Meski Tak Bermotivasi Membunuh, Kuat Ma'ruf Dituntut Penjara 8 Tahun
Melalui beberapa peristiwa, jaksa menilai, tindakan Kuat Ma'ruf menunjukkan ia mengetahui rencana pembunuhan terhadap Brigadir J. Salah satunya, ia menutup akses jalan agar Brigadrir J tidak melarikan diri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kuat Ma'ruf, tiba di lokasi untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023). Agenda sidang adalah pemeriksaan terdakwa. Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf adalah dua dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah. Tiga lainnya adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Richard Eliezer.
JAKARTA, KOMPAS — Kuat Ma'ruf, salah satu terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, dituntut pidana delapan tahun penjara. Kuat yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga keluarga Ferdy Sambo ini dinilai telah turut serta dalam rencana pembunuhan Nofriansyah meski disebut tidak memiliki motivasi pribadi dan hanya mengikuti kehendak jahat dari pelaku lain.
”Menyatakan terdakwa Kuat Ma'ruf terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam Pasal 340 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP,” kata jaksa penuntut umum Rudy Irmawan dalam sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan terhadap Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
Kemudian, jaksa menuntut agar Kuat dihukum pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan. Saat membacakan tuntutannya, jaksa menyebutkan, Kuat dinilai telah mengetahui rencana pembunuhan terhadap Nofriansyah. Hal itu ditunjukkan melalui beberapa peristiwa yang dilakukan Kuat, yakni Kuat turut masuk ke rumah di Duren Tiga, kecuali Ricky Rizal yang berada di garasi untuk mengawasi Nofriansyah yang berada di taman depan rumah.
Selain itu, upaya Kuat untuk menutup pintu rumah bagian depan dimaksudkan untuk meredam suara dan menutup akses jalan keluar agar Nofriansyah tidak bisa melarikan diri. Hal serupa dilakukan Kuat di lantai 2, yakni menutup pintu balkon, padahal hari masih terang. Sementara biasanya tugas untuk menutup pintu merupakan tanggung jawab Diryanto alias Kodir sebagai asisten rumah tangga keluarga Sambo yang bertugas di rumah dinas Duren Tiga.
Terdakwa Kuat Ma'ruf (kiri) dan kuasa hukumnya, Irwan Irawan (kanan), mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1/2022). Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal. Pada sidang ini, tim kuasa hukum kedua terdakwa menghadirkan ahli pidana dan ahli psikologi sebagai saksi yang meringankan.
”Namun, untuk mendukung pelaksanaan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, terdakwa Kuat Ma'ruf mengambil peran guna menutup akses jalan keluar dan meredam suara dalam rumah saat terjadi penembakan,” kata jaksa.
Demikian pula saat penembakan akan dilakukan, Kuat berdiri di belakang Sambo bersama Ricky Rizal. Hal itu dimaksudkan untuk menutup ruang gerak Nofriansyah. Demikian pula ketika penembakan terhadap Nofriansyah terjadi, Kuat dinilai melihat rentetan peristiwa penembakan yang dilakukan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang kemudian dilanjutkan oleh Sambo hingga membuat Nofriansyah tewas.
Menurut jaksa, akibat perbuatan terdakwa, nyawa Nofriansyah hilang. Selain itu, Kuat dinilai berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya di persidangan. Perbuatan Kuat juga dinilai menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Sementara hal yang meringankan adalah Kuat belum pernah dihukum, berlaku sopan di persidangan, serta tidak memiliki motivasi pribadi.
”Dan, hanya mengikuti kehendak jahat dari pelaku lain,” ujar jaksa.
Terhadap tuntutan dari jaksa penuntut umum, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso memberikan waktu tujuh hari kepada penasihat hukum untuk menanggapinya melalui nota pembelaan. Sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan direncanakan dilaksanakan pada Selasa minggu depan.