DPR Masih Belum Tahu Pasal dalam UU IKN yang Perlu Direvisi
DPR telah menyetujui Prolegnas 2023, termasuk di dalamnya revisi UU IKN. Namun, hingga kini DPR masih belum tahu pasal dalam UU IKN yang ingin direvisi pemerintah.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Sejumlah anggota DPR berswafoto saat rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2023, pemerintah sebagai pengusul belum menyerahkan naskah akademik RUU tersebut. Urgensi revisi hanya disampaikan secara lisan. Baik pimpinan DPR maupun Badan Legislasi DPR pun belum mengetahui pasal-pasal yang rencananya akan diperbaiki.
DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) sebagai salah satu dari 39 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Keputusan tersebut diambil melalui Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Rapat dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dan dihadiri Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Lodewijk F Paulus, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Nasdem Rachmat Gobel.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi ditemui seusai rapat paripurna mengatakan, masuknya RUU IKN ke dalam Prolegnas Prioritas 2023 menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk mengajukan draf RUU berikut surat presiden (surpres) yang terkait. Sebab, sejak mengajukan revisi UU IKN agar bisa masuk prolegnas prioritas tahunan di rapat Baleg pada akhir November lalu, pemerintah belum menyerahkan ketiga dokumen tersebut. ”Urgensi revisi UU IKN disampaikan secara lisan saja,” kata Baidowi.
Oleh karena itu, Baleg belum mengetahui pasal apa saja yang ingin diperbaiki oleh pemerintah. Berdasarkan penjelasan singkat yang didapatkan Baleg, revisi dilakukan untuk mengubah skema pembangunan IKN. Dalam UU IKN yang disahkan pada Februari lalu, ada ketentuan yang terlewat sehingga terjadi ketidaksesuaian antara kepentingan pengembangan dan investasi.
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi (kedua dari kiri) menyerahkan laporan hasil pembahasan Prolegnas 2023 kepada Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus (kanan) dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Ketidaksesuaian dimaksud di antaranya terkait dengan sumber pembiayaan. Begitu pula status tanah bagi pihak yang ingin berinvestasi jangka panjang. ”Kira-kira seputar itu keluhannya, bagaimana kaitan pengembangan IKN dengan investasi yang akan masuk,” kata Baidowi.
Meski belum mengetahui rencana perubahan UU IKN secara detail, Baleg DPR melalui rapat kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta DPD, Senin (12/12/2022), menyepakati agar usulan revisi UU IKN masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 dibawa ke rapat paripurna. Menurut Baidowi, keputusan itu didasarkan pada kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR.
”Ini, kan, kesepakatan politik. Pemerintah meminta untuk revisi karena ada kendala dalam pelaksanaan pembangunan di lapangan. Selain itu juga tentang bagaimana menyinkronkan dengan UU Pemilu,” ujarnya.
Ditemui secara terpisah, Lodewijk F Paulus mengatakan, pimpinan DPR juga belum mengetahui pasal-pasal UU IKN yang akan direvisi. Namun, sejauh yang ia ketahui, itu terkait dengan masalah teknis pembangunan di lapangan yang membutuhkan payung hukum agar tidak ada pelanggaran saat dikerjakan. Soal payung hukum ini yang dilihat DPR sebagai urgensi revisi UU IKN.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Lodewijk F Paulus
”Kalau (revisi) itu untuk memberi perlindungan, payung hukum, kenapa tidak. Kan, kita tidak mau juga ada pelanggaran,” kata Lodewijk.
Belum dibahas
Masuknya revisi UU IKN ke Prolegnas Prioritas 2023 itu pun memicu pertanyaan publik. Sebab, mengacu Pasal 43 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), RUU yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai naskah akademik.
Ketentuan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 43 Ayat (4), tidak berlaku bagi RUU mengenai APBN, penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) menjadi UU, dan pencabutan UU atau pencabutan perppu.
Hal serupa disebutkan dalam Pasal 19 UU PPP yang mengatur lebih rinci mengenai prolegnas. Prolegnas memuat program pembentukan UU dengan judul RUU, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lain. Adapun materi yang diatur itu telah melalui pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam naskah akademik.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly (kiri) menyerahkan berkas pendapat akhir presiden atas RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan kepada Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Tak hanya dalam UU PPP, kewajiban menyertakan naskah akademik dalam pengusulan RUU juga tercantum dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Pasal 113 Ayat (6) mengatur bahwa RUU, baik yang berasal dari DPR, Presiden, maupun DPD, diajukan dengan disertai naskah akademik, kecuali RUU mengenai APBN, penetapan perppu menjadi UU, dan pencabutan UU atau pencabutan perppu.
Mengenai prolegnas, Pasal 117 Ayat (3) Tata Tertib DPR pun menyebutkan, penyusunan prolegnas prioritas tahunan harus memperhatikan tiga hal, mulai dari pelaksanaan prolegnas prioritas tahunan tahun sebelumnya, tersusunnya naskah akademik, hingga tersusunnya naskah RUU.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, naskah akademik dan draf RUU IKN memang belum diserahkan. Pihaknya mendahulukan agar agenda ini bisa masuk ke prolegnas prioritas tahunan terlebih dahulu.
Menurut rencana, naskah akademik dan draf RUU akan diserahkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada masa sidang berikutnya.
Ketua DPR Puan Maharani saat wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Menanggapi hal tersebut, Puan Maharani mengatakan, RUU IKN baru masuk ke dalam prolegnas dan belum dibahas. Pembahasan akan dilakukan setelah pembukaan masa sidang berikutnya, yakni pada 10 Januari 2023.
”Nanti kita lihat dulu bagaimana naskahnya dan memang belum ada. Jadi, akan dibahas kalau naskahnya sudah diterima DPR,” ujar Puan yang juga menjabat Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.