
Ketiga, partai politik menjaring caleg dari kalangan pengusaha karena memiliki modal yang besar. ”Partai masih mengandalkan elektabilitas dan probabilitas. Hasilnya pencalonan caleg berbasis ide dan program kerja hanya menjadi faktor sekunder,” ucapnya.
Sayangnya, dampak lain dari pola penjaringan caleg yang hanya berorientasi pada kemenangan ini adalah semakin banyak kelompok yang antipati dengan politik, khususnya kelompok muda. Pola penjaringan caleg tersebut buruk untuk demokrasi karena kesempatan untuk meniti karier politik sangat bergantung pada popularitas dan kedekatan semata.
”Perlu ada terobosan seperti kebijakan kuota khusus untuk anak-anak muda nantinya sehingga partai setidaknya mau menampung suara anak muda. Sekarang, anak-anak muda yang punya ide besar menjadi pesimistis karena harus bertarung dengan politisi senior yang memiliki modal,” tuturnya.