Masih Ada Beda Persepsi KPU-Bawaslu soal Batasan Sosialisasi Pemilu
Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja mengakui, beberapa pandangan tentang aturan sosialisasi Pemilu 2024 dari Bawaslu cukup berbeda dari KPU.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua KPU Hasyim Asy'ari ketika menyerahkan plakat nomor urut kepada perwakilan pimpinan partai politik peserta Pemilu 2024 dalam acara Pengundian dan Penetapan Nomor Partai Politik Peserta Pemilihan Umum 2024 di halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Aturan terkait batasan sosialisasi yang dapat dilakukan sebelum masa kampanye Pemilu 2024 masih dibahas KPU dan Bawaslu.
Bawaslu berpendapat bakal caleg, bakal capres, dan bakal cawapres boleh terlibat sosialisasi, sedangkan KPU punya pandangan berbeda.
Kedua lembaga ini didorong segera mencari titik temu batasan sosialisasi yang membedakan dengan kampanye.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu masih menyamakan persepsi mengenai aturan tentang sosialisasi. Kesepahaman persepsi di antara sesama penyelenggara pemilu diperlukan agar tidak menimbulkan polemik saat implementasi aturan tersebut.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja saat Rapat Kerja Nasional Partai Buruh, di Jakarta, Senin (16/1/2023), mengatakan, Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih merampungkan aturan mengenai sosialisasi di luar masa kampanye. Kedua penyelenggara pemilu masih perlu menyamakan persepsi di antaranya mengenai batasan sosialisasi dan perbedaan antara sosialisasi dan kampanye.
Terkait pihak yang boleh melakukan sosialisasi, Bawaslu berpandangan seharusnya bakal calon anggota legislatif (caleg) ataupun bakal calon presiden (capres) dan bakal calon wakil presiden (cawapres) boleh melakukan sosialisasi meski mereka belum ditetapkan sebagai peserta pemilu. Bacaleg, bacapres, dan bacawapres dinilai boleh menyosialisasikan dirinya melalui baliho dan spanduk.
Mereka diperbolehkan memasang atribut politik di rumah masing-masing ataupun di papan iklan sepanjang memenuhi ketentuan peraturan daerah yang berlaku di wilayah setempat. Bawaslu juga menilai bacaleg ataupun bacapres boleh mengadakan sosialisasi yang dihadiri massa di tempat-tempat umum, kecuali di rumah ibadah dan tempat pendidikan.
”Silakan, yang penting izin keramaiannya diurus ke kepolisian dan memberikan pemberitahuan ke Bawaslu,” kata Bagja.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Momentum peringatan hari besar nasional, seperti Natal dan Tahun Baru, dimanfaatkan para politisi untuk sosialisasi kepada konsitutennya meski pemilu masih 1 tahun 9 bulan lagi. Selain sosialisasi foto diri, mereka juga mengenalkan nomor urut partai. Salah satunya dengan memasang sejumlah ucapan selamat Natal dan Tahun Baru di tempat-tempat strategis, seperti terlihat di perempatan Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
Ia mengingatkan, batasan antara sosialisasi dan kampanye seharusnya tetap diatur secara ketat agar tidak mengandung ajakan untuk memilih. Selain itu, penggunaan sosialisasi di media luar ruang tetap mengacu pada peraturan daerah di wilayah setempat.
Pandangan Bawaslu itu cenderung berbeda dengan KPU. Ketua KPU Hasyim Asy'ari, pertengahan Desember 2022, menyebut sosialisasi hanya terbatas pada pemasangan identitas diri, di antaranya tanda gambar, nama, nomor urut, serta visi dan misi parpol. Adapun foto yang boleh dipasang hanya ketua umum dan sekretaris jenderal parpol di tingkat pusat serta ketua dan sekretaris parpol di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di tingkat daerah. Mereka merupakan personifikasi parpol karena yang akan mendaftar ke KPU sebagai peserta pemilu.
Bagja mengakui, beberapa pandangan tentang aturan sosialisasi dari Bawaslu cukup berbeda dari KPU. Namun, pihaknya memastikan akan terus menyamakan persepsi di antara kedua penyelenggara pemilu dalam menyusun ketentuan yang bakal diatur dalam sosialisasi. ”Nanti kami bersama KPU akan membuat peraturan KPU tentang sosialisasi agar bisa menjamin kebebasan untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat,” tuturnya.
Baliho Partai Demokrat yang menampilkan nomor urut partai peserta Pemilu 2024 terpasang di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Sabtu (17/12/2022). Partai Demokrat yang mendapat nomor urut 14 dalam Pemilu 2024 sudah mulai menyosialisasikannya kepada publik.
Secara terpisah, anggota KPU, August Mellaz, mengatakan, aturan mengenai sosialisasi masih diproses. Sebab, ada kebutuhan yang tidak terhindarkan untuk melakukan sosialisasi di masa waktu setelah penetapan parpol peserta pemilu hingga masa kampanye yang baru akan dimulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Oleh sebab itu, tim teknis yang beranggotakan perwakilan KPU dan Bawaslu dibentuk untuk menyusun Rancangan Peraturan KPU tentang Sosialisasi agar kedua belah pihak memiliki persepsi yang sama.
”Saat ini masih disusun oleh tim teknis. Targetnya, rancangan PKPU tentang sosialisasi bisa selesai di akhir Januari ini,” ucap Mellaz.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw mengatakan, KPU dan Bawaslu harus memiliki persepsi yang sama mengenai apa yang boleh dan dilarang sehingga rambu-rambunya bisa disepakati bersama. Terlebih, Bawaslu juga akan membuat peraturan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan sosialisasi yang diatur oleh KPU.
”PKPU Sosialisasi harus disepakati bersama antara KPU dan Bawaslu agar tidak memunculkan polemik yang tidak substansial dalam implementasinya,” katanya.
Jerry menilai, sosialisasi seharusnya boleh dilakukan oleh bacaleg ataupun bacapres, tidak hanya oleh ketum dan sekjen parpol. Sebab, pejabat teras parpol biasanya memiliki beban aktivitas yang tinggi sehingga sulit mengalokasikan waktu untuk sosialisasi. Oleh sebab itu, caleg perlu dilibatkan karena mereka juga memiliki kepentingan agar dikenal pemilih demi memenangi kontestasi. Kedekatan antara caleg dan pemilih juga menjadi semakin kuat.
”Larangan pelibatan caleg dalam sosialisasi justru menimbulkan kampanye terselubung dan tidak bisa dikontrol sehingga memunculkan politik uang ataupun politisasi SARA,” tuturnya.
Lebih jauh, Jerry mengingatkan agar materi sosialisasi juga diatur oleh KPU. Dengan demikian, sosialisasi bisa lebih substantif dan tidak sekadar memperkenalkan diri ke pemilih. Potensi politik transaksional juga bisa dikurangi karena pemilih menjadi lebih cerdas. Pembagian sosialisasi pun perlu diatur lebih teknis agar tidak menimbulkan kesenjangan antarbacaleg.
”Pengaturan waktu sosialisasi semestinya diberikan pada parpol agar bisa memberikan ruang yang sama dan setara kepada seluruh bacaleg yang akan berkontestasi memperebutkan suara pemilih,” kata Jerry.