Penunjukan Laksamana Muhammad Ali sebagai KSAL menunjukkan proses regenerasi kepemimpinan TNI AL berjalan baik. Selain itu, juga menepis adanya intervensi politik yang akan merusak sistem pembinaan karier di TNI AL.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pelantikan Laksamana Muhammad Ali sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/12/2022). Presiden Joko Widodo melantik Muhammad Ali sebagai KSAL menggantikan Laksamana Yudo Margono yang kini menjabat Panglima TNI.
JAKARTA, KOMPAS — Pengangkatan Laksamana Muhammad Ali sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut menunjukkan bahwa regenerasi internal TNI AL berjalan baik. Memastikan regenerasi dan pembinaan personel di matra laut itu sekaligus menjadi pekerjaan rumah utama KSAL baru.
”Ada tiga hal yang setidaknya membutuhkan atensi KSAL yang baru. Pertama, memastikan roda regenerasi di TNI AL berjalan,” kata Anton Aliabbas, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Rabu (28/12/2022).
Muhammad Ali yang sebelumnya menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) 1 dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi KSAL di Istana Negara, Jakarta, Rabu pagi. Muhammad Ali juga mendapatkan kenaikan pangkat dari laksamana madya menjadi laksamana. Lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1989 itu menggantikan Laksamana Yudo Margono yang beberapa waktu lalu diangkat menjadi Panglima TNI.
Ada tiga hal yang setidaknya membutuhkan atensi KSAL yang baru. Pertama, memastikan roda regenerasi di TNI AL berjalan.
Anton mengatakan, penunjukan Ali sedikit banyak memberi harapan berjalannya regenerasi di matra laut. Sebab, Ali adalah kandidat KSAL yang memiliki usia pensiun paling panjang dari delapan perwira tinggi berpangkat Laksamana Madya TNI AL. Apalagi, sejauh ini matra laut juga tidak imun dengan problem surplus perwira menengah (pamen) senior dan perwira tinggi.
Pandangan senada disampaikan Alman Helvas Ali dari Semar Sentinel. Ia menggarisbawahi, penunjukan Ali menunjukkan bahwa proses regenerasi kepemimpinan TNI AL berhasil menepis intervensi politik yang akan merusak sistem pembinaan karier di TNI AL.
Menurut Anton, pembinaan karier erat kaitannya dengan prioritas Laksamana Yudo Margono sebagai Panglima TNI yang hendak membangun sumber daya manusia (SDM). Hal ini semestinya bisa terefleksi dalam pemuktahiran mekanisme pembinaan karier prajurit. Karena itu, konsistensi implementasi kebijakan promosi, mutasi, dan demosi karier prajurit pun menjadi krusial.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Panglima TNI (tengah) dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali seusai melantik KSAL yang baru di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/12/2022).
”Jangan sampai justru fenomena favoritisme terhadap klik, kelompok, atau angkatan tertentu menjadi marak,” ujarnya.
Anton mengingatkan, penataan karier prajurit tidak harus diikuti dengan pemekaran struktur organisasi TNI AL. Struktur yang ada saat ini justru harus dievaluasi lagi agar organisasi tidak jadi gemuk dan tidak efektif.
Alman menambahkan, kekuatan Ali di bidang perencanaan dan latar belakang operasi menjadi modal penting baginya untuk mengemban tugas sebagai KSAL. Hal ini terutama terkait dengan pembinaan jajaran TNI AL, baik personel maupun alat utama sistem senjata (alutsista).
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
KRI Clurit-641 melintas saat Geladi Tugas Tempur Tingkat-III/L-3 Komando Armada 1 di Laut Jawa.
Terkait dengan alutsista, Anton mengatakan, ada ruang bagi KSAL baru untuk membuat kebijakan guna memperkaya kualitas pengadaan dan modernisasi alutsista. Selain dengan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi proses pengadaan, Ali juga dapat membantu membangun formulasi dalam pengelolaan pemeliharaan dan perawatan (harwat) alutsista. Hal ini terutama terkait daftar identifikasi jenis alutsista dan hitungan life cycle cost. “Keragaman alutsista yang dimiliki telah membawa kompleksitas tersendiri dalam harwat alutsista,” kata Anton.