KPU siapkan empat model simulasi daerah pemilihan pemilu anggota DPR yang dikonsultasikan dalam rapat di DPR besok. Untuk menjaga proporsionalitas dapil, pertimbangan hukum MK harus digunakan untuk pilih model dapil.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menyiapkan empat model simulasi daerah pemilihan pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan dikonsultasikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR, Rabu (11/1/2023). Model dapil yang dipilih hendaknya mengikuti pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi agar menjaga proporsionalitas dapil di Pulau Jawa dan luar Jawa.
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustopa, mengatakan, rapat dengar pendapat (RDP) dengan penyelenggara pemilu mengagendakan membahas segala hal terkait tahapan pemilu, termasuk pendapilan kewenangannya berada di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
”Kalau pembahasan soal dapil tidak selesai di RDP, menurut rencana akan dilanjutkan dalam rapat konsinyering tentang dapil,” ujarnya di Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Kalau pembahasan soal dapil tidak selesai di RDP, menurut rencana akan dilanjutkan dalam rapat konsinyering tentang dapil.
Sebelumnya, MK pada Selasa (20/12/2022) telah mengembalikan kewenangan penyusunan dapil dan penentuan alokasi kursi untuk pemilihan anggota DPR dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi kepada KPU. Sebelumnya alokasi kursi dan dapil DPR dan DPRD provinsi sudah tertera di lampiran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan demikian, kewenangan penyusunan dapil mulai tingkat DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota menjadi kewenangan KPU. Adapun tahapan pendapilan akan berakhir pada 9 Februari.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, KPU bersama empat orang tim ahli penyusunan daerah pemilihan (dapil) telah membuat beberapa model simulai pendapilan untuk pemilihan legislatif anggota DPR. Ada empat model simulasi dapil yang dibuat dengan mengikuti prinsip penyusunan dapil dan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 tentang Pembentukan Dapil.
Dari empat model simulasi yang dibuat, dua model di antaranya ialah menggunakan model kuota seperti di lampiran III Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tetapi ada penyesuaian alokasi kursi di beberapa provinsi. Model lainnya ialah pembagian kursi yang sama masing-masing 290 kursi untuk dapil di Pulau Jawa dan luar Jawa. ”Semua model simulasi dapil akan dikonsultasikan ke DPR,” ujarnya.
Semua model simulasi dapil akan dikonsultasikan ke DPR.
Anggota tim ahli penyusunan dapil KPU, Sidik Pramono, menuturkan, pihaknya menerapkan kebijakan afirmasi dalam pengalokasian kursi ke setiap provinsi. Sesuai UU Pemilu, satu dapil terdiri dari minimal tiga kursi dan maksimal 10 kursi. Oleh karena itu, provinsi-provinsi yang jumlah penduduknya jika dikonversi kurang dari tiga kursi tetap dialokasikan tiga kursi. ”Kebijakan afirmasi diambil untuk mengejar aspek keterwakilan yang representatif,” ujarnya.
Secara terpisah, saat diskusi bertajuk ”Alokasi Kursi DPR Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa Pascaputusan Mahkamah Konstitusi”, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta KPU mengalokasikan kursi berdasarkan pembagian dapil di Pulau Jawa dan luar Jawa. Hal ini sesuai dengan pertimbangan putusan MK yang meminta adanya proporsionalitas kursi di antara dapil, terutama antara dapil di Pulau Jawa dan dapil di luar Jawa tetap dapat dijaga secara proporsional.
”MK menyebutkan pentingnya keberimbangan dapil antara di Pulau Jawa dan luar Jawa. Perhatian ini menjadi salah satu pertimbangan hukum MK,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.
MK menyebutkan pentingnya keberimbangan dapil antara di Pulau Jawa dan luar Jawa. Perhatian ini menjadi salah satu pertimbangan hukum MK.
Menurut dia, ada lima urgensi yang membuat model pengalokasian kursi harus dibagi sama antara dapil di Pulau Jawa dan luar Jawa. Pertama, secara historis, ada pergulatan sejarah antara Jawa dan luar Jawa yang situasinya terasa sangat sentralistik di Jawa. Oleh karena itu, perlu perimbangan agar daerah di luar Jawa merasakan pembangunan yang merata. Kemudian dari sisi politis, representasi provinsi antara pulau Jawa dan luar Jawa belum seimbang karena kursi DPR untuk provinsi di Pulau Jawa mencapai 306 kursi, sedangkan di luar Jawa 269 kursi.
Perebutan di dapil Jawa
Secara sosioligis, lanjut Khoirunnisa, ekonomi dan infrastruktur di Pulau Jawa lebih maju sehingga ada kecenderungan lumbung suara hanya diperebutkan di dapil yang berada di Pulau Jawa. Sementera secara yuridis, logika keterpilihan Presiden yang mensyaratkan perolehan suara 50 persen plus satu dan memiliki 20 persen suara dari setengah jumlah provinsi perlu diadaptasi.
”Adapun secara filosofis, harus ada pengorbanan dari penduduk di Pulau Jawa dengan memberikan sebagian kursi untuk luar Jawa agar bisa menjaga keberimbangan,” ucap Khoirunnisa.
Adapun secara filosofis, harus ada pengorbanan dari penduduk di Pulau Jawa dengan memberikan sebagian kursi untuk luar Jawa agar bisa menjaga keberimbangan.
Berdasarkan dua model simulasi pendapilan yang dibuat Perludem, alokasi kursi untuk sejumlah provinsi berubah dibandingkan di Lampiran III UU Pemilu. Dalam model kuota, jumlah kursi di beberapa provinsi bertambah, di antaranya di Jawa Barat bertambah 10 kursi, Banten bertambah 3 kursi, dan Sumatera Utara bertambah 2 kursi. Namun, ada provinsi yang jumlah kursinya berkurang, antara lain Jawa Timur berkurang 2 kursi dan Sulawesi Selatan berkurang 5 kursi.
Sementara pada model pembagian kursi yang sama antara Pulau Jawa dan luar Jawa dan Jatim berkurang 10 kursi, Jateng berkurang 6 kursi. Sementera Sumatera Utara bertambah 6 kursi, Banten bertambah 1 kursi, dan Sumatera Selatan serta Riau bertambah tiga kursi.
”Karena adanya amanat MK untuk menjaga keberimbangan kursi antara Jawa dan luar Jawa, simulasi yang disampaikan KPU harus mengatur Jawa dan luar Jawa,” ucap peneliti Perludem, Heroik M Pratama.