Demi Kepastian Hukum, DKPP Diminta Cepat Tangani Aduan Kecurangan
Untuk menjaga kepercayaan publik pada penyelenggara pemilu, DKPP diminta untuk memroses pengaduan tentang dugaan pelanggaran etik oleh sejumlah anggota KPU RI dan KPU daerah.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu diminta untuk lebih cepat menangani laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh sejumlah aggota Komisi Pemilihan Umum di berbagai tingkatan. Penanganan secara cepat itu diperlukan untuk menjamin kepastian hukum di tengah tahapan Pemilu 2024 yang kini sudah mulai berjalan.
Pada 21 Desember lalu, sejumlah anggota KPU RI dan KPU daerah diadukan ke DKPP karena diduga melakukan kecurangan saat melaksanakan tahapan verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024. Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menjelaskan, aduan itu masih dalam proses verifikasi administrasi.
Dari pemeriksaan awal diketahui, ada kekurangan dokumen, salah satunya petitum, sehingga perlu perbaikan. ”Aduannya masih perlu perbaikan, DKPP mulai memproses aduan pada 3 Januari 2023 dan tanggal 5 Januari 2023 kita beri tahu hasil verifikasinya BMS (belum memenuhi syarat),” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (15/1/2023).
Kuasa hukum pengadu, Ibnu Syamsu Hidayat, menjelaskan, pihaknya sudah mengirim kekurangan syarat tersebut kepada DKPP pada Rabu (11/1/2023). Kini dokumen tersebut sedang diverifikasi dan jika lengkap, akan dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
Ibnu menilai, DKPP lamban dalam memroses aduan yang mereka ajukan. Hal ini setidaknya terlihat dari hasil verifikasi kelengkapan dokumen aduan yang baru diumumkan pada 5 Januari 2023. Padahal, jika merujuk pada Pasal 13 Ayat (8) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, hasil verifikasi administrasi diumumkan paling lama lima hari setelah laporan masuk.
”Kami memasukkan aduan tanggal 21 Desember. Harusnya lima hari setelah itu kami sudah diberi tahu hasilnya. Namun, baru diberi tahu hingga 11 hari kerja, yaitu 5 Januari 2023,” jelasnya.
Seharusnya, kata Ibnu, DKPP bisa mengikuti alur kerja sesuai hukum acara yang ada. Keterlambatan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip sidang kode etik yang cepat, terbuka, dan sederhana.
Apabila penyelesaian kasus dugaan kecurangan pemilu ini memakan waktu lama, kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dikhawatirkan akan merosot.
Menanggapi hal tersebut, Raka Sandi menerangkan, DKPP telah mengikuti aturan dengan baik. Ia menyebut, tahapan verifikasi administrasi aduan tersebut baru dimulai pada 3 Januari 2023, bukan tepat saat aduan masuk di tanggal 21 Desember 2022. Karena itu, pengumuman hasil verifikasi administrasi aduan pada tanggal 5 Januari 2023 masih masuk dalam tenggat yang telah ditetapkan.
Kepastian hukum
DKPP diminta agar lebih cepat memroses aduan tersebut demi memastikan penegakan hukum atas dugaan kecurangan penyelenggara pemilu segera menemukan titik terang. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menyebut, publik menunggu kepastian penyelesaian aduan tersebut.
Apabila penyelesaian kasus dugaan kecurangan pemilu ini memakan waktu lama, kata Fadil, kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dikhawatirkan akan merosot. Apalagi, dugaan adanya kecurangan terjadi di tengah tahapan pemilu yang sedang berlangsung.
”Ini berkaitan dengan integritas penyelenggara pemilu. Saya yakin DKPP punya semangat dan sensitivitas yang sama tentang aduan ini,” ujarnya.
Pembuktian mengenai kecurangan juga perlu dilakukan, agar masyarakat juga percaya tahapan pemilu dilaksanakan secara jujur, terbuka, dan adil. KPU diminta untuk transparan dalam proses verifikasi, khususnya soal penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
”Sekarang tahapannya adalah verifikasi pencalonan anggota DPD. Jangan sampai publik juga ragu apakah verifikasi di tahap ini dijalankan dengan benar karena berkaca ke verifikasi partai, masih menyisakan banyak pertanyaan. KPU jangan main-main,” katanya.