Wapres Ma'ruf Amin menegaskan, netralitas ASN tak bisa ditawar. Kendati ASN diperbantukan sebagai penyelenggara pemilu ”ad hoc”, netralitas tetap harus dijaga.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
KOMPAS/NINA SUSILO
Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin rapat Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (12/1/2023). Dalam rapat, Wapres mengingatkan perlunya percepatan realisasi mal pelayanan publik (MPP) di semua kabupaten/kota, terutama MPP digital.
JAKARTA, KOMPAS — Aparatur sipil negara atau ASN tetap harus menjaga netralitasnya meskipun sebagian dari mereka akan diperbantukan sebagai panitia penyelenggara Pemilu 2024. Selain itu, birokrasi juga diharapkan tetap dapat fokus menjalankan perannya menyelenggarakan pelayanan publik.
”ASN itu harus netral, itu sudah jelas, tidak bisa ditawar lagi,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin seusai memimpin rapat Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Rapat yang berlangsung sejak pukul 13.30 sampai pukul 15.00 itu turut dihadiri, antara lain, oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo, dan Sekretaris Eksekutif KPRBN Eko Prasojo.
Sehari sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu, Mendagri Tito Karnavian mengatakan, pelibatan ASN sebagai panitia penyelenggara pemilu ad hoc dilakukan hanya di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan yang dinilai kekurangan sumber daya manusia yang memenuhi syarat. Karena itu, sudah diterbitkan surat edaran nomor 900.1.9/9095/SJ pada 30 Desember 2022 yang mendorong pemerintah daerah untuk memberi izin ASN jadi panitia pemilu.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas (tengah), Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (kiri), Sekretaris Eksekutif Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional Eko Prasojo (kedua dari kiri), Staf Khusus Wapres M Nasir (kanan) berbincang sebelum rapat terkait reformasi birokrasi dan mal pelayanan publik di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Wapres Amin mengakui, beberapa daerah mungkin akan ada kesulitan merekrut masyarakat sipil sebagai penyelenggara pemilu ad hoc, seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Ketika kesulitan itu terjadi, tenaga ASN diperlukan.
Kendati bertugas sebagai panitia penyelenggara pemilu ad hoc, ASN tetap tak boleh membiarkan netralitasnya tercederai. ”Kalau (jadi) penyelenggara itu tidak harus kemudian dia tidak netral, tetap netral, dan sifatnya juga ad hoc. (Sehingga) Nanti selesai (bertugas) dia kembali menjadi ASN,” tambah Wapres Amin.
Sementara itu, dalam rapat KPRBN, Wapres juga mendorong supaya pelayanan publik bisa terus ditingkatkan. Untuk itu, diharapkan semua kabupaten/kota segera menyelesaikan pembentukan mal pelayanan publik (MPP), terutama MPP digital.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan seusai memimpin rapat Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Sampai Desember 2022, telah berdiri 103 MPP atau setara dengan 20 persen dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Ditargetkan, pada 2024, 411 kabupaten/kota lain sudah memiliki MPP. ”Tahun 2023/2024 ini memang masuk di tahun politik yang tentu menyedot energi dan perhatian pemerintah daerah. Tapi, tugas kita menyelesaikan 411 (MPP),” ujar Wapres dalam pengantar rapat.
Untuk itu, menurut Anas, akan dibuat proyek percontohan pada Februari ini untuk MPP digital. Menurut rencana, MPP digital akan diluncurkan pada Mei.
Penyederhanaan birokrasi
Selain berupaya memenuhi target 411 MPP, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) juga tengah menyelesaikan penyederhanaan birokrasi. Pengaturan mengenai penilaian kinerja para pejabat struktural yang beralih menjadi tenaga fungsional pun sudah disiapkan.
Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas seusai rapat menjelaskan, peraturan menteri terkait tata cara penilaian kinerja tenaga fungsional sudah tuntas kendati masih dalam tahap pengundangan. Pengaturan ini diharapkan cukup obyektif, tetapi tidak terlampau menyibukkan tenaga fungsional dengan pengisian angka kredit saja.
KOMPAS/NINA SUSILO
Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas
Penyederhanaan birokrasi ini dinilai penting karena ASN tenaga administrasi mencapai 1,1 juta orang. Dengan digitalisasi, jumlah tenaga administrasi diperkirakan berkurang 30 persen dalam lima tahun. Kendati demikian, Azwar mengatakan, tidak ada pensiun dini untuk pengurangan tenaga administrasi ini.
Karena itu, diberikan peningkatan keterampilan dan kapasitas serta pendidikan dan latihan untuk mendapatkan tenaga fungsional yang lebih mumpuni. ”Ke depan tidak bisa lagi birokrasi ini menjadi lembaga penyerap pengangguran. Tetapi, kalau bicara birokrasi, (harus) bekerja cepat layanan bagus (supaya) investasi akan tumbuh,” tambah Anas.
Sementara itu, pengalihan pejabat-pejabat eselon 1 menjadi tenaga fungsional akan dilakukan secara sangat selektif. Sebab, hal ini akan berimplikasi pada perpanjangan usia pensiun ASN tersebut. Sebagai pejabat eselon 1, usia pensiunnya 60 tahun, tetapi jika menjadi tenaga fungsional, masa pensiun menjadi 65 tahun.
”Itulah yang kemarin menjadi perhatian Presiden, agar jabatan-jabatan (pengalihan jabatan eselon 1 ke tenaga fungsional) ini sangat selektif, sangat selektif, ya, karena ada jabatan tertentu yang diperlukan, tapi banyak juga yang tidak perlu tapi diusulkan,” tutur Anas.