Penjabat Kepala Daerah Diminta Geser Anggaran untuk Dukungan Pemilu 2024
Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menyarankan penjabat kepala daerah menggeser anggaran untuk anggaran dukungan Pemilu 2024. Hal ini bisa dilakukan dengan peraturan daerah atau peraturan kepala daerah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permintaan Kementerian Dalam Negeri agar semua penjabat kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, untuk mengalokasikan anggaran dukungan untuk Pemilihan Umum 2024 terkendala pembahasan APBD 2023 yang telah rampung di daerah. Agar persiapan pemilu tak terganggu, Kemendagri meminta kepala daerah melakukan perubahan dengan mekanisme penjabaran APBD melalui peraturan kepala daerah.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi evaluasi penjabat kepala daerah secara virtual, Selasa (20/12/2022), Inspektur Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir Balaw meminta semua penjabat kepala daerah mengalokasikan anggaran dukungan pemilu pada tahun 2023 dan 2024 agar tak mengganggu jalannya pembangunan di daerah. Anggaran diminta dicicil sejak tahun 2023, khususnya di daerah yang APBD-nya kecil (Kompas.id, 20/12/2022).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketua Umum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) Lukman Said saat dihubungi, Minggu (25/12/2022), mengatakan, pembahasan APBD 2023 di 415 kabupaten di seluruh Indonesia sudah selesai. Oleh karena itu, wajar jika penjabat kepala daerah yang dievaluasi Kemendagri belum menganggarkan dukungan Pemilu 2024. Kemungkinan, dukungan anggaran pemilu itu baru bisa dialokasikan pada APBD perubahan.
Meskipun anggaran Pemilu 2024 sudah teralokasi di KPU, tetapi dukungan anggaran dari daerah tetap dibutuhkan. Menurut Lukman, dukungan anggaran itu dibutuhkan misalnya untuk sosialisasi tahapan pemilu di daerah terisolasi, rawan bencana, daerah kepulauan, dan sebagainya.
Selain karena pembahasan APBD 2023 sudah rampung, katanya, pengganggaran dukungan pemilu juga terkendala Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.07/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus.
Peraturan itu mengatur secara ketat penggunaan DAU. Permenkeu itu telah mengatur penggunaan anggaran untuk dana pendidikan, kesehatan, dan belanja pegawai sehingga daerah kesulitan mencari pos anggaran untuk dana hibah ke KPU dan Bawaslu.
”Mau dicicil pun tidak bisa, karena daerah tidak bisa lagi mengatur dana DAU dan dana bagi hasil, karena diatur di permenkeu. Saya mau dialog dengan Irjen Kemendagri agar mencabut dulu permenkeu yang mengatur tentang alokasi DAU itu,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni meluruskan, permenkeu tidak mengalokasikan seluruh penggunaan DAU oleh pemda. Ada sebagian penggunaan DAU yang tetap diserahkan kepada pemerintah daerah.
Oleh karena itu, walaupun sebagian besar pembahasan APBD 2023 di daerah sudah selesai, masih bisa dilakukan pergeseran anggaran baik dengan mekanisme perubahan APBD melalui peraturan daerah maupun dengan penjabaran APBD melalui peraturan kepala daerah. Untuk perubahan dengan penjabaran APBD, diperlukan kriteria darurat dan mendesak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Pasal 69 Ayat (2) Huruf c tentang keperluan mendesak akibat amanat peraturan perundang-undangan.
”Masih ada opsi dan solusi, yaitu dilakukan pergeseran karena pemilu adalah amanat perundang-undangan. Apabila tidak dianggarkan, bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemda dan masyarakat,” katanya.
Fatoni juga sepakat dukungan anggaran pemilu dan pilkada serentak 2024 harus mulai dianggarkan sejak 2023. Sebab, kemampuan fiskal setiap daerah berbeda-beda. Pemerintah pusat tidak mau anggaran dipusatkan di tahun 2024, apalagi jika sampai mengganggu program pembangunan di daerah.
”Di regulasi, pelaksanaan pemilu dan pilkada pada 2024, tetapi tahapan sudah dimulai sejak 2023, makanya harus dianggarkan di 2023,” katanya.
Belanja tidak terduga
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan berpandangan, jika dukungan anggaran Pemilu 2024 baru dianggarkan pada APBD Perubahan 2023, dia khawatir waktunya terlalu mepet dengan hari pemungutan suara yang akan dimulai 14 Februari 2024.
Kegiatan sosialisasi tahapan pemilu, dukungan teknis tahapan pemilu seperti pengerahan satpol PP, dan akses untuk menjangkau daerah terisolasi membutuhkan anggaran yang lebih tepat dialokasikan di APBD 2023. Ini penting dan mendesak karena anggaran KPU provinsi, kabupaten, dan kota terbatas. Mereka membutuhkan dukungan dari pemda agar pelaksanaan pemilu lancar dan berkualitas.
”Dana itu kan dibutuhkan untuk misalnya menurunkan atribut kampanye pada minggu tenang, distribusi logistik pemilu di daerah yang harus memakai alat transportasi kuda, perahu, dan lain-lain. Ini membutuhkan dana yang sifatnya dukungan dari pemda,” ujarnya.
Djohermansyah mengusulkan, jika tidak bisa dianggarkan di APBD 2023, pemda bisa mengalokasikan dukungan anggaran itu dari belanja tak terduga (BTT). BTT biasanya dialokasikan untuk bencana alam atau peristiwa yang sifatnya insidental. Namun, dalam perkembangannya, BTT juga digunakan untuk mengendalikan inflasi daerah.
Kemendagri bisa membuat surat edaran (SE) kepada semua penjabat kepala daerah agar menganggarkan dukungan pemilu itu menggunakan dana BTT. Dengan demikian, payung hukumnya lebih jelas dan daerah tidak ragu melaksanakan instruksi dari pusat tersebut.