Dinamika Eksternal Tentukan Pasangan Capres dan Cawapres Gerindra-PKB
Koalisi Gerindra dan PKB mencermati dinamika politik eksternal, utamanya peta koalisi partai politik, sebelum memutuskan capres-cawapres yang diusung di Pilpres 2024.
> Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar bertemu empat mata selama hampir satu jam.
> Prabowo Subianto mempertimbangkan banyak hal untuk penentuan capres-cawapres Gerindra dan PKB.
> Peta koalisi politik untuk Pilpres 2024 jadi salah satu pertimbangan penentuan capres-cawapres.
JAKARTA, KOMPAS — Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa masih menghitung dinamika politik yang berkembang di luar koalisi untuk menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung. Kedua pihak mengklaim, bakal ada partai politik yang akan bergabung ke koalisi. Kekuatan tambahan dinilai perlu karena prospek elektoral kandidat potensial yang dimiliki keduanya belum optimal untuk menghadapi Pemilihan Presiden 2024.
Meski sudah lima bulan terbentuk, Koalisi Partai Gerindra dan PKB belum juga menentukan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024. Negosiasi antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar masih terus berlangsung. Terakhir, keduanya bertemu di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Senin (23/1/2023).
Pertemuan yang terjadi hampir satu jam itu berlanjut saat keduanya berada di satu mobil dalam perjalanan menuju sekretariat bersama koalisi di Jalan Ki Mangunsarkoro, Menteng Pusat, Jakarta. Prabowo dan Muhaimin meresmikan sekber pada hari yang sama.
Seusai meresmikan sekber, Prabowo membenarkan, ketika bertemu secara empat mata, Muhaimin menyampaikan hasil rekomendasi Ijtima Ulama Nusantara 2023 yang diselenggarakan pada pertengahan Januari lalu. Para ulama mendukung Muhaimin untuk menjadi capres atau cawapres 2024. Muhaimin pun diberi tenggat untuk menentukan pasangannya hingga bulan Ramadhan yang jatuh pada Maret 2023.
Baca juga: Resmikan Sekretariat Bersama, Gerindra-PKB Perkuat Soliditas Koalisi
Ia tidak memungkiri, hasil ijtima ulama akan dipertimbangkan dalam menentukan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung koalisi. ”Ya, kita ikuti semua perkembangannya,” ujar Prabowo.
Tak hanya masukan dari para ulama, kata Prabowo, langkah politik itu juga akan dipengaruhi oleh parpol lain. Gerindra terus menjajaki komunikasi politik dengan semua parpol untuk memperbesar kemungkinan menambah anggota koalisi. Ia pun menyebut, akan ada parpol lain yang akan segera bergabung.
Muhaimin Iskandar menambahkan, PKB dan Gerindra merupakan gabungan dua parpol yang saling melengkapi. Meski meyakini mampu mengemban amanat untuk menata Indonesia, kekuatan koalisi akan lebih lengkap jika ada tambahan anggota dari parpol lain.
Baca juga: Kerja Politik Para Figur Potensial Capres di Akhir Pekan
Masih dinamis
Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda mengakui, faktor eksternal merupakan hal yang masih dipertimbangkan koalisi untuk menentukan pasangan capres dan cawapres. Sebab, sudah tidak ada lagi faktor internal yang diperdebatkan. Sementara itu, situasi politik di luar koalisi terus berdinamika.
Misalnya, meski saat ini sudah ada dua poros koalisi parpol yang terbentuk dan satu kubu yang tengah dalam proses pembentukan, PKB membaca adanya kecenderungan bahwa blok koalisi tengah bergerak hanya menjadi dua poros saja. Padahal, sejak awal bekerja sama, PKB dan Gerindra berkomitmen untuk mendorong terbentuknya tiga poros koalisi. Hal itu dinilai penting untuk mencegah polarisasi masyarakat karena politik identitas saat kontestasi pilpres berlangsung.
”Pada konteks itu, koalisi ini, sebagaimana tertuang dalam butir perjanjian kerja sama yang ditandatangani, masih membuka pintu bergabungnya parpol lain,” kata Huda.
