DPR: Paling Urgen Dana Desa, Bukan Jabatan Kepala Desa
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan, yang mendesak direvisi aturan penggunaan dana desa, bukan jabatan kades. Kades dan aparat desa perlu diberi perlindungan gunakan dana desa agar tak terjerat korupsi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, MAWAR KUSUMA WULAN, Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Salah satu spanduk tuntutan massa aksi yang terpasang di depan gerbang utama gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/1/2022). Ribuan kepala desa yang tergabung ke dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka meminta pemerintah untuk merevisi Undang-Undang (UU) Desa Nomor 6 Tahun 2014 pasal 39 ayat (1) tentang masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Menurut massa aksi, masa jabatan 6 tahun tidak cukup untuk membenahi desa. Polarisasi warga yang sulit diredam dan cenderung memanjang akibat pemilihan kepala desa juga membuat pekerjaan kepala desa terpilih menjadi sulit untuk terealisasi dalam 6 tahun.
JAKARTA, KOMPAS - Komisi II DPR sejak 2019 berinisiatif mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ke Badan Legislatif DPR. Alasannya, beberapa kali DPR menerima kepala desa dan aparat desa yang meminta undang-undang itu direvisi. Usulnya, antara lain, meminta perpanjangan masa jabatan kades dari enam jadi sembilan tahun.
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang, asal Fraksi PDI-P, mengatakan, yang sebenarnya mendesak direvisi adalah aturan penggunaan dana desa. ”Kades dan aparat desa perlu diberi perlindungan menggunakan dana desa tanpa terganggu aparat penegak hukum. Ada kekhawatiran penggunaan dana itu bisa membuat kades dan aparat desa terjerat hukum,” ujar Junimart, Selasa (24/1/2023).
Terkait usulan asosiasi kades untuk memperpanjang jabatan kades, DPR akan membahas bersama pemerintah secara mendalam dalam naskah akademik revisi UU Desa,” ucap Junimart.
DPR, menurut Junimart, akan menjaring terlebih dahulu masukan masyarakat desa dan tidak hanya kades atau aparat desa. Menurut dia, tak tepat jika alasan konflik pemilihan kepala desa jadi alasan perpanjangan masa jabatan. ”Keberhasilan membangun desa tergantung kades itu sendiri. Kades dituntut mampu meredam dan membangun komunikasi dengan warganya. Walaupun dikasih 9-10 tahun tak menjamin juga (teredam konflik pascapilkades),” katanya.
”Kades dan aparat desa perlu diberi perlindungan menggunakan dana desa tanpa terganggu aparat penegak hukum. Ada kekhawatiran penggunaan dana itu bisa membuat kades dan aparat desa terjerat hukum”
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang sesuai rapat kerja dengan Kejaksaan Agung di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (31/1).
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengemukakan, usulan revisi UU Desa, salah satunya untuk memperpanjang jabatan kades, sejak 2019 diajukan dalam Program Legislasi Nasional. Namun, belum mendapat respons pemerintah. Penyempurnaan aturan perlu untuk perkuat institusi dan perangkat desa mendorong percepatan pembangunan desa.
”Kalau usulan perpanjangan tersebut mau dibahas, ya, undang-undangnya harus direvisi. Dalam proses revisi bisa terlihat, jangan-jangan masa jabatannya harus 12 tahun. Ini perlu kajian dan berperspektif percepatan ekonomi desa,” ucapnya.
FAKHRI FADLURROHMAN
Ribuan kepala desa meneriakkan yel-yel saat melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/1/2022). Ribuan kepala desa yang tergabung ke dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka meminta pemerintah untuk merevisi Undang-Undang (UU) Desa Nomor 6 Tahun 2014 pasal 39 ayat (1) tentang masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Mengenai santernya kabar yang menyebut usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa dihembuskan oleh beberapa partai politik tertentu, Doli meminta agar hal tersebut tidak menjadi konsumsi politik.
“Biarkan bapak kepala desa bekerja sebagai Kades, mengayomi masyarakatnya. Jangan dibawa-bawa ke partai politik. Kalau mereka usulkan 9 tahun itu hak mereka, apakah usulannya diterima akan ditentukan, tentu nantinya lewat kemauan merevisi undang-undang desa”
“Biarkan bapak kepala desa bekerja sebagai Kades, mengayomi masyarakatnya. Jangan dibawa-bawa ke partai politik. Kalau mereka usulkan 9 tahun itu hak mereka, apakah usulannya diterima akan ditentukan, tentu nantinya lewat kemauan merevisi undang-undang desa,” ucapnya.
Adapun peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, M Nur Ramadhan, menyatakan, tuntutan memperpanjang jabatan kades tak mendasar, dipaksakan, dan cenderung transaksional. Sebab, jika dikalkulasikan, jabatan kades sembilan tahun akan memungkinkan menjabat hingga 27 tahun. Menurut undang-undang, kades bisa menjabat tiga periode.
”Hal ini bertolak belakang dengan semangat pembatasan kekuasaan dalam prinsip negara hukum di Indonesia. Masa jabatan yang panjang membuka peluang korupsi lebih besar serta melanggar dan mengkhianati prinsip demokrasi yang susah payah dibangun sejak dulu,” kata Ramadhan.Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpendapat, wacana perpanjangan jabatan kades rawan dipolitisasi, apalagi muncul di tahun politik.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Ahmas Doli Kurnia
Presiden silakan ke DPR
”Ya, yang namanya keinginan, yang namanya aspirasi itu silakan disampaikan ke DPR. Tetapi, yang jelas undang-undangnya jelas membatasi enam tahun dan tiga periode. Prosesnya silakan, ada di DPR”
Sementara itu, seusai meninjau proyek Sodetan Kali Ciliwung di Jakarta Timur, Presiden Joko Widodo mempersilakan para kades menyampaikan usulan perpanjangan masa jabatan ke DPR.Saat ditanya bagaimana tanggapan masa jabatan kades jadi sembilan tahun, apakah Presiden setuju?
”Ya, yang namanya keinginan, yang namanya aspirasi itu silakan disampaikan ke DPR. Tetapi, yang jelas undang-undangnya jelas membatasi enam tahun dan tiga periode. Prosesnya silakan, ada di DPR,” kata Presiden.
Sebelumnya, politikus PDI-P, Budiman Sudjatmiko, seusai bertemu Presiden di Istana Merdeka setelah unjuk rasa ribuan kepala desa di Gedung DPR, mengatakan, Presiden sepakat dengan tuntutan itu karena dinamika di desa berbeda dengan kabupaten atau kota pasca-pilkades (Kompas, 24/1/2023).