Cakrawala Pandangan yang Luas, Kedalaman Batin, dan Ikatan dengan Rakyat
Untuk menjadi pemimpin yang paripurna, tidak hanya butuh dukungan secara elektoral, tetapi juga memiliki cakrawala pandangan yang luas.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
Megawati Soekarnoputri tersenyum menyambut kedatangan tim harian Kompas di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Senin (9/1/2023) siang. Di ruangan tengah kediamannya yang dipenuhi semerbak wangi anggrek dan melati, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menerima kami dengan didampingi tiga pejabat teras partai, yakni Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDI-P Ahmad Basarah, dan Ketua DPP PDI-P Nusryirwan Sujono.
Selama dua jam, ia menceritakan hal-hal berkesan saat memimpin partai yang memasuki usia ke-50 tahun pada Selasa (10/1/2023), tantangan bangsa, serta karakter kepemimpinan dan Pemilu 2024. Sesekali Megawati tertawa saat mengingat peristiwa yang menggelikan. Tidak terkecuali ketika menceritakan pemanggilan dirinya oleh Kejaksaan Agung di era Orde Baru.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ia tertawa lepas mengingat salah satu pertanyaan yang diajukan jaksa selama delapan jam memeriksanya. ”Saudari, apakah pernah melihat dan mendengar soal naga merah dan naga hijau,” kata Megawati mengulangi pertanyaan jaksa yang yang saat itu memeriksanya
Meski belakangan jaksa menjelaskan yang dimaksud ”naga hijau” adalah mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sekaligus Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid, serta mengisyaratkan bahwa ”naga merah” adalah dirinya, bagi Megawati pertanyaan itu tetap tak masuk akal karena naga adalah binatang khayali. Ia hampir pula marah karena pertanyaan itu disusul dengan pelabelan dirinya sebagai pengkhianat negara.
Di kemudian hari, saat menjabat sebagai Presiden RI, Megawati menghadiri peringatan Hari Adhyaksa. Kepada Jaksa Agung ketika itu, ia bertanya apakah jaksa yang memeriksanya hadir di lapangan upacara. ”Jaksa Agung langsung menjawab, ’siap perintah’. Padahal, saya hanya bertanya. Sekarang dia yang hormat kepada saya yang Presiden,” kata Megawati tersenyum.
Dalam catatan Kompas, Megawati pernah diperiksa 10,5 jam di Kejaksaan Agung. Ia diperiksa tanpa didampingi satu pun penasihat hukum dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia sebagai saksi untuk tersangka Budiman Sudjatmiko dan Muchtar Pakpahan yang dituduh subversi (Kompas, 11/9/1996).
Menurut Megawati, berbagai peristiwa yang terjadi selama memimpin PDI-P sejak era 1990-an telah membentuk dan memperluas cakrawala pandangannya sebagai pemimpin. Negara membutuhkan pemimpin yang berpengalaman. Tidak hanya duduk diam di balik meja menunggu laporan dari bawahan.
Pengalamannya juga sudah terbangun sejak belia. Ia dilahirkan sebagai putri Presiden Pertama RI Soekarno, dibesarkan di lingkungan Istana Negara, sehingga terbiasa dengan pergaulan dan pengetahuan berpolitik dari berbagai tokoh bangsa. Dinamika politik negara pascakemerdekaan juga menempanya.
Keberhasilan partai
Salah satu buah dari kepemimpinan itu adalah kesuksesan partai secara elektoral. Dari lima kali pemilu pascareformasi, PDI-P memenangi tiga pemilu. Bahkan, pada Pemilu 2014 dan 2019, partai berlambang banteng itu tak hanya memenangi pemilihan anggota legislatif (pileg), tetapi juga pemilihan presiden (pilpres). Dari kesuksesan itu pula, banyak pemimpin dilahirkan, mulai dari bupati, wali kota, gubernur, anggota dewan, menteri, hingga presiden.
Untuk menjadi pemimpin yang paripurna, tidak hanya butuh dukungan secara elektoral, tetapi juga memiliki cakrawala pandangan yang luas.
Kompas menanyakan kepada Megawati, apa ”resep” keberhasilannya melahirkan kader pemimpin di berbagai tingkatan. Megawati menuturkan, untuk menjadi pemimpin yang paripurna, mereka tidak hanya butuh dukungan secara elektoral, tetapi juga memiliki cakrawala pandangan yang luas.
