Penilaian Tenaga Fungsional Dilakukan Berbasis Hasil Kerja
Penyederhanaan birokrasi perlu betul-betul disertai penilaian kinerja sesuai fungsi dan hasil kerja. Dengan demikian, tujuan efisiensi kerja birokrasi bisa dicapai.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin menerima Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Eko Prasojo (kedua dari kiri) bersama beberapa anggota tim ahli di kediaman resmi Wapres, Jakarta, Selasa (13/9/2022). Dalam pertemuan itu dilaporkan evaluasi reformasi birokrasi yang sudah berjalan.
JAKARTA, KOMPAS — Penyederhanaan birokrasi masih terus disempurnakan. Pejabat struktural terus dikurangi dan dialihkan menjadi tenaga fungsional. Demikian pula tenaga administrasi umum.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas menjelaskan, penyempurnaan dalam penyederhanaan birokrasi saat ini direalisasikan dengan penyempurnaan pengaturan mengenai penilaian kinerja.
”Sudah selesai, tinggal tunggu nomor untuk diundangkan, sebelumnya hal krusial, seperti angka kredit, kemudian soal kinerja,” tutur Azwar Anas seusai mengikuti rapat Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) yang dipimpin Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wapres, Kamis (12/1/2023).
Hadir dalam rapat yang berlangsung pukul 13.30 sampai pukul 15.00, antara lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo, dan Sekretaris Eksekutif KPRBN Eko Prasojo.
Sudah selesai, tinggal tunggu nomor untuk diundangkan, sebelumnya hal krusial seperti angka kredit, kemudian soal kinerja.
Diakui, sistem penilaian kinerja sebelum ini menguras waktu. Tenaga fungsional terlalu disibukkan dengan pengisian angka kredit kredit.
Sekretaris Eksekutif KPRBN Eko Prasojo menjelaskan, penilaian kinerja untuk jabatan fungsional sejauh ini ada dua, yakni penilaian berbasis aktivitas dan penilaian berbasis hasil kerja (output). Untuk jabatan fungsional dosen dan peneliti, umumnya penilaian berbasis hasil kerja sudah biasa diterapkan. Penilaian berdasarkan hasil penelitian, jumlah SKS mengajar, serta pengabdian masyarakat.
Baca Juga: Rapor Reformasi Birokrasi

Masalahnya, banyak penilaian kinerja jabatan fungsional baru yang berbasis aktivitas. ”Ini mungkin memakan banyak waktu (untuk mengisi poin hasil kerja) dan kurang relevan dengan output kerja seorang pegawai. Sekarang (penilaian kinerja) direvisi supaya lebih terkoneksi dengan fungsinya,” tambah Eko.
Penilaian kinerja dalam peraturan yang sudah ada, Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani pada 3 Februari 2022, dinilai masih perlu dirinci. Dengan demikian, penilaian kinerja tidak hanya berbasis butir-butir kegiatan.
Penyederhanaan birokrasi ini dinilai penting karena ASN tenaga administrasi saat ini mencapai 1,1 juta orang. Dengan digitalisasi, jumlah tenaga administrasi yang diperlukan diperkirakan berkurang 30 persen dalam lima tahun. Kendati demikian, Azwar mengatakan, tidak ada pensiun dini untuk pengurangan tenaga administrasi ini.
Karena itu, diberikan peningkatan keterampilan dan kapasitas serta pendidikan latihan untuk mendapatkan tenaga fungsional yang lebih mumpuni.
Ke depan tidak bisa lagi birokrasi ini menjadi lembaga penyerap pengangguran. Tetapi, kalau bicara birokrasi, (harus) bekerja cepat layanan bagus (supaya) investasi tumbuh.
”Ke depan tidak bisa lagi birokrasi ini menjadi lembaga penyerap pengangguran. Tetapi, kalau bicara birokrasi, (harus) bekerja cepat layanan bagus (supaya) investasi tumbuh,” tambah Anas.
Sementara itu, pengalihan pejabat-pejabat eselon 1 menjadi tenaga fungsional akan dilakukan secara sangat selektif. Sebab, hal ini akan berimplikasi pada perpanjangan usia pensiun ASN tersebut. Sebagai pejabat eselon 1, usia pensiunnya 60 tahun, tetapi apabila menjadi tenaga fungsional, masa pensiun menjadi 65 tahun.
