Koridor Sosialisasi Sebelum Masa Kampanye Perlu Segera Ditetapkan
KPU dan Bawaslu perlu segera menyepakati koridor sosialisasi sebelum masa kampanye Pemilu 2024. Hal ini untuk mencegah persoalan curi ”start” kampanye yang menimbulkan ketidakadilan di antara peserta.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Ratusan bendera partai politik terpasang di pinggir jalan di kawasan Karangrejo, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Sabtu (8/2). Menjelang pemilu partai politik melakukan sosialisasi, salah satunya pemasangan bendera partai secara masif di berbagai sudut kota.
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara Pemilu 2024 perlu segera menetapkan panduan dalam sosialisasi guna mencegah kampanye di luar jadwal. Tidak hanya mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam aktivitas sosialisasi, penggunaan dana sosialisasi juga dinilai perlu dilaporkan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Masa kampanye Pemilu 2024 akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Namun sejak 14 Desember 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan parpol peserta pemilu beserta nomor urutnya. Parpol-parpol tersebut juga mulai melakukan sosialisasi nomor urut di media sosial ataupun media luar ruang.
Di sisi lain, jajak pendapat Litbang Kompas sepekan setelah penetapan parpol peserta Pemilu 2024 menunjukkan 79,3 persen responden menganggap parpol-parpol yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu perlu melakukan sosialisasi publik walaupun kampanye belum dimulai.
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana, Senin (2/1/2023), mengatakan, sosialisasi merupakan kebutuhan publik. Di sisi lain, itu adalah kewajiban yang harus dilakukan parpol sepanjang waktu, bukan hanya jelang pemilu. Namun, jika itu dilakukan sebelum tahapan pemilu dimulai, rentan terjadi permasalahan curi start kampanye yang berdampak pada ketidakadilan di antara para peserta pemilu.
Persoalan itu, kata Aditya, terjadi karena adanya keterbatasan regulasi. Masih ada perbedaan pandangan antara peserta dan pengawas pemilu dalam memaknai sosialisasi. Karena itu, dibutuhkan batasan yang jelas agar peserta, baik parpol maupun caleg, memiliki koridor yang jelas dalam menyosialisasikan diri dan program. ”KPU dan Bawaslu harus segera duduk bersama untuk merumuskan batasan sosialisasi, agar bisa dibedakan dengan kampanye,” ujar Aditya.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Herwyn JH Malonda, menuturkan, KPU perlu membuat pengaturan yang jelas berkaitan dengan aktivitas sosialisasi parpol yang diperbolehkan dan dilarang. KPU juga mesti membuat batasan-batasan yang bisa dilakukan dalam aktivitas sosialisasi yang tak dikategorikan kampanye di luar jadwal sehingga bisa berakibat pada pidana pemilu atau pelanggaran administrasi pemilu.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengungkapkan, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu bersepakat parpol dapat melakukan sosialisasi meskipun belum memasuki masa kampanye. Namun, sosialisasi dibatasi hanya berisi identitas diri, yakni tanda gambar partai, nama partai, nomor urut partai, dan visi-misi partai. Adapun foto yang bisa dipasang hanya foto ketua umum partai dan sekretaris jenderal partai di tingkat pusat, sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, foto yang boleh dipasang hanya ketua dan sekretaris pengurus.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, jika KPU ingin mengatur sosialisasi di luar masa kampanye, ia mengingatkan agar ikut mengatur soal pelaporan dana sosialisasi. Sebab mayoritas parpol ataupun bakal calon peserta pemilu kemungkinan tak akan mencatatnya dengan dalih belum masuk masa kampanye. ”Padahal, dana yang dibelanjakan untuk sosialisasi pasti sudah banyak,” katanya.
Oleh sebab itu, pelaporan dana sosialisasi mestinya diatur dalam PKPU tentang sosialisasi peserta pemilu. Hal itu untuk memastikan sumber dan penggunaan uang untuk pemenangan peserta pemilu bisa dilacak sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas peserta pemilu.
Partai politik
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan, hasil jajak pendapat Kompas semestinya dipertimbangkan oleh penyelenggara pemilu untuk meningkatkan sosialisasi peserta pemilu. Sebab, sosialisasi bukan hanya dibutuhkan para peserta, melainkan juga publik. ”Jajak pendapat itu dapat menjadi pertimbangan bagi KPU agar sosialisasinya ditingkatkan,” ujarnya.
Jazilul menambahkan, berbagai bentuk sosialisasi hendaknya tidak dilihat sebagai upaya untuk curi start berkampanye. Kampanye hanya bisa dilakukan jika KPU sudah menetapkan calon anggota legislatif (caleg) ataupun calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) 2024. Namun, di luar tidak bisa disebut sebagai kampanye karena aturannya pun tidak ada.
”Semua itu kami sebut sebagai bagian dari hak menyatakan pendapat sebagaimana diatur dalam konstitusi, bukan kampanye pemilu,” katanya.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menambahkan, sosisalisasi publik merupakan kewajiban yang harus dilakukan parpol sepanjang waktu. Masyarakat perlu mengenal secara mendalam parpol-parpol yang nantinya akan berkontestasi pada 2024. Itu merupakan bagian dari pendidikan politik yang menjadi tanggung jawab parpol.
PAN, misalnya, melakukan sosialisasi secara formal dengan pendaftaran terbuka bagi masyarakat, baik untuk menjadi kader maupun caleg. Pihaknya juga mengundang generasi milenial agar berpartisipasi dalam program magang yang disebut Mapan atau Magang di PAN. Dalam program tersebut, para milenial diajak untuk melihat proses politik yang dilakukan parpol, baik di fraksi DPR dan DPRD, wilayah, daerah, maupun organisasi otonom.
PAN juga membuat kebijakan agar seluruh anggota legislatif dan kepala daerah terpilihnya untuk menyosialisasikan program kerja tidak hanya secara langsung ke masyarakat, tetapi juga melalui media massa. ”Kalau yang disosialisasikan adalah program partai dan kegiatan para kadernya, tentu itu tidak melanggar. Bahkan, itu yang baik dan mesti dilakukan,” ujar Saleh yang juga menjabat Ketua Fraksi PAN di DPR.
Saleh mengakui, sosialisasi dan kampanye merupakan aktivitas yang memang berdekatan dan mirip satu sama lain. Namun, pihaknya memahami agar tidak mengampanyekan caleg yang belum terdaftar secara resmi sebagai peserta pemilu. Jika sudah terdaftar, semua peserta pun harus mengikuti aturan yang berlaku. Pada tingkatan tersebut, Bawaslu harus mulai mengawasi.
”Kalau melakukan kegiatan partai, kegiatan anggota legislatif, kegiatan kepala daerah tidak bisa dilarang. Selama menjabat, mereka harus bekerja dan berjuang untuk masyarakat,” ujarnya.