Formappi: DPR ”Mitra Setia” Pemerintah, Bukan ”Pengawas yang Kritis”
DPR dinilai terlalu ”lembek” kepada pemerintah baik dari sisi legislasi maupun pengawasan kinerja. Formappi menyebut DPR telah menjadi ”mitra setia” pemerintah, bukan ”pengawas yang kritis”.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia menilai sikap Dewan Perwakilan Rakyat terlalu ”lembek” terhadap pemerintah. Hal ini disinyalir sebagai akibat dari semakin gemuknya partai politik koalisi pendukung pemerintahan di DPR. Alhasil, berbagai kebijakan dan regulasi yang diinginkan pemerintah terus berjalan mulus. DPR dituntut untuk bersikap kritis terhadap setiap kebijakan dan regulasi, bukan asal menerimanya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Albert Purwa, dalam Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang II Tahun 2022-2023, Jumat (6/1/2023), mengatakan, sikap tidak kritis DPR, misalnya, ditemui dalam proses pembentukan legislasi bersama pemerintah. DPR sering kali terlihat memberikan ”karpet merah” kepada pemerintah.
Sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang relatif banyak diprotes publik bisa dengan cepat disahkan oleh DPR, seperti RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Selain itu, sikap tidak kritis DPR juga terlihat dari sebagian besar rapat kerja komisi dengan kementerian/lembaga. Selama masa sidang II, tidak semua komisi mengevaluasi serapan anggaran kementerian/lembaga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2022. Hanya ada tiga komisi yang mengevaluasi serapan anggaran kementerian/lembaga, yakni Komisi V, Komisi VII, dan Komisi X. Dari evaluasi itu pun, didapati serapan anggaran setiap mitra kerja mereka di bawah 80 persen.
Ironisnya, komisi bersikap lembek terhadap situasi tersebut. Rendahnya penyerapan anggaran sampai pengujung tahun 2022 ini mengindikasikan pula komisi selama ini tidak secara rutin mengontrol dan mengevaluasi kinerja mitra kerjanya.
”Sikap-sikap tidak kritis DPR dalam melaksanakan fungsi-fungsinya ini makin memperjelas bahwa DPR merupakan mitra setia pemerintah, bukan pengawas yang kritis,” ujar Albert.
Direktur Eksekutif Formappi I Made Leo Wiratma menambahkan, jika dilihat proses pembentukan legislasi belakangan ini, apa pun legislasi yang diinginkan pemerintah selalu dituruti DPR. Bahkan, sekarang Presiden sudah ketagihan membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) karena mungkin merasa akan selalu diterima DPR.
”Di sini terlihat DPR tidak kritis. DPR terlihat lembek di semua pelaksanaan fungsi-fungsi,” kata Leo Wiratma.
Leo menduga, DPR asal mengiyakan keinginan pemerintah karena sebelumnya mereka ikut ambil peran dalam pembuatan UU itu. ”Atas dosa-dosanya itu, DPR mengiyakan saja perppu-perppu yang justru mengesahkan perbuatan mereka yang lalu. Ini sebetulnya menjadi suatu perkembangan yang kurang baik dalam pembentukan hukum di Indonesia,” ucapnya.
Begitu pula dalam fungsi pengawasan. DPR tidak pernah berani menggunakan hak konstitusionalnya yang keras agar pemerintah memperhatikan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan DPR. Alhasil, sekarang tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi itu. Setelah pemberian rekomendasi, semua selesai.
”Bahwa memang DPR seperti itu. Kenapa ini terjadi? Karena gemuknya koalisi pemerintah di parlemen sehingga mereka dengan mudah mengiyakan apa yang diminta pemerintah,” kata Leo.
Dengan situasi demikian, peneliti senior Formappi, Lucius Karus, berpandangan, publik harus ikut berpartisipasi mengontrol kinerja DPR. Pemilu 2024 sudah di depan mata. Publik bisa berpartisipasi dengan memastikan tahapan pemilu berlangsung secara adil dan di sana terdapat proses seleksi yang memadai terhadap calon-calon anggota legislatif yang diusulkan partai seraya memastikan sistem pemilu tetap dilakukan dengan sistem terbuka.
”Pendaftaran caleg masih April mendatang dan publik mestinya sejak sekarang menuntut parpol untuk seleksi internal terhadap caleg-caleg yang akan diusung di Pemilu 2024. Ini salah satu sumbangsih yang bisa dibuat publik bahwa kita masih punya bagian untuk mendorong penguatan DPR sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah,” ujar Lucius.
Kompas menghubungi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad untuk meminta tanggapan atas penilaian Formappi. Namun, hingga Jumat petang permintaan itu belum direspons.
Momentum perbaikan
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, DPR akan terus berbenah dalam meningkatkan kepercayaan publik. Ia meminta semua anggota Dewan lebih mendekatkan diri kepada masyarakat, terlebih saat ini DPR tengah menjalani masa reses.
Di masa reses, setiap anggota Dewan harus mau menemui konstituennya secara langsung untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi, lalu nantinya berupaya mencarikan solusi sesuai dengan fungsi dan kewenangan DPR. Untuk diketahui, DPR kini tengah memasuki masa reses hingga 9 Januari 2023.
Ia juga menyadari, DPR sebagai lembaga legislatif belum sempurna. Masih pula terjadi kesalahan yang dilakukan oleh sejumlah anggota Dewan. Namun, hal itu tak bisa merepresentasikan institusi secara keseluruhan.
Puan mengatakan, DPR terus beradaptasi dengan perubahan zaman sambil berupaya membuka saluran penyerapan aspirasi publik. Sebab, aspirasi masyarakat tak hanya bisa diserap melalui pertemuan langsung, tetapi juga dengan memanfaatkan teknologi. Saat ini, misalnya, DPR sudah memiliki laman daring www.dpr.go.id dan TV Parlemen yang tak hanya memuat informasi kerja parlemen, tetapi juga dapat menjadi sarana menyampaikan masukan, saran, dan kritik publik.
Sejak 2019, kata Puan, DPR terus memperbaiki semua kanal komunikasi agar lebih mudah dijangkau masyarakat. DPR pun berkolaborasi dengan sejumlah pemengaruh untuk mendorong perbaikan komunikasi dengan publik yang kini lebih intens berada di media sosial.