Demokrat Targetkan Koalisi Bersama Nasdem dan PKS Dideklarasikan Februari
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menegaskan, Nasdem tinggal menunggu kesiapan Partai Demokrat dan PKS untuk mendeklarasikan koalisi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
Koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS belum juga terbentuk karena masih menggodok figur cawapres yang akan mendampingi Anies Baswedan.
Demokrat masih berkukuh mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono, sedangkan PKS menyodorkan Ahmad Heryawan.
Nasdem menyebut tinggal menunggu kesiapan Demokrat dan PKS untuk mendeklarasikan koalisi.
JAKARTA, KOMPAS — Komunikasi intens masih terus dibangun Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Ketiga partai politik itu masih terus menggodok figur bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi Anies Baswedan di Pemilihan Presiden 2024 serta format pemerintahan dan pembagian tugas setelah pemilu nanti. Diharapkan, titik temu segera didapat sehingga koalisi bisa dideklarasikan pada Februari 2023.
Deputi Badan Pemenganan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani saat dihubungi di Jakarta, Rabu (18/1/2023), mengatakan, ikhtiar menuju terbentuknya koalisi perubahan masih terus dijalankan. Komunikasi politik lintas partai antara Demokrat, Nasdem, dan PKS terus dibangun.
Tim kecil yang sudah beberapa bulan terbentuk juga terus berdiskusi untuk mencari titik temu. ”Tak ada kendala yang bersifat substantif dan ketiga partai ini memiliki tingkat kesiapan yang sama untuk berkoalisi,” ujar Kamhar.
Sudah sejak lama, Partai Demokrat menjalin komunikasi dengan Partai Nasdem dan PKS untuk menjajaki kerja sama untuk menghadapi Pilpres 2024. Empat bulan lalu, Nasdem mendeklarasikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden meski sebenarnya Nasdem tak bisa mengusung pasangan capres-cawapres sendiri karena kepemilikan kursi DPR dan raihan suara di Pemilu 2019 belum memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Komunikasi dengan parpol lain, terutama Demokrat dan Nasdem, dijalankan agar Nasdem bisa bersama-sama mengusung Anies dan cawapres yang akan mendampingi dalam Pilpres 2024. Namun, hingga kini, koalisi belum terbentuk dan nama bakal capres pendamping Anies juga belum ditetapkan.
Kamhar mengungkapkan, figur bakal cawapres pendamping Anies tak cukup hanya memiliki modal elektabilitas yang memadai. Sosok tersebut juga harus merupakan representasi aspirasi perubahan.
Sejauh ini, hanya ada dua nama yang menguat untuk menjadi bakal cawapres dari Anies, yakni Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan. ”Sepengetahuan kami, belum ada perubahan nama-nama yang diusulkan masing-masing partai untuk dibahas. Kami berkeyakinan ini semuanya sudah semakin berkesepahaman dan mendekati titik temu,” kata Kamhar.
Tak berhenti pada kesepakatan pasangan bakal capres-cawapres, Demokrat juga mengharapkan adanya kesepahaman format pemerintahan ke depan. Pembangunan tugas pemenangan, termasuk biaya pemenangan, juga harus tuntas dibahas.
Kendati berbulan-bulan penjajakan, belum ada kepastian kapan ketiga parpol itu akan mendeklarasikan koalisi. Alasannya, waktu deklarasi harus dibahas dan diputuskan cermat, saksama, serta tak boleh terburu-buru, tetapi juga tak boleh terlambat.
”Terkait tanggal, belum ada pembicaraan. Namun, bulan Februari nanti, setahun sebelum pemilu adalah waktu yang menurut kami, Demokrat, dipandang pas,” tutur Kamhar.
Saat ini, Nasdem tinggal menunggu kesiapan dari Demokrat dan PKS untuk deklarasi koalisi.
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya juga mengakui, perihal deklarasi koalisi masih terus dibahas oleh tim kecil. ”Tentu politik memiliki seni. Politik memiliki momentum dan momentumnya harus kita jaga untuk kemudian siapa yang mendampingi Mas Anies, ya, kita jadikan kado terindah berikutnya,” tuturnya.
Saat ini, menurut Willy, Nasdem tinggal menunggu kesiapan dari Demokrat dan PKS untuk deklarasi koalisi. Menurut rencana, sekitar bulan Februari, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh akan bertemu dengan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri. Pertemuan akan membahas rencana kerja sama, termasuk soal pencalonan presiden.
”Pertemuan Pak Surya dan Habib Salim sebenarnya sudah beberapa kali diagendakan, tetapi tertunda karena banyak agenda. Jadi, ya, kami lihatlah ke depan ini. Semoga bulan depan bisa bertemu,” ujar Willy.
Secara terpisah, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, berpandangan, koalisi akan sulit terbentuk apabila parpol berkukuh mengusulkan kadernya sebagai capres atau cawapres. Begitu pula koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS akan sulit terbentuk jika Demokrat dan PKS sama-sama mempertahankan usulan agar kader mereka masing-masing menjadi pendamping Anies.
Adi pun mengingatkan, jika ketiga partai itu sepakat membentuk poros perubahan, mereka juga harus memiliki tujuan yang sama, yakni menang. Untuk sampai ke sana, setidaknya ada dua ujian yang harus dihadapi. Pertama, pemenuhan ambang batas pencalonan presiden sehingga pasangan calon yang dikehendaki bisa ikut berlaga di pilpres. Kedua, bisa menang sehingga mereka tentu harus mencari bakal cawapres yang bisa melengkapi kekurangan Anies.
Rumitnya adalah saat ini banyak cawapres yang bisa mendampingi Anies, tetapi Anies tidak bisa seenaknya memilih cawapres tanpa melibatkan Demokrat atau PKS. ”Kalau satu di antaranya tidak setuju, koalisi bisa bubar. Jadi, ujian terbesar dari penjajakan koalisi perubahan ini, ya, sebenarnya tiga partai ini. Ujian terbesarnya adalah bagaimana mereka menyamakan kepentingan tiga partai itu, apa titik temunya? Ya, tentu kemenangan itu tadi, dengan tidak mementingkan ego setiap partai,” tutur Adi.