Kaderisasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Partai Politik
Partai politik kesulitan memiliki kandidat potensial dari internalnya sendiri. Hal ini dinilai menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua partai di Indonesia saat ini.
> Fenomena kader partai tertentu yang dijadikan bakal capres/cawapres partai lain dinilai sebagai berita buruk pelembagaan partai.
> PSI merespons pernyataan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang menyindir parpol lain yang mendompleng keberhasilan kader PDI-P.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
> PAN dan PPP menilai parpol seharusnya tak bermasalah jika nama kadernya masuk daftar bakal capres karena itu berangkat dari aspirasi rakyat.
JAKARTA,KOMPAS - Pengusungan tokoh potensial dari partai politik lain menjadi bakal calon presiden ataupun calon wakil presiden menunjukkan perekrutan dan kaderisasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi partai-partai politik di Indonesia. Idealnya, partai politik memperkuat kaderisasi internal agar dapat menyiapkan calon-calon pemimpin bangsa yang mumpuni dan dikehendaki rakyat sesuai fungsi yang melekat pada lembaga politik tersebut.
Fenomena partai politik (parpol) mengusung kader parpol lain dalam pemilihan presiden (pilpres) sebenarnya sudah jamak terjadi. Jelang Pemilu 2024 ini, misalnya, masih didapati parpol yang menjadikan kader parpol lain sebagai capres atau cawapres. Salah satunya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menetapkan Gubernur Jawa Tengah, yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo, sebagai bakal calon presiden (capres) 2024.
Selain itu, Partai Amanat Nasional (PAN) juga mengumumkan sejumlah kader parpol lain akan direkomendasikan sebagai bakal capres. Mereka antara lain Ganjar, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Begitu pula Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menyampaikan bahwa kader parpol lain, seperti Ganjar serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang merupakan anggota Partai Gerindra, masuk dalam daftar bakal capres usulan pengurus dan anggota PPP di akar rumput.
Peneliti pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, mengungkapkan, fenomena itu merupakan berita buruk bagi pelembagaan partai karena menandakan ada masalah dalam melakukan perekrutan dan kaderisasi internal partai. ”Partai kesulitan memiliki kandidat potensial dari internalnya sendiri. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua partai di Indonesia saat ini,” kata Aisah saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (11/1/2023) malam.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan saat mengumumkan kader PDI-P Ganjar Pranowo sebagai bakal capres PAN dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (27/8/2022).
Lemahnya kaderisasi salah satunya disebabkan ikatan partai dengan kader rendah. Hal itu terlihat dari adanya fenomena politisi kutu loncat, yang dengan mudah berpindah dari parpol satu ke parpol lain. Kondisi ini, menurut Aisah, juga terjadi karena penerapan pemilu langsung, yaitu rakyat bisa memilih langsung anggota DPR dan presiden. Parpol memilih mengikuti arus untuk mencalonkan kandidat yang populer dan disenangi publik karena punya potensi kemenangan tinggi meski kandidat itu berasal dari partai lain.
Untuk mengatasi persoalan itu, kata Aisah, parpol harus terus memperkuat kaderisasi. Apalagi, kaderisasi dan merekrut calon pemimpin merupakan salah satu fungsi parpol. Hal yang juga penting adalah memberikan bekal agar kader tumbuh menjadi calon pemimpin yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan rekam jejak yang baik di mata publik.
PSI meminta maaf
Fenomena parpol mengincar dan mengusung kader parpol lain itu sempat disinggung Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Dalam pidatonya pada perayaan HUT Ke-50 PDI-P, Selasa lalu, Megawati mengungkapkan ada kecenderungan parpol lain mendompleng keberhasilan kader PDI-P.
”Mbok kerja dulu, baru gegap gempita. Ini, kok, gegap gempita saja, enggak pamit-pamit, tetapi mengambil orang-orang saya. Enak saja,” katanya.
Baca juga: Rakyat Berembuk Cari Capres, Parpol Pun Menuai Hasil
Menanggapi pernyataan itu, PSI yang sudah mendeklarasikan Ganjar sebagai bakal capres meminta maaf kepada Megawati.
”Kami paham bahwa apa yang disampaikan Ibu Megawati dalam pidato di acara HUT Ke-50 PDI-P ditujukan kepada PSI. Untuk itu, dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, PSI meminta maaf kepada Ibu Mega,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, melalui akun Instagram PSI yang diunggah pada Rabu.
Ia menjelaskan, dukungan PSI terhadap Ganjar diputuskan setelah mendengarkan aspirasi melalui Rembuk Rakyat PSI. Hasilnya, mayoritas kader dan pendukung PSI menginginkan Ganjar sebagai calon presiden berikutnya.
Baca juga: Kerja Politik Para Figur Potensial Capres di Akhir Pekan
Sama dengan PSI, munculnya nama Ganjar dan Puan sebagai bakal capres PAN juga merupakan aspirasi dari daerah. Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, tidak ada masalah jika nama kader parpol lain masuk daftar bakal capres karena hanya sebatas aspirasi rakyat.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani juga mengungkapkan, kemunculan nama kader parpol lain berasal dari aspirasi masyarakat. Karena itu, seharusnya partai bersangkutan tidak mempermasalahkannya. Lagi pula, sampai saat ini PPP juga belum menetapkan bakal capres yang akan diusung.
Meski demikian, Ketua DPP PDI-P Bambang Wuryanto mengingatkan bahwa setiap partai harus memiliki otoritas dan berdaulat. Selain itu, hubungan antarpartai juga menjadi penting untuk dijaga sebagai sebuah etika politik.
”Hari ini etika penting. Ketika semua berpikir pragmatis, etika karena tidak tertulis suka diabaikan, unggah-ungguh diabaikan. Padahal, itu menjadi tata nilai bangsa sesungguhnya. Kalau urusan dengan PSI waktu itu, kalau mau mendeklarasikan, ya, mbok minta izin. Kan, gitu,” kata Bambang.