KPK mengapresiasi putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan putusan itu, KPK akan melanjutkan pengumpulan alat bukti, termasuk mengembangkan informasi yang telah dikantongi.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Hakim Agung Gazalba Saleh mengenakan rompi tahanan dan digiring petugas menuju mobil tahanan setelah diperiksa dan dinyatakan menjadi tersangka kasus suap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (8/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat menerima permohonan praperadilan tersangka kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung, Gazalba Saleh. Dengan adanya putusan ini, status tersangka Gazalba menjadi sah. Komisi Pemberantasan Korupsi pun kembali melanjutkan penyidikan terhadap kasus suap yang menjerat hakim agung tersebut.
Dalam sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023), hakim tunggal Haryadi mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan KPK sehingga permohonan praperadilan yang diajukan oleh pihak Gazalba Saleh tidak dapat diterima.
”Menimbang bahwa eksepsi termohon (KPK) dikabulkan dan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” ucap Haryadi dalam sidang putusan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Hakim Agung Gazalba Saleh mengenakan rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Pada pembacaan putusan tersebut, pihak termohon, yaitu KPK, mengajukan beberapa nota keberatan atau eksepsi, salah satunya meminta majelis hakim menolak permohonan praperadilan pihak Gazalba Saleh karena dalil yang termuat termasuk dalam materi pokok perkara.
Dalam keberatannya, KPK menilai, bila petitum atau isi gugatan permohonan praperadilan yang disampaikan sudah masuk ke dalam materi pokok perkara, keputusan mengenai hal tersebut bukan lagi wewenang pengadilan praperadilan, melainkan pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
”Isi permohonan praperadilan merupakan materi pokok perkara, yang seharusnya diperiksa, diadili, dan diputus oleh majelis hakim Tipikor, dan bukan kewenangan hakim tunggal praperadilan sehingga permohonan seharusnya ditolak atau tidak dapat diterima,” ucap Haryadi membacakan keberatan dari pihak KPK.
Selain hal di atas, KPK mengajukan keberatan terhadap permohonan pihak Gazalba Saleh agar kliennya mendapat rehabilitasi atau pemulihan nama baik, harkat, martabat, dalam kedudukannya sebagai hakim agung. Dalam eksepsi yang dibacakan, bila mengacu pada Pasal 97 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, permohonan rehabilitasi hanya dapat dilakukan apabila seseorang sudah dinyatakan bebas oleh pengadilan atau dilepaskan dari segala tuntutan hukum yang didasarkan pada putusan yang memiliki ketetapan hukum.
Berdasarkan hal di atas, permohonan rehabilitasi tidak dapat diterima karena kasus Gazalba masih dalam proses penyidikan di KPK dan belum mendapatkan putusan pidana apa pun dari pengadilan. ”Berdasarkan pertimbangan di atas, oleh karena perkara pidana pemohon tersebut masih berada dalam proses penyidikan atau perkaranya belum dihentikan, maka dalil tersebut tidak berdasarkan hukum sehingga eksepsi termohon patut dikabulkan,” ujarnya.
Mengacu pada dikabulkannya eksepsi di atas, hakim tunggal Haryadi pun tidak lagi mempertimbangkan dalil permohonan lain yang sudah diajukan oleh pihak Gazalba Saleh dalam putusannya.
Secara terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menerangkan, pihaknya mengapresiasi putusan hakim tersebut sebagai keputusan yang bijak. Sedari awal, pihaknya yakin, seluruh proses penanganan perkara tersebut sudah sesuai dengan mekanisme hukum.
”Kami akan lanjutkan pengumpulan dan melengkapi alat bukti perkara tersebut, termasuk pengembangan informasi yang telah kami miliki saat ini,” ujarnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Sebelumnya, KPK, Senin (28/11/2022), mengumumkan penetapan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka perkara dugaan suap pengurusan kasus pidana terkait Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung. Dalam kasus ini diduga terjadi pengondisian putusan dengan pemberian uang oleh pihak berperkara.
Selain Gazalba Saleh, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap hakim yustisial, panitera pengganti pada Kamar Pidana MA, Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho; serta Staf Hakim Agung Gazalba Saleh, Redhy Novarisza.