Pembentukan Dana Abadi Daerah Membutuhkan Aturan Rinci
Pembentukan dana abadi daerah perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan aturan turunan karena pengaturan lebih rinci mengenai pembentukan dan pengelolaan dana tersebut masih sangat umum dalam undang-undang.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
FAKHRI FADLURROHMAN
Seorang warga menyemir rambut di bantaran Kali Ciliwung, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2022). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2023 sebesar Rp 82,5 triliun yang akan disahkan pada 28 November mendatang. Rancangan APBD tersebut naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 82,47 triliun. Belanja daerah pada tahun 2023 direncanakan akan menghabiskan Rp 73,34 triliun, di antaranya untuk belanja operasi sebesar Rp 60,18 triliun, belanja modal Rp 10,94 triliun, dan belanja tak terduga Rp 2,85 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Dorongan Presiden Joko Widodo supaya pemerintah daerah membentuk dana abadi perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan aturan turunan yang rinci dan dapat memudahkan pemerintah daerah. Ruang lingkup pemanfaatannya pun sebaiknya diperluas.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman, Rabu (18/1/2023), mengatakan, setelah Presiden mendorong pemda membentuk dana abadi daerah, perlu didorong percepatan penyusunan Peraturan Pemerintah terkait pembentukan dana tersebut. ”Dengan demikian, pemda bisa menyusun kebijakan dan menetapkan dana abadi daerahnya melalui peraturan daerah,” ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat koordinasi nasional Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) 2023 di Sentul, Kabupaten Bogor, Selasa (17/1/2023), mendorong pemerintah daerah membelanjakan anggaran daerah secepat dan seoptimal mungkin. Hal ini disebabkan dana daerah yang mengendap di bank masih Rp 123 triliun pada akhir 2022.
Karena itu, alih-alih membiarkan anggaran tak tergunakan dan menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa), Presiden mengajak pemerintah daerah membentuk dana abadi daerah. Presiden pun mencontohkan dana abadi pendidikan yang ada di tingkat pusat. Saat ini, dana abadi pendidikan sudah senilai Rp 124 triliun dan tahun 2023 diperkirakan menjadi Rp 144 triliun.
”Daerah juga bisa melakukan hal yang sama dan itu kalau menjadi dana abadi, bisa diinvestasikan. Ikut investasi di INA-Indonesia investment authority. Dengan return yang jauh lebih tinggi,” tambah Presiden.
Presiden Joko Widodo memberi banyak pesan kepada jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dalam rapat koordinasi Forkopimda di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023). Dalam rakor, misalnya, diingatkan mengenai anggaran daerah yang mengendap di bank dan disarankan pemerintah daerah membentuk dana abadi daerah.
Herman mengatakan, penerbitan aturan turunan untuk pembentukan dana abadi daerah itu penting karena pengaturan lebih rinci mengenai pembentukan dan pengelolaan dana abadi daerah masih sangat umum dalam undang-undang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dana abadi daerah didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari APBD dan bersifat abadi, sedangkan hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja daerah tanpa mengurangi dana pokok.
Pasal 149 (2) aturan perundangan yang sama juga menyebutkan, bahwa dalam hal silpa daerah tinggi dan kinerja layanan tinggi, silpa dapat diinvestasikan untuk membentuk dana abadi daerah (DAD) dengan memperhatikan kebutuhan prioritas daerah.
Adapun pengaturan mengenai pembentukan dan pengelolaan dana abadi daerah tak dirinci di UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah itu. Karena itu, pengaturan lebih detail akan disiapkan dalam peraturan pemerintah yang saat ini belum terbit.
Karena pengelolaan dana abadi daerah tak dirinci di UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, kata Herman, kriteria daerah berkapasitas fiskal tinggi atau berkinerja pelayanan baik yang dibolehkan membentuk dana abadi daerah juga perlu dijelaskan mendetail. Dengan demikian, aturan mengenai dana abadi daerah bisa diimplementasikan.
Salah satu yang perlu diperhatikan dalam PP terkait dana abadi daerah, menurut Herman, adalah ruang lingkupnya. Sebab, dana abadi daerah akan bermanfaat lintas generasi dan lintas pemerintahan. Karena itu, kemanfaatan umum perlu ditegaskan dalam PP.
Warga memadati Jalan Lintas Bawah Dewi Sartika, Kota Depok, Jawa Barat, setelah diresmikan pada Selasa (17/1/2023). Jalan lintas bawah ini sebagai upaya pemerintah untuk mengurai kemacetan yang terjadi dari Jalan Dewi Sartika menuju Jalan Margonda Raya. Pembangunan jalan lintas bawah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat sebanyak Rp 108,6 miliar. Sementara Pemerintah Kota Depok telah mengucurkan dana Rp 189 miliar untuk pembebasan lahan yang dilakukan sejak 1 Maret 2022. Jalan lintas bawah Dewi Sartika memiliki panjang 470 meter dengan hiasan berbagai ornamen khas Jawa Barat yang terpasang di sepanjang dinding jalan lintas bawah.
Perlu diperluas
Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, menilai pembentukan dana abadi daerah sesungguhnya bisa memberi manfaat. Apabila ruang lingkup pemanfaatan dana abadi lebih luas, manfaat juga lebih terasa. ”Jangan sampai dana abadi daerah hanya dimanfaatkan untuk pendidikan. Pemanfaatan dana abadi daerah perlu diperluas sektor kegiatannya, misalnya untuk kegiatan pelestarian lingkungan hidup,” ujar Roy kepada Kompas, Rabu (18/1/2023).
Selain itu, Roy menambahkan, pelembagaan dana abadi daerah juga perlu dipermudah. Dalam membentuk dana abadi daerah, pemerintah daerah harus membentuk badan layanan umum daerah (BLUD). Namun, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah, syarat-syarat pembentukan BLUD dinilai kurang fleksibel.
”Kami berharap kebijakan pembentukan DAD (dana abadi daerah) dan BLUD untuk pengelolaan DAD dibuat fleksibel, tetapi tetap akuntabel,” tutur Roy.
Hambatan yang muncul dalam Permendagri No 79/2018 tersebut, di antaranya, fungsi BLUD tidak bisa menghimpun, memupuk, dan mengelola dana abadi. Selain itu, struktur penggunaan dana BLUD masih terbatas untuk belanja operasional dan belanja modal (fisik), belum bisa memberi hibah, bansos, maupun untuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemda juga belum diperbolehkan untuk membentuk badan khusus seperti BLU di tingkat pusat. Kelembagaan BLUD selama ini hanya penguatan dari unit pelaksana teknis dinas/OPD.