Ketua DPR: Imlek Jadi Momentum Saling Jaga Persaudaraan
Ketua DPR Puan Maharani ingatkan agar masyarakat Indonesia untuk terus menjunjung toleransi antarumat beragama, suku, dan budaya. Perbedaan harus disikapi dengan rasa saling menghormati.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pengunjung menyaksikan pentas wayang potehi di Mal Ciputra, Jakarta, Jumat (20/1/2023). Suguhan kesenian warisan seni yang kental dengan budaya khas Tionghoa. Pentas ini digelar untuk memeriahkan perayaan Imlek.
JAKARTA, KOMPAS — Perayaan Imlek 2023 diharapkan menjadi momentum untuk saling menjaga persaudaraan antarumat beragama. Dengan senantiasa merawat nilai-nilai keberagaman dan toleransi itu, suasana harmoni akan terus tercipta. Ini juga bisa menjadi modal bagi negara untuk semakin optimistis menghadapi berbagai ujian di tahun ini.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (21/1/2023), mengucapkan selamat menyambut tahun baru Imlek kepada masyarakat Tionghoa. Ia pun mengajak seluruh rakyat Indonesia menjadikan momentum Imlek ini untuk saling menjaga persaudaraan antarumat beragama.
”Mari menyambut Imlek dengan semangat persaudaraan. Kita jaga harmoni dengan saling membantu satu sama lain dan terus bergotong royong untuk Indonesia jaya,” ujar Puan.
Ketua DPR RI Puan Maharani saat wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Puan mengingatkan masyarakat Indonesia untuk terus menjunjung toleransi antarumat beragama, suku, dan budaya. Menurut dia, perbedaan yang ada harus senantiasa disikapi dengan rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Kepada pemerintah dan aparat keamanan, Puan meminta untuk memastikan kenyamanan umat Konghucu dalam merayakan Imlek. Mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) ini juga berpesan agar ritual perayaan Imlek diselenggarakan dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Kepada pemerintah dan aparat keamanan, Puan meminta untuk memastikan kenyamanan umat Konghucu dalam merayakan Imlek.
”Semoga kita selalu diberi kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan di tahun baru ini. Mari menjaga persatuan serta kesatuan bangsa demi Indonesia maju,” ucap Puan.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Jazilul Fawaid menambahkan, perayaan Imlek di Indonesia menunjukkan keberagaman bangsa Indonesia. Meski bangsa ini beragam, semua saling menghormati dan menghargai. Ia berpandangan, kehadiran kalangan Tionghoa di Tanah Air telah menambah khazanah budaya dan keberagaman.
”Banyak kontribusi dalam budaya dan sendi-sendi kehidupan yang disumbangkan oleh kalangan Tionghoa kepada bangsa ini,” ujar Jazilul.
Imlek di Indonesia menunjukkan keberagaman bangsa Indonesia.
Ia menyebut, nilai-nilai keberagaman, saling menghormati, menghargai, serta memberi ruang dan kesempatan yang sama perlu terus dirawat, dipelihara, dan dikembangkan. Jika suasana ini terus tercipta, suasana harmoni yang diidamkan oleh semua pihak akan menjadi kenyataan.
”Dengan modal itu, negara kita akan semakin siap menghadapi ujian yang tidak mudah di depan mata,” kata Jazilul.
Kekuatan besar bangsa
Jazilul mengingatkan kembali bahwa kehadiran perayaan Imlek ini merupakan andil besar dari Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur. Selama Orde Baru, perayaan Imlek dilarang. Aturan pelarangan ini berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967. Akibatnya, ada keterbatasan bagi kalangan Tionghoa saat merayakan Imlek.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Ibu Negara Shinta Nuriyah menghadiri syukuran Tahun Baru Imlek 2551 dan Kepedulian Sosial Umat Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) di Balai Sudirman, Jakarta, Kamis (17/2/2000) malam. Acara ini dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid, Ibu Negara Ny Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Wapres Megawati Soekarnoputri dan suami Taufik Kiemas, Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua DPR Akbat Tandjung serta beberapa pejabat negara lain.
Ketika Gus Dur menjadi Presiden, menurut Jazilul, inpres yang ada dicabut. Aturan baru pun dikeluarkan, yakni Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000. Keppres ini kemudian diakui sebagai babak baru bagi kalangan Tionghoa di Indonesia untuk menjalankan kebebasan beragama, adat, budaya, dan tradisi, serta merayakan Imlek secara terbuka di tengah masyarakat.
Jazilul mengungkapkan, alasan Gus Dur memberikan kesempatan kembali kepada kalangan Tionghoa untuk menjalankan kebebasan beragama karena dirinya memandang bangsa ini merupakan bangsa yang beragam. Sebagai negara yang berlandaskan hukum, semua memiliki kesempatan yang sama di mata hukum.
”Karena itu, semua kalangan mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi yang disebabkan mayoritas atau minoritas,” ucap Jazilul, yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa.
Lebih lanjut, kata Jazilul, Gus Dur melihat keberagaman bangsa Indonesia merupakan kekuatan besar. Keberagaman akan menjadi kekuatan besar apabila semua diberi ruang dan kesempatan yang sama.