KPK mencegah bepergian ke luar negeri istri Gubernur Papua (nonaktif) Lukas Enembe, Yulce Wenda, serta 4 orang lainnya. Ini ditempuh agar mereka mudah dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi yang libatkan Lukas.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah bepergian ke luar negeri terhadap lima orang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi Rp 1 miliar untuk proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua dengan tersangka Gubernur Papua (nonaktif) Lukas Enembe. Salah satu orang yang dicegah adalah istri Lukas, Yulce Wenda.
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, sebagai salah satu upaya agar pihak-pihak yang diduga terkait dengan perkara ini dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik, KPK melakukan tindakan cegah.
”Kelima pihak tersebut diduga kuat mengetahui dugaan perbuatan dari tersangka LE (Lukas Enembe). Cegah pertama ini dilakukan untuk enam bulan ke depan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan,” kata Ali di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Achmad Nur Saleh mengungkapkan, kelima orang yang masuk dalam daftar cegah ialah Yulce Wenda, Lusi Kusuma Dewi, Dommy Yamamoto, Jimmy Yamamoto, dan Gibbrael Isaak.
Yulce dicegah bepergian ke luar negeri dari 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023, Lusi dari 8 Desember 2022 hingga 8 Juni 2023, Dommy dari 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023, Jimmy dari 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023, dan Gibbrael dari 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023.
Yulce merupakan istri Lukas. Yulce pernah dipanggil sebagai saksi oleh KPK pada 5 Oktober 2022 bersama dengan anaknya, Astract Bona Timoramo Enembe. Namun, keduanya mangkir. Bahkan, KPK telah memblokir rekening bank Yulce. Sementara itu, keempat orang yang turut dicegah berasal dari swasta.
Pada Kamis (12/1), tim penyidik KPK telah memeriksa Lukas dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Ali mengungkapkan, dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik menjelaskan terkait hak hukum Lukas sebagai tersangka. Selain itu, terkait dengan hal-hal yang bersifat normatif, seperti identitas.
”Yang bersangkutan menyatakan belum siap diperiksa karena merasa masih dalam kondisi sakit. Namun, tim penyidik tetap melanjutkan pemeriksaan tersangka sebagaimana keterangan tim medis yang menyatakan tersangka fit to stand trial sehingga mampu menjalani pemeriksaan. Agenda pemeriksaan lanjutan berikutnya akan kembali dijadwalkan,” kata Ali.
Ia menjelaskan, seseorang yang telah diasesmen oleh tim medis dan dinyatakan siap menjalani pengadilan, maka secara hukum bisa mengikuti proses pemeriksaan sebagai tersangka, saksi, hingga persidangan.
Lukas, kata Ali, juga sudah menyatakan fit. Pernyataan tersebut menjadi pegangan KPK meskipun dalam pemeriksaan Lukas mengaku sakit. Pekan depan, Lukas akan kembali diperiksa sebagai saksi ataupun tersangka.
Selain sebagai tersangka, Lukas akan menjadi saksi untuk tersangka pemberi suap kepada Lukas, yakni Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka. Karena itu, kata Ali, KPK berharap Lukas kooperatif memberikan jawaban kepada penyidik untuk kelancaran proses pemberkasan perkara sehingga ada kepastian hukum.
”Kepastian hukum tidak hanya pada KPK sebagai tim penyidik, tetapi kepastian hukum bagi dirinya, tentunya, kan. Karena perkaranya tentu karena asas praduga tak bersalah, nantinya akan diuji pada proses persidangan di tindak pidana korupsi dan itu dimulai dari pemberkasan yang bisa dilakukan dengan cepat syarat formil, syarat materialnya juga harus dilengkapi tentunya,” kata Ali.
Anggota tim hukum dan advokasi Lukas, Petrus Bala Pattyona, mengatakan, penyidik menanyakan delapan pertanyaan kepada Lukas. Salah satunya terkait dengan pengajuan saksi meringankan. Dalam pemeriksaan tersebut, Lukas bicara secara pelan-pelan dan diulang-ulang.