Presiden Akan Kunjungi Korban dan Terbitkan Inpres Penuhi Rekomendasi Tim PPHAM
Dalam waktu dekat Presiden akan menerbitkan Inpres khusus untuk menugaskan kepada 17 kementerian/lembaga serta koordinasi dengan lembaga independen di luar eksekutif untuk menyelesaikan seluruh rekomendasi tim PPHAM.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo kembali menggelar rapat kabinet terbatas untuk menindaklanjuti laporan dari Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat atau PPHAM. Sebagai langkah seremonial, Kepala Negara akan mengunjungi korban dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden juga telah membagi tugas kepada jajarannya dan dalam waktu dekat mengeluarkan Instruksi Presiden terkait penugasan tersebut.
”Tadi membicarakan khusus tentang hasil temuan Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat masa lalu,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md dalam keterangan pers seusai rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (16/1/2023).
Rapat kabinet terbatas ini dihadiri, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Menurut Mahfud, Presiden Jokowi sudah melaksanakan satu rekomendasi utama, yaitu menyatakan pengakuan bahwa ada pelanggaran HAM berat masa lalu, dan Presiden atas nama kepala negara sudah menyatakan menyesal bahwa itu sudah terjadi di masa lalu. Presiden juga berjanji untuk berusaha secepat mungkin agar hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi di masa depan.
Selanjutnya, langkah rekomendasi PPHAM lain yang berjumlah sekitar 12 jenis tindakan akan dilakukan Presiden. Dalam waktu dekat, Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden khusus untuk menugaskan kepada 17 kementerian/lembaga serta koordinasi dengan lembaga independen di luar eksekutif untuk menyelesaikan seluruh rekomendasi tim PPHAM.
Secara seremonial, untuk ditunjukkan ke publik, Presiden akan berkunjung ke beberapa daerah dalam waktu dekat. Presiden, misalnya, akan mengunjungi korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Talangsari (Lampung), Aceh, hingga korban di luar negeri. ”Kami akan mengumpulkan korban-korban pelanggaran HAM berat di masa lalu karena mereka banyak sekali, terutama di Eropa timur, untuk memberi jaminan kepada mereka bahwa mereka adalah warga negara Indonesia dan mempunyai hak-hak yang sama,” tambahnya.
Di luar negeri, korban pelanggaran HAM berat masa lalu ini kemungkinan akan dikumpulkan di Geneva (Swiss), Amsterdam (Belanda), Rusia, dan lokasi lainnya. Mereka, misalnya, bisa memilih apakah akan kembali ke Tanah Air. ”Pak Menkumham, Bu Menlu, dan saya ditugaskan untuk menyiapkan hal itu sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri, dan tim ini tidak main-main,” ucap Mahfud.
Di luar negeri, korban pelanggaran HAM berat masa lalu ini kemungkinan akan dikumpulkan di Geneva (Swiss), Amsterdam (Belanda), Rusia, dan lokasi lainnya.
Penyelesaian yudisial
Khusus penyelesaian yudisial, Presiden Jokowi akan tetap memberi perhatian penuh. Presiden juga meminta Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM karena penyelesaian yudisial merupakan jalur tersendiri.
”Ini penyelesaian jalur nonyudisial yang sifatnya lebih kemanusiaan yang tim PPHAM ini memperhatikan korban, sedangkan yang yudisial itu mencari pelakunya, jadi antara korban dan pelaku itu kita bedakan. Yang pelaku, ya, ke pengadilan sejauh itu bisa dibuktikan tinggal buktinya seberapa banyak bisa kita kumpulkan,” kata Mahfud.
Selanjutnya, Presiden juga akan membentuk satuan tugas (satgas) baru yang akan mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan setiap rekomendasi PPHAM. ”Ini semua masih dirancang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari akan diumumkan Presiden,” ujarnya.