Bung Karno, misalnya, sejak 16 tahun sudah menganalisis kondisi sosial dan menuangkan gagasannya dalam berbagai tulisan. Analisisnya dalam berbagai bidang terbukti melampaui zaman sehingga masih relevan untuk diterapkan bahkan hingga hari ini.
Saat berbicara mengenai hal ini, intonasi suara Megawati meninggi, terutama ketika membahas penghilangan ide-ide Soekarno yang ia sebut sebagai proses desoekarnoisasi.
”Siapa pun nanti pemimpin Indonesia, tidak mungkin jika tidak punya wawasan atau cakrawala berpikir. Dia harus bisa menjadi lentera bagi masa depan bangsa,” ujar Megawati.
Pemimpin, lanjutnya, juga harus memiliki ikatan batin yang kuat dengan masyarakat. Tidak meninggalkan rakyat dalam situasi apa pun. Dengan suara yang memberat, Megawati menceritakan peristiwa Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Sukolilo, Jawa Timur, 1993. Saat itu, pemerintah Orde Baru tak mau mengakui terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDI berdasarkan perolehan suara terbanyak dari peserta kongres.
Alih-alih diakui, peserta kongres dan dirinya justru terancam bahaya karena lokasi kongres dipenuhi intelijen dan ada sejumlah indikasi penyerangan. Itu terlihat dari keberadaan sejumlah jeriken minyak tanah dan handuk di sekeliling gedung yang ditempati.
Mengetahui hal itu, Megawati meminta para peserta kongres untuk masuk ke kamar masing-masing dan mengunci pintu. ”Saat itu, saya pasti bertanggung jawab, tidak akan meninggalkan mereka. Itulah pemimpin yang secara lahir batin harus bonding (memiliki ikatan) dengan rakyat,” tutur Megawati.
Proses untuk menjadi pemimpin tidak bisa berjalan secara instan. Tokoh-tokoh tak boleh begitu saja mengklaim bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin bangsa, apalagi menduduki jabatan presiden.
Oleh karena itu, proses untuk menjadi pemimpin tidak bisa berjalan secara instan. Tokoh-tokoh tak boleh begitu saja mengklaim bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin bangsa, apalagi menduduki jabatan presiden. Berlatar konsep tersebut, Megawati pun tak ambil pusing dengan tekanan dari banyak pihak yang mendesaknya untuk segera mengumumkan calon presiden 2024 dari PDI-P.
”Mestinya tanya ke pihak-pihak yang menunggu itu, semestinya tanya semua itu. Tanya ke dirinya dulu dong. Kamu maunya apa sih?” kata Megawati.
Saat ditanya mengenai sosok yang ideal untuk memimpin Indonesia pada 2024, Megawati mengembalikan hal itu kepada kehendak masyarakat, sosok seperti apa yang mereka inginkan. Namun, secara pribadi, Megawati punya pendapat soal pemimpin sebagai orang yang konsisten dan fokus memperjuangkan cita-cita para pendiri bangsa. Cita-cita yang dituangkan dalam proklamasi kemerdekaan harus bisa dijabarkan ke dalam program-program pembangunan yang komprehensif, tidak parsial. Apalagi, Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah.
Sejak belia, Megawati kerap mendengar Bung Karno mengucapkan Indonesia adalah untaian zamrud khatulistiwa. Hal itu pula yang membuatnya bangga ketika berhadapan dengan pemimpin negara-negara lain.
”Saya dulu waktu jadi wakil presiden dan presiden, saya suruh protokoler itu kalau ada tamu asing, jangan tanya apa yang Indonesia punya. Saya minta untuk tanya apa yang Indonesia tidak punya. Karena, saya akan bisa menjawab dengan penuh kebanggaan. What do you want, ini ada, itu ada,” ujarnya.
Ia menyayangkan, bangsa Indonesia justru cenderung tidak mau bekerja keras untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Kendati demikian, ia melihat harapan dari generasi muda saat ini yang kreativitasnya mulai muncul di segala bidang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Namun, mereka, kan, harus dipandu dan dipantau supaya persaingannya semakin baik. Persaingan sehat itulah yang harus kita dorong. Bahwa siapa pun nanti pemimpinnya, dia tidak mungkin tidak mempunyai cakrawala berpikir seperti yang tadi saya katakan. Tanpa itu, dia tidak akan punya pegangan,” ujar Megawati. (SUT/GAL/NWO/HAR/BOW/NIA)