Pada kasus pembunuhan Brigadir J, publik seolah diajak mengupas lapis demi lapis informasi agar bisa mengungkap fakta sebenarnya. Kini, publik pun menunggu putusan hakim terhadap kasus ini.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Β·5 menit baca
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Tangkapan layar Satu Meja The Forum bertajuk "Sambo dan Drama Duren Tiga", Rabu (28/12/2022) yang disiarkan Kompas TV, Rabu (28/12/2022) malam. Dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo tersebut, diulas kembali hal-hal penting dalam kasus tersebut.
Sejak diungkap hingga disidangkan, kasus penembakan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat yang melibatkan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo, telah bergulir hampir 6 bulan. Sepanjang itu pula, publik disajikan dengan berbagai informasi, spekulasi, hingga gosip yang tidak jelas kebenarannya.
Layaknya bawang merah, publik seolah diajak untuk mengupas lapis demi lapis informasi agar bisa sampai kepada fakta sebenarnya. Meski, ada masa ketika orang nomor satu di Polri, yakni Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, pun sempat di-prank orang yang ia percaya untuk menjadi 'polisinya polisi' itu.
"Di awal-awal, saudara FS (Ferdy Sambo) ini, kan, menceritakan peristiwa skenario yg terjadi di (rumah dinas) Duren Tiga ini, kan, peristiwa tembak-menembak. Dan itu diceritakan ke banyak orang termasuk saya," tutur Listyo.
Penuturan Kapolri itu ditayangkan kembali dalam Satu Meja The Forum bertajuk "Sambo dan Drama Duren Tiga" yang disiarkan Kompas TV, Rabu (28/12/2022) malam. Dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo tersebut, diulas kembali hal-hal penting dalam kasus tersebut.
Listyo mengatakan, skenario tembak-menembak tersebut tidak hanya disampaikan Sambo kepadanya, namun juga oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E. Namun, keterangan Richard akhirnya berubah menjadi pengakuan atas kejadian yang sesungguhnya setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sebab, sebelumnya Richard dijanjikan akan dilindungi oleh Sambo jika mengikuti skenario tembak-menembak antara dirinya dengan Nofriansyah.
Pengakuan Richard itu, lanjut Listyo, yang kemudian membuka fakta lain yang membantu mengungkap kasus yang sebelumnya tidak mudah dilakukan. Salah satunya adalah munculnya pengakuan anggota Polri berinisial I yang diperintah A dan H untuk mengambil rekaman kamera pengawas di Kompleks Polri Duren Tiga ketika diperiksa tim khusus yang dibentuk Kapolri.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat memberi keterangan terkait tersangka baru penembakan Brigadir J di Mabes Polri, Selasa (9/8/2022).
Meski demikian, untuk mendapatkan pengakuan dari Sambo juga tidak mudah. Menurut Listyo, setelah Richard menceritakan kejadian yang sesungguhnya, Sambo masih tidak mau mengakui rekayasa peristiwa tembak-menembak tersebut ketika ditanya Kapolri melalui sambungan telepon. Bahkan ketika Sambo kembali dipanggil untuk menghadap Kapolri, Sambo masih menuturkan tentang peristiwa tembak-menembak.
"Memang bahasa dia, namanya juga mencoba untuk bertahan," kata Listyo.
Pelaku luar biasa
Namun, kasus yang menyita perhatian publik tersebut dinilai oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebagai kasus yang biasa bagi jaksa. Menurut Burhanuddin, kasus itu menjadi luar biasa karena melibatkan perwira tinggi Polri di rumah dinasnya, dengan korban adalah anggota Polri, dan pelakunya pun diduga anggota Polri.
Dalam wawancara, Burhanuddin memastikan bahwa motif penembakan terhadap Nofriansyah akan terungkap di persidangan karena jaksa penuntut umum akan menggalinya. Untuk itu, disiapkan 30 orang jaksa untuk kasus pembunuhan berencana Nofriansyah dan 45 orang jaksa untuk kasus perintangan penyidikan.
Sebagaimana diberitakan, para terdakwa kasus pembunuhan berencana adalah Sambo, Richard, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, serta Kuat Ma'ruf. Sedangkan dalam kasus perintangan penyidikan, Sambo juga menjadi terdakwa bersama hendra Kurniawan, Agus Nirpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Qibowo, Chuck Putranto, serta Irfan Widyanto.
