KPK menyatakan menghormati hak setiap bekas narapidana korupsi untuk berkegiatan politik selama tidak dibatasi oleh putusan pengadilan dan telah menyelesaikan masa hukuman.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menghormati hak bekas narapidana korupsi, khususnya Muhammad Romahurmuziy, untuk kembali ke gelanggang politik. Respons itu mendapat kritik dari aktivis Indonesia Corruption Watch yang menilai, sebagai pihak yang ”berdarah-darah” dalam pemberantasan korupsi, KPK seharusnya bersikap lebih keras lagi.
Dalam keterangan resmi menanggapi kembalinya Romahurmuziy di kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan, Senin (2/1/2022), KPK menyampaikan bahwa pelaku korupsi terbanyak yang ditangani lembaga tersebut merupakan produk dari proses politik, baik yang berkiprah pada ranah eksekutif maupun legislatif. Kendati demikian, KPK menghormati hak setiap bekas narapidana (napi) korupsi untuk berkegiatan politik selama tidak dibatasi oleh putusan pengadilan dan telah menyelesaikan masa hukuman.
KPK menilai hukuman bagi narapidana tidak hanya dimaknai sebagai hukuman untuk memberi efek jera, tetapi juga sebagai pembelajaran bagi dirinya dan juga masyarakat agar tidak kembali terjerat tindak pidana korupsi.
”Kami berharap para bekas napi korupsi ini dapat menyampaikan pesan kepada lingkungannya bahwa efek jera dari penegakkan hukum tindak pidana korupsi itu nyata. Tidak hanya berimbas pada diri pelakunya, tetapi juga keluarga dan lingkungannya,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya.
Di sisi lain, kata dia, KPK telah melakukan tindakan pencegahan korupsi di kalangan partai politik. Salah satunya dengan mencanangkan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), panduan bagi parpol terkait standar kode etik, rekrutmen kader, dan keungan parpol. Harapannya, SIPP diimplementasikan sebagai kebijakan yang memandu sikap, perilaku, dan tindakan parpol dalam meningkatkan kualitas demokrasi dan pemerintahan di Indonesia.
”Melalui sistem demokrasi yang bersih dari praktik politik uang, KPK berharap masyarakat menjadi lebih percaya pada sistem politik di Indonesia sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan bernegara,” kata Ali.
KPK harus keras
Koordinator Indonesia Corruption Watch, Agus Sunaryanto, menilai respons KPK menunjukkan sikap mereka yang cenderung lembek. Padahal, kata Agus, KPK sendiri menyadari bahwa proses politik merupakan episentrum dari kasus korupsi.
Menurut Agus, KPK seharusnya lebih keras lagi terhadap parpol. Misalnya dengan memberi peringatan kepada parpol untuk tidak melibatkan kembali bekas napi korupsi. KPK tak perlu mempersoalkan apabila nantinya peringatan itu tidak diindahkan oleh parpol.
”KPK bisa lebih keras dibanding itu. Apalagi KPK sebagai penegak hukum yang sudah berdarah-darah menangani kasus korupsi, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan,” ujarnya.
Selain itu, peringatan keras itu untuk mengantisipasi munculnya keinginan balas dendam dari bekas napi korupsi. Terlebih, jika bekas napi tersebut nantinya menempati jabatan publik seperti di DPR. ”Sikap keras KPK juga untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan penegak hukum yang kuat di negeri ini. Jadi tidak bisa sekadar imbauan,” ucap Agus.
Agus juga menyayangkan parpol yang kembali melibatkan mantan napi korupsi. Menurut dia, itu menunjukkan parpol defisit kader yang berkualitas, berintegritas serta bersikap antikorupsi. Selain itu, parpol juga memperlihatkan tidak berupaya menghukum mantan napi itu secara etis.
Adapun, PPP melibatkan kembali Ketua Umum Romahurmuziy dalam susunan partai. Romahurmuziy diberi kepercayaan untuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP. Romahurmuziy merupakan bekas narapidana suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama yang bebas pada tahun 2020 setelah menjalani hukuman penjara selama 1 tahun.
”Putusan pengadilan yang sudah inkracht memberikan ganjaran hukuman 1 tahun. Itu sudah dijalani, dan pengadilan tidak menghapus hak politik Mas Romi,” kata Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono (Kompas.id, 1/1/2023).
Posisi ketua majelis pertimbangan dinilai tepat untuk Romahurmuziy lantaran tidak berhubungan langsung dengan perumusan kebijakan atau operasional partai. Posisi itu sebatas memberikan pertimbangan terhadap langkah politik partai.