”Itulah yang kemarin menjadi perhatian Presiden, agar jabatan-jabatan (pengalihan jabatan eselon 1 ke tenaga fungsional) ini sangat selektif, sangat selektif, ya, karena ada jabatan tertentu yang diperlukan, tapi banyak juga yang tidak perlu, tapi diusulkan,” tutur Anas.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Dynamic Governance: Wajah Baru Reformasi Birokrasi Indonesia di Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah, Senin (4/11/2019). Upaya reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memanfaatkan media sosial.
Penghapusan jabatan
Secara terpisah, Pengajar Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya Gitadi Tegas Supramudyo menilai, kebijakan perampingan birokrasi awalnya dianggap sebagai penghapusan jabatan tertentu berikut tunjangan jabatannya dan digantikan jabatan fungsional beserta tunjangan fungsionalnya. ”Padahal, tujuan keberadaan jabatan fungsional bukan begitu,” ujarnya.
Kondisi berlarut dalam penyederhanaan birokrasi terjadi akibat ketiadaan parameter pada banyak jabatan fungsional yang jelas dan terukur. Ini akibat parameter kinerja belum dirumuskan sejak awal, sebelum seseorang beralih ke jabatan fungsional.
Kondisi berlarut dalam penyederhanaan birokrasi terjadi akibat ketiadaan parameter pada banyak jabatan fungsional yang jelas dan terukur. Ini akibat parameter kinerja belum dirumuskan sejak awal, sebelum seseorang beralih ke jabatan fungsional.
Karena itu, penyederhanaan birokrasi baru tampak pada nama lembaga. Penggabungan banyak fungsi yang sebelumnya ada di beberapa lembaga atau dinas bisa saja dianggap sebagai parameter sukses. Kendati demikian, menurut Gitadi, semestinya hal ini segera diikuti penetapan parameter berbasis kinerja dan transparansi mulai dari seleksi, penempatan pegawai, sampai capaian kinerja. ”Semua harus sesuai kebutuhan jabatan fungsional tertentu di suatu institusi,” tuturnya.

Para orangtua penerima KJP menunggu namanya dipanggil oleh karyawan Bank DKI yang membagikan buku rekening di Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta, Selasa (16/6/2020).
MPP digital
Sementara itu, dalam rapat KPRBN, Wapres mendorong supaya pelayanan publik bisa terus ditingkatkan. Untuk itu, diharap semua kabupaten/kota segera menyelesaikan pembentukan mal pelayanan publik (MPP) terutama MPP digital.
MPP digital yang berbasis teknologi informasi mesti menjadi tulang punggung pelayanan masyarakat. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik dan meningkatkan iklim investasi.
Sampai Desember 2022 telah berdiri 103 MPP atau setara dengan 20 persen dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Ditargetkan pada 2024 sebanyak 411 kabupaten/kota lain sudah memiliki MPP.
”Tahun 2023/2024 ini memang masuk di tahun politik yang tentu menyedot energi dan perhatian pemerintah daerah. Tapi, tugas kita menyelesaikan 411 (MPP),” tambah Wapres dalam pengantar rapat.
Baca Juga: Percepatan Reformasi Birokrasi Tak Bisa Ditawar
Untuk itu, menurut Anas, akan dibuat proyek percontohan Februari ini untuk MPP digital. Adapun MPP digital diluncurkan pada Mei.
”MPP digital yang berbasis teknologi informasi mesti menjadi tulang punggung pelayanan masyarakat. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik dan meningkatkan iklim investasi,” tutur Wapres Amin.
Menurut Wapres, MPP digital yang dikoordinasikan secara nasional dapat menghemat anggaran serta selaras dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Nasional.
Wapres meminta semua pemangku kepentingan untuk menuntaskan desain MPP digital.
Menpan RB diharap mengoordinasikan langkah-langkah tepat dan konkret untuk pembangunan MPP digital, termasuk integrasi proses bisnisnya. Menteri Dalam Negeri akan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) digital beserta kelembagaan MPP digital. Adapun Menteri Keuangan ditugaskan mendukung dari sisi anggaran.
MPP digital pun diminta menjadi bagian dari prioritas nasional transformasi pelayanan publik, termasuk keterkaitan MPP digital dalam rangka Satu Data Indonesia.