Usai rapat kabinet terbatas, Presiden juga mengundang Komnas HAM. Untuk selanjutnya, Komnas HAM akan terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung hingga ditemukan jalan menuju pengadilan karena kasus pelanggaran HAM berat tidak memiliki masa kedaluwarsa. ”Kita sama sehati bahwa ini harus diselesaikan yang nonyudisial agar masalahnya cepat. Sementara yang ketentuan yudisial biar diproses menurut hukum dan tidak boleh ditutup dan harus terus diusahakan,” kata Mahfud.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, Komnas HAM sudah memiliki hasil penyelidikan dan memiliki prosedur internal untuk memberikan surat keterangan bagi korban pelanggaran HAM berat. Surat keterangan ini merupakan bentuk pengakuan resmi negara terhadap individu yang telah mengalami pelanggaran HAM berat.
”Nanti jika hasil tim PPHAM ini ditindaklanjuti pemerintah dengan mekanisme yang akan dibentuk, apakah komite atau satgas, akan ada kebutuhan mengetahui siapa yang jadi korban dan berhak mendapatkan pemulihan,” ujar Atnike.
Saat ini terdapat lebih dari 6.000 berkas korban pelanggaran HAM berat yang sudah diverifikasi Komnas HAM. ”Tentu kita bicara jumlah korban yang jauh lebih besar dari 6.000 itu. Maka, ke depan, Komnas HAM, salah satu komitmen kami untuk mendukung tindak lanjut upaya-upaya pemulihan bagi korban, kami siap mendukung pemerintah untuk upaya-upaya verifikasi korban agar mereka mendapatkan status yang resmi dan mendapatkan haknya,” tambah Atnike.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga menuturkan sejumlah peran kementeriannya dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat secara nonyudisial.
”Jadi, (penyelesaian) yudisial jalan, (dan) ini nonyudisial (juga jalan). Presiden minta kawasan-kawasan (seperti) Aceh yang dulu kena (jadi lokasi pelanggaran) HAM berat apa yang perlu dibantu. Misalnya jalannya, irigasinya, air bersihnya, perumahannya, (bagi) korban-korban HAM berat dulu,” ujar Menteri Basuki kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga menuturkan sejumlah peran kementeriannya dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Demikian pula hal yang perlu dibantu di Talangsari. ”Jadi, yang bentuknya nonyudisial. Kemudian di Maluku. (Penyelesaian) ini (untuk) 12 (peristiwa pelanggaran HAM berat) itu. Nanti ada Inpresnya (ditujukan) untuk 17 K/L (kementerian dan lembaga). Tugasnya akan disebutkan di situ, apa saja tugas masing-masing K/L untuk mendukung penyelesaian nonyudisial ini,” kata Basuki.
Basuki tidak menampik ketika ditanya apakah artinya peran Kementerian PUPR lebih ke perbaikan fasilitas. Adapun terkait peran pembangunan rumah untuk korban, Basuki mengatakan, hal itu tergantung kebutuhan. ”Ya, itu tergantung kalau memang butuh itu. Kalau di Maluku dulu sudah kita bangunkan. Di Talangsari kita sudah bangunkan jalannya. Di Aceh mungkin kita nanti (membantu) irigasi. Di sana irigasinya bagus, memang agak rusak, nanti kita bantu irigasinya,” ujar Basuki.
Sehubungan dukungan penyelesaian nonyudisial bagi korban Semanggi I dan Semanggi II, Menteri Basuki mengatakan, hal tersebut juga ditanyakan Presiden Jokowi. ”Tadi juga ditanyakan oleh Pak Presiden (soal) itu. Kalau misalnya (untuk) Semanggi, apa? Nah, ini lagi dipikirkan Pak Menkopolhukam. Mungkin (dukungan bagi) ahli warisnya. Tapi, ini lagi dirumuskan beliau,” katanya.
Terkait cakupan jumlah yang akan dibantu, dalam arti apakah para korban dari 12 peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut akan dibantu oleh Kementerian PUPR, Basuki menuturkan, hal itu nantinya akan tergantung inpres. ”Nanti itu tergantung inpresnya. Sudah ada petanya oleh Pak Menkopolhukam, itu nanti dituangkan dalam inpres. Keppresnya ada untuk satgas pemantauannya sehingga bisa dipantau progres pelaksanaan inpres,” tutur Basuki.