Putusan MK dalam uji materi Undang-Undang Pemilu harus dimanfaatkan oleh KPU untuk menata ulang daerah pemilihan dan alokasi kursi DPR dan DPRD.
Oleh
IQBAL BASYARI, KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Ketua KPU Hasyim Asy'ari (tengah) menyampaikan keterangan pers di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (21/12/2022). KPU akan melibatkan ahli untuk menindaklanjuti putusan MK terkait dengan UU No 7/2017 tentang Pemilu. Pasal yang menjadi sorotan berkaitan dengan penataan dan penyusunan daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi untuk Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan daerah pemilihan (dapil) yang menjadi arena kontestasi perebutan suara rawan diintervensi oleh partai politik peserta pemilu. Oleh karena itu, Komisi Pemilihan Umum dituntut untuk terbuka dan melibatkan publik dalam proses pembentukan dapil serta penetapan alokasi kursi untuk mengurangi potensi intervensi.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengembalikan kewenangan penyusunan dapil dan penentuan alokasi kursi untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengaturan penyusunan dapil oleh DPR yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum.
Kendati sudah tidak memiliki kewenangan, partai politik (parpol) kemungkinan tetap akan mengintervensi KPU dalam pembentukan dapil dan penyusunan alokasi kursi parlemen. Parpol-parpol diperkirakan akan tetap berupaya agar dapil yang dibentuk tetap menguntungkan bagi mereka,
Kalau KPU dalam membentuk dapil diam-diam, parpol akan dengan mudah melakukan intervensi. Tetapi, kalau sudah dibuka, semua orang akan tahu sehingga proses pembentukan dapil akan menjadi perbincangan publik.
Oleh sebab itu, anggota tim ahli KPU dalam penyusunan dapil, Didik Supriyanto, mengingatkan agar KPU tetap memperhatikan kemungkinan adanya intervensi dari peserta pemilu tersebut. KPU harus terbuka dan melibatkan publik dalam proses penyusunan dapil. Dengan demikian, hasil kerja KPU akan mendapatkan dukungan publik. KPU pun tidak perlu khawatir atau takut ketika berhadapan dengan kekuatan politik yang menghendaki dapil tertentu sesuai dengan kepentingan para peserta pemilu.
”Kalau KPU dalam membentuk dapil diam-diam, parpol akan dengan mudah melakukan intervensi. Tetapi, kalau sudah dibuka, semua orang akan tahu sehingga proses pembentukan dapil akan menjadi perbincangan publik,” ujar Didik saat diskusi bertajuk ”Daerah Pemilihan Pemilu Legislatif Pascaputusan Mahkamah Konstitusi”, Kamis (22/12/2022).
Diskusi yang diselenggarakan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi tersebut juga menghadirkan narasumber anggota tim ahli KPU dalam penyusunan dapil Ramlan Surbakti, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes.
Ramlan mengatakan, dapil dan alokasi kursi yang diatur dalam lampiran UU Pemilu dibuat oleh pemerintah dan juga DPR yang merupakan peserta pemilu. Akibatnya, dapil yang dibuat justru menyalahi prinsip-prinsip penyusunan dapil yang juga diatur di UU tersebut. Konflik kepentingan dalam penyusunan dapil dan alokasi kursi juga tidak bisa terhindarkan.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti
”Pembentukan dapil oleh peserta pemilu itu tidak adil. Itu adalah bom waktu karena mungkin sesama peserta pemilu sepakat, tetapi kalau sepakatnya melanggar undang-undang ini yang berbahaya,” ujarnya.
Menata seluruh dapil
Ketika kewenangan penyusunan dapil dikembalikan ke KPU, lanjut Ramlan, KPU harus memanfaatkan momentum ini untuk menata ulang dapil dan alokasi kursi. Oleh sebab itu, sebagai salah satu tim ahli yang ditunjuk KPU, ia akan mengusulkan agar menata kembali semua dapil dan alokasi kursi. Penataan sebagian dapil yang dianggap tidak proporsional tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan pendapilan.
”Kesetaraan nilai suara, proporsionalitas, perimbangan Jawa-luar Jawa, serta menghilangkan over representative dan under representative tidak mungkin tercapai kalau tidak dilakukan penataan dapil secara menyeluruh,” ucapnya.
