OTT KPK di Surabaya Diduga Terkait Pengurusan Dana Hibah
Selain menangkap empat orang, KPK juga menyita sejumlah uang tunai. OTT KPK diduga terkait suap pengurusan alokasi dana hibah yang bersumber dari APBD Jatim.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, RUNIK SRI ASTUTI, SIWI YUNITA CAHYANINGRUM
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak (bertopi) tiba di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, setelah ditangkap KPK, Kamis (15/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap empat orang dalam operasi tangkap tangan di Surabaya, Jawa Timur, salah satunya Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. OTT tersebut diduga terkait dengan dana hibah untuk kelompok masyarakat.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dugaan korupsi terkait dengan dana hibah ke kelompok masyarakat di Surabaya, Rabu (14/12/2022) pukul 20.24.
”Dalam giat tangkap tangan tersebut terdapat Wakil Ketua DPRD Jatim STS (Sahat Tua Simanjuntak) dan beberapa orang pihak lain. KPK juga menyita uang tunai,” kata Firli saat dihubungi di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menambahkan, total ada empat orang yang ditangkap. Selain Sahat, tiga lainnya adalah staf ahli di DPRD dan pihak swasta. Tindak pidana yang dilakukan diduga suap pengurusan alokasi dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim.
KPK menyegel ruang Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak, Kamis (15/12/2022).
Saat ini, keempat orang yang ditangkap telah tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dan segera dilakukan pemeriksaan oleh tim. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan peristiwa pidana dan menemukan pihak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sehingga ditingkatkan pada proses penyidikan.
Dari pantauan di Gedung DPRD Jatim hingga Kamis siang ini terdapat tiga ruang yang disegel oleh penyidik KPK. Pertama adalah ruang Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak. Ruangan ini disegel sekitar pukul 19.00, Rabu.
Selain itu, ruang Subbagian Rapat dan Risalah DPRD Jatim juga disegel. Ruangan ini disegel dua kali, yakni pada Rabu malam dan Kamis sekitar pukul 10.00. Penyegelan dilakukan tiga penyidik KPK.
Selain menyegel ruang subbagian rapat dan risalah DPRD Jatim, penyidik juga menyegel ruang server CCTV yang berada di lantai dua. Beberapa jam setelah disegel, rombongan penyidik KPK lainnya mendatangi ruang server CCTV. Penyidik yang berjumlah dua orang itu membuka dan memeriksa ruang server. Pemeriksaan berlangsung pada pukul 11.00.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Penyidik KPK memeriksa ruang server CCTV di Gedung DPRD Jatim, Kamis (15/12/2022).
Suwaji, salah satu teknisi bagian pemantauan dan pengawasan sistem CCTV dan telepon DPRD Jatim, mengatakan, pihaknya mendampingi penyidik KPK selama memeriksa ruang server.
Ruang server CCTV ini bersebelahan dengan ruang server komputer. Total ada 87 CCTV di gedung rakyat tersebut, mulai dari gedung utama sampai gedung sekretariat.
”Yang dilihat rekaman CCTV tanggal 13 dan 14 Desember 2022. Rekaman mulai dari yang bersangkutan masuk gedung lalu masuk ke ruang mana,” ujar Suwaji. Menurut dia, total ada enam orang yang memeriksa ruang server. Mereka baru keluar sekitar pukul 14.00.
Pengamat politik dari Universitas Brawijaya, Wawan Sobari, mengatakan, operasi tangkap tangan KPK terhadap pimpinan DPRD Jatim menjadi pelajaran bahwa perlu ada lembaga dan masyarakat yang turut mengawasi gerak DPRD. Lembaga yang dimaksud semestinya partai politik.
”Parpol yang memiliki hak recall, mereka juga bisa memberi sanksi,” kata Sobari.
Salah satu orang yang tertangkap bersama Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak tiba di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Namun, menurut Sobari, partai politik belum tentu bisa menjalankan fungsi tersebut. Mereka bahkan butuh dana besar untuk biaya politik, termasuk berkampanye, sehingga rentan membuat partai dan kadernya terlibat kasus korupsi.
”Parpol yang punya kewenangan pun tak selalu bisa diandalkan,” kata Sobari.
Adapun cara yang bisa dilakukan publik adalah tak memilih lagi wakil rakyat yang terbukti terlibat korupsi.