Tuntutan bagi Richard Eliezer yang lebih tinggi dari Putri Candrawathi memantik kritik. Sebagai pelaku yang bekerja sama membongkar perkara, Richard dinilai seyogianya dituntut paling rendah dari terdakwa lain.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
KOMPAS
Jaksa penuntut umum (JPU), Selasa (18/1/2023), menuntut Richard Eliezer 12 tahun penjara atas kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dalam keterangannnya, JPU meyakini Eliezer dengan sadar dan tanpa ragu merampas nyawa Yosua dengan cara menembak. Sementara hal yang meringankan adalah Eliezer sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dan menyesali perbuatannya.
Tuntutan terhadap lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat telah dibacakan jaksa. Bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup, Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut 12 tahun penjara. Sementara Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal dituntut masing-masing delapan tahun penjara.
Tuntutan itu memantik tanggapan. Bagi keluarga korban, tuntutan bagi Sambo dianggap belum memenuhi rasa keadilan. Demikian tuntutan bagi Putri dinilai terlalu ringan. Di sisi lain, banyak pihak menyayangkan tuntutan bagi Richard atau Bharada E yang selama ini disebut sebagai saksi pelaku yang bekerja sama membongkar perkara (justice collaborator) ternyata lebih tinggi dari tuntutan Putri.
”Perlu saya jelaskan, tentang tuntutan (Richard) Eliezer itu kita nariknya ke atas, kepada Ferdy Sambo, bukan kepada pelaku lain. Karena dia itu yang melakukan, eksekutor, terhadap penembakan itu. Pelaku lain itu memang ada mengetahui, ada perencanaan, ada niat, ada kesamaan niat. Kita lihat peran,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana dalam Satu Meja The Forum bertajuk ”Keadilan Diuji di Peradilan Sambo CS”, yang disiarkanKompas TV, Rabu (18/01/2023) malam.
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu, hadir pula sebagai narasumber kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy; kuasa hukum keluarga Nofriansyah, Martin Simanjuntak; Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Hasto Atmojo Suroyo; pakar hukum pidana Jamin Ginting; serta kuasa hukum Sambo dan Putri, yakni Rasamala Aritonang dan Febri Diansyah.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Fadil Zumhana di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Rabu (5/10/2022), memberikan keterangan pers.
Ketika menyusun tuntutan, kata Fadil, perbuatan terdakwa berpengaruh pada tingkat pertanggungjawaban pidananya, yakni pidana tinggi, menengah, atau ringan. Jaksa juga memiliki pedoman sebagai parameter menyusun tuntutan. Demikian pula saran dan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turut dipertimbangkan jaksa. Kemudian, rencana tuntutan yang telah dibuat tersebut dibawa ke Jampidum dan Jaksa Agung.
Terhadap Richard, jaksa menempatkan dia sebagai dader (pembuat) serta pelaku yang melaksanakan perintah dari terdakwa Sambo. Karena jaksa mempertimbangkan rekomendasi LPSK, tuntutan terhadap Eliezer tidak sama dengan tuntutan Sambo, tetapi jauh di bawahnya.
”Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum mengeluarkan penetapan tentang justice collaborator. Namun, jaksa sudah mempertimbangkan posisi itu sehingga menuntut (Richard) lebih rendah dari Ferdy Sambo,” ujar Fadil.
Terkait dengan tuntutan tersebut memenuhi rasa keadilan publik atau tidak, Fadil mengingatkan, proses hukum belum selesai. Jika nanti putusan hakim tidak sesuai harapan, pihak yang berperkara dapat mengambil upaya hukum lanjutan.
”Tolong dihormati proses yang masih berjalan ini. Kita bicara tentang penegakan hukum, jadi harus berpikir jernih. Jadi, jangan opini dibentuk. Kami bekerja berdasarkan undang-undang, di bawah pengawasan Jaksa Agung. Kita enggak sembarangan nuntut ini,” ujar Fadil.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Terdakwa Putri Candrawathi berbincang dengan tim kuasa hukumnya seusai pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023). Putri Candrawathi dituntut pidana penjara delapan tahun dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Terlalu tinggi
Hasto mengatakan, pihaknya memang menyampaikan rekomendasi kepada Kejaksaan Agung. Namun, meski disebut sudah mengakomodasi rekomendasi dari LPSK, pihaknya merasa tuntutan 12 tahun penjara terhadap Richard masih terlalu tinggi. Sebaliknya, lanjut Hasto, Richard semestinya dituntut dengan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lainnya. Sebab, Richard memang mendapatkan perlakuan khusus sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.