Didik mengingatkan, pembagian dapil dan alokasi kursi antara Jawa dan luar Jawa harus dibedakan untuk memastikan kesetaraan nilai suara. Jumlah kursi antara Jawa dan luar Jawa pun harus seimbang, yakni 290 kursi untuk dapil di Jawa dan 290 kursi untuk dapil di luar Jawa.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Ketua Dewan Pembina Perludem Didik Supriyanto
Ia menilai, basis jumlah penduduk yang digunakan untuk pembagian dapil dan kursi sebaiknya adalah data sensus penduduk, bukan data agregat kependudukan per kecamatan. Sebab, data yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri itu sering bermasalah dan tidak faktual. Meskipun ada perubahan penduduk, biasanya mereka tidak melakukan perubahan. Berbeda dengan data dari sensus penduduk dinilai lebih akurat.
Rentang waktu sensus penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun, lanjut Didik, justru memberikan kepastian waktu untuk merevisi dapil tiap dua kali pemilu. ”Parpol juga punya kepastian sehingga tidak berdebar setiap pemilu karena dapilnya berubah,” katanya.
Menurut Arya, ada tiga kemungkinan kebijakan yang diambil oleh KPU dalam melaksanakan kewenangan pembentukan dapil dan alokasi kursi. Pertama, status quo dengan penataan dapil secara parsial hanya pada beberapa dapil yang kontroversial. Kebijakan ini diprediksi tidak terlalu banyak berpengaruh pada partai parlemen karena suaranya cenderung stabil. Pilihan ini pun akan lebih mudah diterima oleh parpol-parpol.
Kemungkinan kedua kebijakan moderat, yakni penataan ulang dapil pada dapil yang over-representasion dan under-representation. Pilihan ini diprediksi tidak akan terlalu besar pengaruhnya pada tren suara partai. Namun, saat pilihan ini diambil, akan terjadi proses lobi dan negosiasi, terutama di antara partai menengah-bawah dengan partai besar.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes
Sementara kemungkinan terakhir adalah kebijakan progresif dengan menata ulang semua dapil berdasarkan prinsip kesetaraan dan perwakilan. Pilihan progresif akan cukup memengaruhi suara partai menengah dan bawah yang selama ini mendapatkan kursi pada tahap kedua dan ketiga. Namun, pilihan ini diprediksi akan mendapatkan dukungan dari parpol non-parlemen dan parpol baru. Sebab, level kompetisi di dapil akan berubah sehingga parpol non-parlemen dan parpol baru mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan kursi.
Menurut dia, KPU mesti mendorong pilihan kebijakan yang moderat. Hal ini untuk memastikan asas keterwakilan dan kesetaraan penduduk sekaligus memastikan persaingan politik yang adil antarparpol. ”Pilihan terbaik adalah kebijakan yang progresif, tetapi dugaan saya KPU memilih kebijakan yang moderat,” ujar Arya.
Khoirunnisa menambahkan, putusan MK membuat kewenangan KPU untuk membentuk dapil yang pernah dimiliki pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 akhirnya dikembalikan. Oleh sebab itu, KPU perlu bergerak cepat dalam merevisi Peraturan KPU terkait dengan pendapilan. ”Dapil adalah arena kompetisi yang menentukan banyaknya kursi yang bisa diperoleh parpol, tetapi juga arena representasi kita sebagai pemilih,” ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid mengatakan, putusan MK yang memberikan kewenangan penyusunan dapil DPR dan DPRD provinsi kepada KPU merupakan keputusan hukum yang final dan mengikat sehingga harus dihormati bersama. PKB pun berharap, KPU akan segera melaksanakan amar putusan tersebut. Sebab, penataan ulang dapil akan memengaruhi proses perekrutan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang tengah dijalankan parpol.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid saat memberikan keterangan pers di Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (11/9/2020).
”Perubahan dapil akan berimplikasi pada proses rekrutmen bacaleg. Kami menunggu secepatnya PKPU terkait pembagian dapil dan kuota kursi di masing-masing dapil,” ujarnya.
Meski demikian, Jazilul meyakini, hasil penataan ulang dapil oleh KPU nantinya tidak akan jauh berbeda dengan yang sebelumnya sudah diputuskan melalui UU Pemilu. Pasalnya, rancangan dapil yang ada di UU juga merupakan hasil pembahasan antara DPR dan penyelenggara pemilu.