Mahfud: Silakan Persoalkan Isi Perppu Cipta Kerja, Prosedur Sudah Sesuai
Menko Polhukam Mafhud MD mempersilakan jika ada yang hendak mempersoalkan isi Perppu Cipta Kerja. Mahfud juga menegaskan pemerintah menghargai kritik yang muncul.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/1/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mempersilakan jika ada pihak yang akan mempersoalkan isi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Namun, apabila hal yang dipersoalkan menyangkut prosedur, pemerintah beranggapan hal tersebut sudah sesuai ketentuan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Selasa (3/1/2023), mengatakan, banyak yang tidak memahami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Cipta Kerja. Demikian pula banyak yang belum membaca isi regulasi menyangkut Cipta Kerja tersebut, tetapi sudah berkomentar.
”Saya persilakan saja. Kalau mau terus didiskusikan, ya, diskusikan saja. Tetapi, pemerintah menyatakan begini, putusan MK itu mengatakan Undang-Undang Ciptaker itu dinyatakan inkonstitusional bersyarat,” kata Mahfud MD saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Terkait ikhwal inkonstitusional bersyarat tersebut, dia menuturkan, selama dua tahun UU Cipta Kerja tersebut harus diperbaiki. Perbaikannya berdasar hukum acara, di mana di situ harus ada cantelan bahwa omnibus law masuk di dalam tata hukum.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Sukarelawan menggelar teatrikal dalam aksi #BersihkanIndonesia di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020). Aksi tersebut merupakan refleksi atas penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia thun 2020. Beragam peristiwa yang menjadi sorotan antara lain pengesahan revisi UU Minerba, pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja, korupsi di lingkup kabinet, serta pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Pemerintah, kata dia, sudah memperbaiki undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), di mana di situ disebut bahwa omnibus law itu bagian dari proses pembentukan undang-undang.
”Nah, sesudah itu diselesaikan, Undang-Undang PPP—pembentukan peraturan perundang-undangan—itu sudah diubah, dijadikan undang-undang, dan diuji ke MK sudah sah, lalu perppu (Cipta Kerja) dibuat berdasar (UU PPP) itu. Materinya, kan, tidak pernah dibatalkan MK. Coba saya mau tanya, apa pernah materi UU Ciptaker dibatalkan? Tidak (pernah),” kata Mahfud MD.
Dia menuturkan, UU Cipta Kerja secara materi tidak pernah dibatalkan, hanya diberi waktu untuk diperbaiki. ”Kita perbaiki dengan perppu. (Hal ini) karena perbaikan dengan perppu sama derajatnya dengan perbaikan melalui undang-undang. Jadi, (terkait) undang-undang itu (penulisannya) undang-undang/perppu, kan, gitu kalau di dalam tata hukum kita,” ujarnya.
Pemerintah mempersilakan jika ada para pihak yang ingin mempersoalkan isi Perppu Cipta Kerja. ”Tetapi kalau prosedur, sudah selesai. Ada istilah hak subyektif Presiden. Di dalam tata hukum kita, alasan kegentingan itu adalah hak subyektif Presiden. Tidak ada yang membantah (dari) satu pun ahli hukum tata negara bahwa itu iya (demikian), membuat perppu itu alasan kegentingannya itu berdasar penilaian Presiden saja,” kata Mahfud.
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/1/2022).
Mahfud menambahkan, tinggal selanjutnya nanti akan ada pengujian secara politik. ”Political review-nya di DPR masa sidang berikutnya. Judicial review-nya kalau ada yang mempersoalkan ke MK, kan, gitu aja. Jadi, Saudara-saudara, Undang-Undang Ciptaker itu kami percepat karena itu sebenarnya tidak ada unsur-unsur koruptifnya. (UU) itu semuanya ingin melayani kecepatan investasi,” katanya.
Political review-nya di DPR masa sidang berikutnya. Judicial review-nya kalau ada yang mempersoalkan ke MK.
Menurut Mahfud, regulasi tersebut justru ingin mempermudah pekerja. ”Malah dalam proses perbaikan itu kita sudah diskusi apa yang diinginkan, masukan, semua, sehingga nanti di perppu sudah dibahas semuanya,” ujarnya.
Reaksi yang datang dari akademisi juga dilihat. ”Dan, saya melihat memang, kan, reaksinya datang dari akademisi. Ya, sudah, bagus. Saya juga akademisi. Mungkin saya kalau tidak jadi menteri ngritik kayak gitu. Tetapi, saya katakan kalau secara teori udah enggak ada masalah. Jangan mempersoalkan formalitasnya, prosedurnya, itu sudah sesuai. MK menyatakan buat dulu undang-undang peraturan pembentukan perundang-undangan yang memasukkan bahwa omnibus law itu benar. Nah, sudah kan? Sudah dibuat lalu dibuat perppu sesuai dengan undang-undang baru, begitu,” kata Mahfud.
Dia berpendapat kalau menunggu suatu regulasi tidak akan diuji, hal itu tidak bakalan terjadi. ”Apakah (itu) perppu, apakah undang-undang, pasti dikritik. (Hal seperti) Itu sudah biasa dan itu bagus. (Hal) ini demokrasi yang maju. Tapi kita juga (berharap dipahami bahwa) kalau pemerintah menjawab itu bukan sewenang-wenang. Jadi, mari adu argumen,” ujar Mahfud.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintasi mural ajakan melestarikan gotong royong dalam kehidupan sehari-hari di Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Minggu (1/1/2023).
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, ketika dimintai pandangan, Selasa, menuturkan, ketentuan Pasal 22 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 soal hal ikhwal kegentingan memaksa sebagai hak subyektif Presiden sudah diubah tafsirnya di dalam putusan MK Nomor 138/2009. ”Kalau tidak salah itu juga masih era Profesor Mahfud, diputuskan bahwa tidak serta-merta perppu itu keluar atas dasar subyektivitas Presiden,” ujarnya.
Feri menuturkan, terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mengeluarkan perppu. Pertama, ada keadaan memaksa yang dalam kondisi tertentu mendesak dikeluarkannya peraturan. Kedua, ada kekosongan hukum atau ada hukum tetapi tidak menyelesaikan masalah sehingga diperlukan perppu. Ketiga, ada prosedural yang perlu cepat untuk pembentukan perppu.
”Kalau kemudian ada prosedur yang ringkas, yang perlu dilakukan agar sebuah peraturan berlaku, ya, harus ditempuh, tanpa perlu ada perppu,” kata Feri.
Prosedur yang diharapkan dalam putusan lain MK, yakni putusan Nomor 91/2020 yang menguji UU Cipta Kerja, adalah prosedur perbaikan, bukan prosedur terbitnya perppu. ”Ini kealpaan yang menurut saya janggal. Apalagi, perppu ini tidak konsisten. Dia menyatakan menghapus UU Cipta Kerja, tetapi tetap memberlakukan peraturan-peraturan turunannya sehingga lebih mirip perppu ini isinya copy paste dari UU Cipta Kerja,” ujar Feri.