”Kalau kita memercayai bahwa sistem hukum ini berjalan sesuai sebagaimana mestinya, itu, kan, tidak hanya normatif. Tanpa Richard, ada kemungkinan perkara ini menjadi dark number (kasus kriminal yang tidak terungkap). Saya kira peran signifikan Richard di situ, penghargaannya berangkat dari situ,” ujar Hasto.
Dia khawatir, tuntutan tinggi terhadap Richard akan membuat orang takut menjadi saksi pelaku yang bekerja sama. Tuntutan Richard bisa menjadi preseden yang buruk ke depan.
Ronny menambahkan, selama persidangan, Richard telah menunjukkan sikap kooperatif dan keterangan signifikan. Oleh karena itu, ia memahami jika rasa keadilan masyarakat terusik. ”Silakan saja itu penuntut umum. Kita punya pembelaan sendiri terkait dengan penghapusan pidana,” kata Ronny.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, memberikan salam ke arah wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). Pada sidang hari ini, terdakwa Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum.
Menurut Martin Simanjuntak, terlepas dari apa yang telah dilakukan Richard, ia menilai, Richard telah bertobat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada keluarga Nofriansyah. Bahkan, Richard dinilai berani melawan kejahatan dengan melakukan koreksi atas skenario tembak-menembak.
Bagi keluarga korban, tuntutan terhadap Sambo dan Putri dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan. Khususnya terhadap Putri, ia dinilai merupakan pangkal penyebab Nofriansyah ditembak. Dengan demikian, Putri seharusnya ditempatkan sebagai auktor intelektualis, bukan hanya pelaku atau terdakwa penyerta.
Namun, menurut Febri, Putri adalah korban kekerasan seksual. Tindakan Putri yang menyampaikan peristiwa dugaan kekerasan seksual kepada Sambo tidak lebih dari kewajiban sekaligus hak moralnya untuk menyampaikan apa yang dia alami kepada suaminya.
Rasamala menambahkan, penentuan tuntutan diukur dari kontribusi kesalahan masing-masing terdakwa. Tindakan Sambo pada 8 Juli di rumah dinas Duren Tiga tidak lepas dari perasaan emosionalnya setelah mendapatkan laporan pemerkosaan dari Putri. Sementara pembunuhan berencana seharusnya tidak hanya dibuktikan dengan sekadar adanya rencana, tetapi dilakukan dengan keadaan tenang.
”Menurut hemat kami, fakta persidangan, bukti persidangan, menunjukkan keadaan emosional yang intensional, terus terjadi. Mestinya itu mengesampingkan kualifikasi Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) terhadap Ferdy Sambo,” kata Rasamala.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, seusai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/1/2023). Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup oleh jaksa penuntut umum.
Menurut Jamin, jaksa adalah wakil masyarakat atau wakil korban. Meskipun jaksa memiliki regulasi atau pedoman penuntutan, semestinya jaksa tidak hanya melihat konteks normatif, tetapi juga rasa keadilan masyarakat. Terkait dengan tuntutan Richard, Jamin mengaku tak mudah menilainya adil atau tidak. Menurut dia, bagi sebagian masyarakat yang tak mengerti hukum, bisa jadi tuntutan Richard dianggap tak adil. Namun, hal itu mesti dikembalikan kepada keluarga korban sebagai patokan melihat tuntutan dirasa adil atau tak adil.
Terkait Richard, Jamin menilai, jaksa belum memasukkan pertimbangan relasi kuasa antara Sambo dan Richard. Demikian pula fakta bahwa sebagian besar keterangan Richard diambil jaksa ke dalam surat dakwaan ataupun tuntutan. ”Yang ingin saya sampaikan jangan memutuskan suatu tuntutan itu hanya didasarkan pada sisi normatifnya saja. Artinya, perannya seperti apa, tindakannya seperti apa, tetapi tidak melihat faktor lain,” katanya.