MK Diminta Perpanjang Masa Jabatan Anggota KPU Daerah
Di tengah bergulirnya tahapan Pemilu 2024, ribuan anggota KPU di daerah akan berakhir masa jabatannya. Kondisi ini berisiko mengganggu penyelenggaraan tahapan pemilu.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (29/8/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Masa jabatan ribuan anggota komisi pemilihan umum provinsi/kabupaten/kota akan berakhir secara bergantian pada tahun depan, tepatnya dimulai Mei 2023. Berakhirnya masa jabatan penyelenggara pemilu di daerah tersebut terjadi di tengah tahapan pemilu yang krusial sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu gelaran Pemilu 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, Mahkamah Konstitusi diminta menafsir ulang ketentuan di dalam Undang-Undang (UU) Pemilu yang menyatakan masa jabatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lima tahun. MK diminta memperpanjang masa jabatan KPU sampai berakhirnya tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 2024.
Permohonan tersebut diajukan oleh dua warga negara (Dedi Subroto dan Bahrain) serta Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Indonesia atau Centre for Strategic and Indonesian Publik Policy (CSIPP) yang dibacakan oleh kuasa hukumnya, Ikhwan Fahrojih dan tim, Senin (19/12/2022). Sidang dipimpin oleh hakim konstitusi Guntur Hamzah, dengan anggota Manahan MP Sitompul dan Enny Nurbaningsih.
Ikhwan mengungkapkan, Pasal 10 Ayat (9) UU Pemilu yang mengatur tentang masa jabatan anggota KPU adalah selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan di tingkatan yang sama. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan sejumlah pasal di UUD 1945, khususnya Pasal 22E ayat (1) dan (5).
Dalam permohonan yang diajukan, Ikhwan mengungkap bahwa pada 2023 akan ada 24 KPU provinsi (sebanyak 136 anggota) dan pada 2024 ada sembilan KPU provinsi (49 anggota) yang berakhir masa jabatannya. Ini terjadi sejak Mei 2023 hingga Oktober 2024 secara bergantian.
Sementara itu, jumlah anggota KPU kabupaten/kota berakhir masa tugasnya pada tahun depan lebih banyak lagi, yaitu 1.558 orang di 317 KPU kabupaten/kota. Adapun yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2024 sebanyak 980 anggota di 195 KPU kabupaten/kota.
Selesainya masa tugas anggota KPU tersebut terjadi bersamaan dengan beberapa tahapan pada Pemilu 2024. Misalnya, pada Mei 2023 KPU pusat perlu melakukan pengisian jabatan 15 KPU provinsi dan satu kabupaten/kota di tengah tahapan pemutakhiran data pemilih, pencalonan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pencalonan presiden-wakil presiden.
Kemudian, satu bulan kemudian (Juni 2023), saat KPU harus menetapkan daftar pemilih tetap sementara, anggota di satu KPU provinsi dan 118 KPU kabupaten/kota berakhir masa jabatannya.
Dengan berakhirnya masa jabatan yang berbeda-beda tersebut, menurut Ikhwan, KPU RI harus mengelola 10 gelombang pelaksanaan seleksi anggota KPU provinsi/kabupaten/kota bersamaan dengan pengelolaan tahapan pemilu dan pilkada serentak 2024. Dalam kondisi tersebut, KPU juga masih harus memikirkan adanya potensi gugatan yang keberatan dengan proses ataupun hasil seleksi. Kemudian, KPU harus melaksanakan orientasi tugas bagi anggota KPU yang baru terpilih.
Sementara itu, konsentrasi penyelenggara pemilu di daerah juga bakal terpecah khususnya bagi petahana anggota KPU yang mengikuti proses seleksi kembali. Kinerja mereka akan terganggu terutama bagi petahana yang tidak lolos ke tahapan berikutnya.
”Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, akhir masa jabatan anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota secara langsung ataupun tidak langsung potensial mengganggu jalannya tahapan pemilu sehingga bila dipaksakan untuk diterapkan, potensial tidak terwujud pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945,” kata Ikhwanul.
Pemohon juga menyarankan perlunya penataan desain rekrutmen anggota KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota secara serentak di luar tahapan pemilu atau sebelum tahapan pemilu. Ini bisa dilakukan dengan memperpanjang masa jabatan anggota KPU daerah sampai tuntasnya hajatan lima tahunan untuk memilih presiden-wakil presiden, lembaga legislatif, dan kepala daerah.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih meminta pemohon mengelaborasi lebih detail kerugian konstitusional yang diderita, baik sebagai warga negara maupun badan hukum, akibat berakhirnya masa jabatan anggota KPU daerah di tengah tahapan pemilu yang krusial. ”Bagaimana Anda bisa membangun secara sistematis untuk menunjukkan di mana letak kerugian konstitusional yang diderita. Uraikan dengan detail. Jangan semata-mata menyebut tabel saja,” ujarnya.
Ia juga meminta pemohon agar mengaitkan masa jabatan kepala daerah yang diperpendek akibat pelaksanaan pilkada serentak. Bagaimana kemudian jika hal tersebut dikaitkan dengan masa jabatan penyelenggara pemilu di daerah yang diperpanjang.
Sementara itu, Guntur Hamzah meminta pemohon menunjukkan bukti-bukti konkret terganggunya tahapan pemilu yang diakibatkan oleh berakhirnya masa jabatan KPU daerah. Apabila diperlukan, pemohon juga menyajikan berapa efisiensi anggaran yang bisa dilakukan jika perpanjangan masa jabatan dilakukan.
”Jangan tanggung-tanggung dalam memberi argumentasi,” katanya.