Sebulan Berlalu, DKPP Didesak Prioritaskan Kasus Verifikasi Faktual Parpol
"Jika melihat kondisi faktual, hal ini bukan permasalahan bisa atau tidak bisa, melainkan mau atau tidak mau mengusutnya. Jangan sampai DKPP justru menjadi bagian yang ingin meredam," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari satu bulan setelah aduan dugaan pelanggaran etik kecurangan terkait tahapan verifikasi partai politik calon peserta pemilu dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, sidang tidak kunjung dilakukan. Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak DKPP agar memprioritaskan penanganan perkara dugaan kecurangan pemilu.
Lambatnya penanganan perkara dikhawatirkan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk membungkan pelapor agar tidak melanjutkan pengaduan. Apalagi, satu dari dua aduan dugaan pelanggaran etik kecurangan pemilu telah dicabut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, Senin (23/1) menilai, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) lambat dalam memproses penanganan perkara dugaan pelanggaran etik kecurangan pemilu. Lebih dari satu bulan sejak laporan pertama masuk ke DKPP, 21 Desember 2022, penanganan perkara masih di tahap verifikasi administrasi hasil perbaikan.
Lambatnya penanganan, lanjutnya, tecermin ketika DKPP melakukan verifikasi kelengkapan dokuman aduan. Merujuk Pasal 13 Ayat (8) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu, DKPP seharusnya memberitahukan perkembangan kepada pengadu paling lambat lima hari setelah dokumen diterima. Namun, DKPP baru mengirimkan perkembangan pelaporan pada 5 Januari 2023.
”Dari sini sudah jelas lembaga pengawas etik tersebut bersikap tidak profesional karena baru menginformasikan hasil pemeriksaan administrasi setelah sebelas hari dokumen diterima,” ujar Kurnia.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak agar DKPP bertindak cepat dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik tersebut. Sebab, indikasi kecurangan pemilu yang dilakukan oknum KPU RI serta sejumlah KPU provinsi dan kabupaten/kota dinilai sudah terang benderang dan muncul di publik. Bukti-bukti itu antara lain kesaksian anggota KPU daerah, dokumen, serta rekaman suara dari anggota KPU RI.
”Jika melihat kondisi faktual, hal ini bukan permasalahan bisa atau tidak bisa, melainkan mau atau tidak mau mengusutnya. Jangan sampai DKPP justru menjadi bagian yang ingin meredam kecurangan pemilu ini dengan melindungi pimpinan KPU RI," tutur Kurnia.
Lambatnya penanganan pengaduan oleh DKPP, menurut Kurnia, bisa berdampak pada pengucilan, kerentanan perlindungan, gangguan terhadap rasa aman, dan keselamatan pengadu serta pihak-pihak yang ingin menegakkan integritas pemilu. Sebab, ada kemungkinan dari oknum tertentu untuk membungkam dan mengondisikan para pihak agar tidak melanjutkan upaya-upaya di DKPP.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menambahkan, DKPP seharusnya memprioritaskan proses hukum pengaduan dugaan pelanggaran etik kecurangan pemilu. Sebab aduan itu terkait dengan dugaan pelanggaran di tingkat KPU RI yang berisiko kepada ketidakpercayaan pada proses penyelenggaraan pemilu secara menyeluruh.
”DKPP perlu bekerja tertib dengan hukum acaranya, transparan, dan akuntabel. Menginfokan perkembangan proses laporan pengaduan yang ditangani kepada publik,” tuturnya.
Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, dari dua aduan dugaan pelanggaran kode etik terkait tahapan verifikasi partai politik calon peserta pemilu, satu di antaranya telah dicabut. Aduan yang dicabut adalah laporan dari anggota KPU kabupaten yang masuk pada Kamis (29/12/2022). Dengan demikian, penanganan perkara dugaan pelanggaran etik kecurangan pemilu hanya dilakukan pada aduan yang masuk pada Rabu (21/12/2022).
”Pengaduan dicabut pada 13 Januari, sehari setelah verifikasi administrasinya dinyatakan lengkap. Aduan tidak akan dilanjutkan karena perkaranya belum diregister dan masuk dalam persidangan," ujarnya.
Dewa mengatakan, permintaan pencabutan aduan masuk melalui surat elektronik DKPP. Pihaknya kemudian meminta klarifikasi atas permintaan tersebut dan dilanjutkan dengan meminta pengadu melengkapi administrasi pencabutan pengaduan. Permohonan pencabutan aduan kemudian dibahas dalam rapat DKPP pada Selasa (17/1) dan hasilnya pencabutan diterima karena administrasi pencabutan telah lengkap dan memenuhi syarat, yang kemudian dituangkan dalam berita acara.
Terkait satu pengaduan dugaan pelanggaran etik kecurangan pemilu yang tersisa, lanjutnya, DKPP akan melakukan verifikasi administrasi hasil perbaikan pada Rabu (24/1) mendatang. Jika dokumen dinyatakan lengkap, akan dilanjutkan dengan verifikasi materiil. ”Tidak ada tenggat lamanya verifikasi materiil, tetapi kami berprinsip agar bisa segera diselesaikan,” kata Dewa.