Survei TII : Hakim Punya Peluang Paling Besar Lakukan Korupsi
Seperempat responden survei Potret Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Pengadilan yang dikeluarkan oleh Transparency International Indonesia pernah mengetahui, bahkan menjadi korban praktik korupsi di lembaga peradilan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Hakim Agung Gazalba Saleh mengenakan rompi tahanan dan digiring petugas menuju mobil tahanan setelah diperiksa dan dinyatakan menjadi tersangka kasus suap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (8/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Praktik korupsi seperti rawan terjadi di lembaga peradilan. Hakim dinilai memiliki peluang paling besar melakukan tindak pidana korupsi seperti suap dari pihak yang tengah berperkara agar mendapatkan pengurangan hukuman. Tak hanya menindak insan lembaga peradilan yang korupsi, perbaikan sistem juga mendesak dilakukan untuk mencegah terjadinya rasuah.
Kerawanan terjadinya praktik korupsi tesebut terlihat dari hasil survei Potret Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Pengadilan yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII), Rabu (14/12/2022). Dalam survei kuantitatif yang dilakukan secara tatap muka kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia diketahui, setidaknya 79,6 persen responden menyatakan petugas pengadilan meminta uang untuk mengurangi hukuman.
”Seperempat jumlah responden pernah mengetahui, bahkan menjadi korban praktik korupsi. Gratifikasi mendominasi, umumnya berupa permintaan uang, hadiah barang, atau diskon,” kata Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko dalam seminar nasional bertajuk ”Menyongsong Dua Dekade Cetak Biru Pembaruan Peradilan Indonesia”, di Jakarta, Rabu.
Hadir juga sebagai pembicara dalam acara ini Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sugiyanto, komisioner Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta, Akademisi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Peluncuran survei Potret Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Pengadilan yang dikeluarkan oleh Transparency International Indonesia pada seminar nasional bertajuk “Menyongsong Dua Dekade Cetak Biru Pembaruan Peradilan Indonesia”, di Jakarta, Rabu (14/12/2022). Dalam survei tersebut, lembaga peradilan dianggap rawan terjadi praktik korupsi.
Dari survei tersebut diketahui, semua jajaran di lembaga pengadilan berpeluang melakukan korupsi. Dari semua petugas pengadilan, hakim dinilai paling besar peluangnya untuk melakukan rasuah. Pengambilan putusan diyakini sebagai tahapan yang paling berpeluang besar terjadi praktik korupsi.
Danang mengungkapkan, sejarah perjalanan reformasi MA menunjukkan bahwa reformasi peradilan akan sulit dicapai jika tak melibatkan publik. Sebaliknya, kepercayaan publik juga akan sulit ditingkatkan jika reformasi peradilan tidak berjalan efektif akibat tingginya risiko korupsi.
Oleh karena itu, kata Danang, diperlukan penguatan integritas di organisasi MA dan pengadilan di bawahnya. Selain itu, perlu penguatan peran masyarakat sipil dalam reformasi peradilan.
Seperempat jumlah responden pernah mengetahui, bahkan menjadi korban praktik korupsi. Gratifikasi mendominasi, umumnya berupa permintaan uang, hadiah barang, atau diskon
Sukma Violetta mengungkapkan, KY pada periode sebelumnya mendapatkan sekitar 10.000 laporan dugaan pelanggaran hakim. Setelah memeriksa sekitar 3.500 orang pelapor, terlapor, dan ahli, sebanyak 401 hakim diputuskan dijatuhi sanksi.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa pengawasan terhadap penerapan kode etik hakim beserta pengenaan sanksi bagi pelanggar tidak efektif untuk mencegah praktik suap di pengadilan. Sebab, setelah KY memutuskan hakim terlapor melanggar kode etik, eksekusi ada di MA sehingga bisa terjadi perubahan sanksi.
Rawannya korupsi di MA juga terlihat dari Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 2022, MA mendapatkan skor 74,61. Jumlah tersebut menurun dari tahun lalu, yakni 82,72 dari rentang skor indeks 0-100. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka risiko/potensi korupsi yang terjadi di instansi tersebut semakin kecil.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pemberantasan korupsi bersifat terus-menerus, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Meski sebelumnya KPK sudah menetapkan tersangka kepada dua Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh dalam kasus suap penanganan perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana, KPK tidak akan berhenti.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) di kantor KPK, Jakarta, memberi keterangan kepada wartawan terkait operasi tangkap tangan dugaan pemberian suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, Jumat (23/9/2022) pagi. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 10 tersangka dengan satu diantaranya adalah hakim agung.
”Selagi ada tindak pidana, kami terus melakukan (penindakan), tetapi harus diiringi dengan pendekatan perbaikan sistem,” kata Firli.
Upaya perbaikan
Terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap beberapa pegawai MA yang menyeret hakim agung membuat MA melakukan berbagai upaya perbaikan. Sugiyanto mengungkapkan, MA membentuk tim untuk memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Pimpinan MA telah menjatuhkan sanksi kepada beberapa aparatur MA. Mereka juga telah melakukan mutasi terhadap 17 staf dan panitera pengganti. Rotasi dan mutasi tersebut dilakukan secara berkesinambungan dan bertahap.
Pada saat ini, MA sedang melakukan seleksi panitera pengganti melalui mekanisme seleksi yang lebih ketat dengan melibatkan Badan Pengawasan (Bawas) MA, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, juga dilakukan analisis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terhadap calon panitera pengganti tersebut.
Sugiyanto mengungkapkan, Badan Pengawas MA membentuk satuan tugas khusus pasca-OTT oleh KPK. Mereka melakukan pengawasan dan pemantauan setiap jam kerja di kantor MA. Selain itu, mereka juga membuka sarana pengaduan khusus di lingkungan MA.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Hakim Agung Sudrajad Dimyati mengenakan rompi oranye dan digiring menuju mobil tahanan setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Dalam waktu dekat, kata Sugiyanto, MA akan mengeluarkan regulasi yang mengatur bahwa pembacaan semua putusan tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) akan disiarkan secara langsung kepada publik melalui live streaming.
Susi Dwi Harijanti mengingatkan, kekuasaan kehakiman yang independen penting untuk masyarakat yang bebas dan demokrasi konstitusional. Hal tersebut demi menjamin prinsip negara hukum dan realisasi perlindungan HAM, kesejahteraan dan stabilitas masyarakat.