Menurut Huda, parpol mana pun bisa bergabung dengan koalisi PKB-Gerindra. Tidak ada syarat khusus bahwa anggota baru yang dimaksud harus memiliki perolehan suara di bawah kedua parpol tersebut. Namun, ada fatsun politik yang harus dihormati terkait dengan posisi PKB dan Gerindra sebagai pemrakarsa koalisi. Hal itu menyangkut sosok capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024. ”Hingga saat ini belum ada nama selain Prabowo dan Muhaimin yang dibicarakan untuk diusung. Jika ada parpol lain yang bergabung, tentu tidak akan sejauh itu (mengubah nama yang akan dicalonkan),” katanya.
Baik Prabowo maupun Muhaimin sama-sama terpilih sebagai capres melalui mekanisme internal parpol. Prabowo diminta menjadi capres 2024 oleh pengurus partai dari seluruh tingkatan dalam Rapat Pimpinan Nasional Gerindra pada Agustus lalu, sedangkan Muhaimin diberi mandat yang sama berdasarkan hasil Muktamar PKB 2019. Walaupun kedua parpol sudah berkoalisi, hingga saat ini baik Prabowo maupun Muhaimin masih ada di posisi capres dari parpol masing-masing.
Baca juga: Dukungan Jokowi dan Safari Prabowo Saat Elektabilitas Tergerus
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani menambahkan, komunikasi dengan parpol lain memang intens dan diharapkan terus meningkat. Meski tidak menyebutkan secara spesifik, parpol dimaksud adalah salah satu dari sembilan parpol yang ada di parlemen. ”Partai yang berkomunikasi semakin intens dengan kami, ya, parpol yang ada di Senayan,” ujarnya.
Muzani tidak memungkiri, sejauh ini ada sejumlah nama selain Muhaimin yang dipertimbangkan Gerindra untuk menjadi pendamping Prabowo. Namun, penentuan akhirnya kembali kepada Prabowo dan Muhaimin. Sebab, setelah memutuskan untuk berkoalisi, kewenangan pengambilan keputusan tersebut berada di tangan Prabowo dan Muhaimin.
Prospek elektoral
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, wajar jika Gerindra dan PKB masih mempertimbangkan dinamika di parpol lain, terutama soal kandidat yang akan dicalonkan. Hingga saat ini, dari dua koalisi yang sudah terbentuk, yakni Gerindra—PKB dan Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan), satu blok parpol yang tengah membangun koalisi (Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera), serta satu parpol yang memiliki tiket pencalonan presiden (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), belum ada yang memiliki calon resmi. Kepastian dari salah satu poros itu akan menentukan langkah poros yang lain.
Selain itu, Gerindra dan PKB juga belum mau menetapkan pasangan calon yang akan diusung karena masih menunggu bergabungnya parpol lain ke dalam koalisi tersebut. ”Jika pasangan capres dan cawapres sudah dikunci sejak awal, itu bisa menutup kemungkinan parpol lain untuk bergabung,” ujarnya.
Baca juga: Strategi Dua Kaki PKB demi Kuasai 100 Kursi Parlemen
Arya melihat, sejumlah pertimbangan itu dibutuhkan karena Gerindra dan PKB menyadari prospek elektoral dari dua kandidat kuat yang dimiliki belum optimal. Tingkat keterpilihan pasangan Prabowo dan Muhaimin belum mampu menyaingi simulasi pasangan potensial lainnya, elektabilitas kedua tokoh itu juga terpaut jauh. Padahal, kontestasi Pilpres 2024 diprediksi bakal berlangsung sengit.
Mengacu hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode 7-11 Januari 2023, Prabowo menempati posisi kedua simulai 10 nama capres pilihan publik dengan tingkat elektabilitas mencapai 19,4 persen. Prabowo berada satu tingkat di bawah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga kader PDI-P dengan elektabilitas 29,2 persen. Sementara itu, Muhaimin ada di peringkat ke-9 dengan elektabilitas 0,8 persen.
Kendati demikian, menurut Arya, pembentukan Sekber Koalisi Gerindra-PKB merupakan kemajuan. Langkah tersebut menunjukkan pembangunan koalisi yang lebih terencana, serta keseriusan untuk menentukan platform dan kandidat capres/cawapres secara bersama-sama. Soliditas koalisi juga lebih terjamin.