Pemberantasan Korupsi di Papua Bukti Kehadiran Negara
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, elite Papua telah memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan pencurian uang negara. Padahal, tiada keadilan sosial tercipta dalam koalisi korupsi, kecuali kemiskinan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan kasus korupsi yang diduga dilakukan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe menjadi peringatan bagi pelaku korupsi. Apabila tindakan korupsi terus dilakukan, Komisi Pemberantasan Korupsi akan menemukan alat bukti dan segera menindak berdasarkan kekuatan hukum dan peraturan perundang-undangan.
Lukas telah ditahan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi Rp 1 miliar untuk proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dalam kasus ini, KPK juga telah menahan tersangka penyuap Lukas, yakni Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, penanganan kasus Lukas tidak mudah. KPK dituntut profesional dan memperhatikan hak asasi manusia. ”Ini adalah peristiwa yang sangat bermakna bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Hadirnya KPK di Papua, titik terjauh negeri kita, adalah ’peringatan’ untuk seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara untuk keadilan masyarakat Indonesia di Papua,” kata Firli melalui keterangan tertulis, Sabtu (14/1/2023).
Ia menegaskan, penanganan kasus Lukas ini menjadi pesan dan kabar kepada seluruh birokrasi negara untuk tidak bermain-main dengan hukum dan tindakan atau kelakuan koruptif. Lukas, kata Firli, adalah contoh bahwa tindakan pejabat publik yang ugal-ugalan mengatasnamakan apa pun dan bertindak tidak disiplin sebagai penyelenggara negara harus tetap dibawa ke ranah hukum.
Penanganan kasus Lukas ini menjadi pesan dan kabar kepada seluruh birokrasi negara untuk tidak bermain-main dengan hukum serta tindakan atau kelakuan koruptif.
Firli mengungkapkan, selama ini masyarakat Papua mengeluhkan anggaran dana otonomi khusus (otsus) yang begitu besar, tetapi efek kesejahteraan bagi rakyat Papua secara umum sangat kecil.
Menurut Firli, elite daerah Papua memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan pencurian uang negara agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan untuk dan atas nama rakyat. Padahal, tidak ada pembangunan, apalagi keadilan sosial yang tercipta dalam koalisi korupsi, kecuali kemiskinan dan kesengsaraan.
”KPK berhati-hati karena harus memberantas korupsi sekaligus memastikan keamanan Papua. Selama proses kerja, sejumlah pernyataan atas klaim potensi konflik berskala luar biasa diarahkan kepada KPK,” kata Firli.
Akan tetapi, KPK tidak mau terjebak atas klaim itu karena pedoman hukum berlaku dan prinsip menjunjung tinggi HAM adalah bagian dari komitmen kerja profesional KPK. ”Siapa pun yang melanggar hukum dan melakukan korupsi akan dikejar oleh KPK di mana pun dan kapan pun,” kata Firli.
Ia mengungkapkan, kehadiran KPK adalah untuk mengamankan uang dan kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk rakyat Papua, yakni memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan rakyat Papua. Seluruh masyarakat Papua telah lama sadar dan sangat membutuhkan keberpihakan hukum Indonesia untuk memberantas elite dan pejabat yang berpesta pora menggunakan uang otsus/anggaran Papua.
”KPK ingin sekali lagi mengingatkan kepada siapa pun, di mana pun, bahwa apabila tindakan korupsi terus dilakukan, KPK akan temukan alat buktinya dan segera dilakukan penindakan yang berdasarkan kekuatan hukum dan peraturan perundang-undangan. Sebab, KPK dengan kekuatan yang dimiliki, tahu caranya mengeksekusi segala tindakan para pejabat yang selama ini mendapatkan backing atau penjamin dari orang berkuasa,” kata Firli.
Firli mengungkapkan, kehadiran KPK sebagai lembaga penegak hukum negara RI dalam penanganan kasus korupsi yang menjerat Lukas mendapatkan dukungan tokoh masyarakat Papua.
Kehadiran KPK adalah untuk mengamankan uang dan kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk rakyat Papua.
Beberapa dukungan kepada KPK tersebut di antaranya datang dari Esap Bogum dari kalangan tokoh adat Kabupaten Tolikara, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Jayapura Joop Suebu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Mamberamo Tengah Babor Bagabol, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Keerom Samuel Yube, serta Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNPI Haris Pratama.
Lewat dukungan itu, Esap Bogum menegaskan bahwa Papua mengucapkan terima kasih kepada KPK. Masyarakat harus mendukung kegiatan KPK dan paham aturan.
Joop Suebu mengimbau agar aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri dapat menegakkan hukum di Papua dengan menindak tegas para pejabat yang tersangkut dan terindikasi kasus korupsi. Sebab, korupsi dapat menyengsarakan seluruh masyarakat.
Babor Bagabol mengecam keras korupsi di Papua dan mendukung penegakan hukum terhadap pelaku korupsi. ”Bersama-sama jaga keamanan, Papua harus bersih dari korupsi dan NKRI harga mati,” kata Babor.
Dukungan juga diberikan Haris Pratama yang memberikan pandangan pentingnya partisipasi pemuda untuk perdamaian setelah penindakan terhadap Lukas. ”Kita harus yakin bahwa Pak Lukas akan baik-baik serta dapat mengikuti segala mekanisme dan prosedur di KPK. Kita harus yakin bahwa proses hukum akan ditegakkan seadil-adilnya dan pembangunan di Papua harus berlanjut demi kesejahteraan Papua,” kata Haris.