Jaksa Agung ST Burhanuddin saat wawancara khusus dengan Kompas di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (26/11/2019).KOMPAS/RADITYA HELABUMI26-11-2019
Burhanuddin menyatakan, berkas perkara kedua kasus tersebut telah lengkap dan siap disidangkan. Ia pun memastikan jaksa akan bertindak profesional. Namun demikian, ia mengakui adanya celah dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah, yakni karena saksi yang terbatas dan masing-masing terdakwa akan menjadi saksi bagi yang lain.
"Ada hal-hal tertentu yang sangat riskan untuk itu karena ini, kan, saksi-saksinya hanya itu-itu (orangnya)," kata Burhanuddin.
Kekerasan seksual
Dalam persidangan, masing-masing saksi memberikan keterangan terkait peristiwa penembakan Nofriansyah. Yang menarik, ketika Putri Candrawathi diperiksa sebagai saksi terhadap terdakwa Richard, Ricky dan Kuat, majelis hakim memutuskan untuk melangsungkan sebagian sidang secara tertutup, khususnya terkait konten asusila. Putri diduga mengalami kekerasan seksual yang dilakukan Nofriansyah ketika berada di Magelang pada 7 Juli 2022 atau sehari sebelum Nofriansyah dibunuh.
Dalam satu wawancara di Satu Meja The Forum, kuasa hukum Putri, Febri Diansyah mengaku, membuktikan dugaan kekerasan seksual tersebut merupakan salah satu tantangan karena kasus tersebut bukanlah kasus tindak pidana kekerasan seksual. Namun demikian, terdapat bukti tentang adanya dugaan kekerasan seksual tersebut, yakni keterangan dari Kuat dan asisten rumah tangga Susi, alat bukti surat hasil pemeriksaan psikologi forensik, serta adanya bukti petunjuk.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pengacara terdakwa Putri Candrawathi, Febri Diansyah, memberi keterangan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Kelas IA Jakarta Selatan, Jakarta, seusai kliennya menjalani sidang putusan sela, Rabu (26/10/2022). Majelis Hakim menolak pengajuan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan pihak terdakwa Putri Candrawathi. Selain menolak eksepsi Putri Candrawathi, Majelis hakim persidangan kasus ini juga menolak eksepsi yang diajukan terdakwa Ferdy Sambo, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 26-10-2022
Namun, kuasa hukum keluarga Nofriansyah tidak memercayai keterangan Putri. Sebab, Putri seolah diposisikan sebagai korban, sementara dalam kasus itu, Putri adalah seorang terdakwa. Martin juga menggarisbawahi tidak adanya alat bukti terpenting bagi seorang korban kekerasan seksual, yakni visum et repertum.
"Tanpa ada itu, hanya klaim sepihak yang tidak dapat dipastikan kebenarannya," kata Martin.
Hal senada diungkapkan Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia Nursyahbani Katjasungkana. Menurut Nursyahbani, kekerasan seksual biasanya terjadi karena adanya ketimpangan relasi antara perempuan dengan laki-laki atau adanya relasi kuasa.
Sementara, di antara Putri dengan Nofriansyah yang berkuasa justru Putri yang tampak sebagai pihak yang berkuasa. "Dan ini yang meragukan bahwa perkosaan yang sekarang menjadi pelecehan seksual itu terjadi," kata Nursyahbani.
Di sisi lain, hasil uji poligraf terhadap Sambo dan Putri terindikasi berbohong. Hasil dari uji poligraf adalah Sambo mendapat skor minus (-) 8, Putri mendapat skor minus (-) 25 atau terindikasi berbohong. Terkait hasil uji polograf tersebut, Martin mengamini adanya kejanggalan dalam keterangan Putri di persidangan. Sebaliknya, Febri mempertanyakan keabsahan hasil uji poligraf dalam hukum acara pidana.
Kini, persidangan telah mendekati babak akhir. Publik yang mengikuti persidangan maupun yang memperdebatkan kasus ini di luar persidangan, sama-sama menantikan putusan majelis hakim. Akankah keadilan bagi keluarga korban terwujud?