Perppu Tak Selesaikan Masalah Kesemrawutan Aturan Pemilu
Perppu Pemilu hadir mengakomodasi kelahiran daerah otonomi baru di Papua. Namun, perppu juga mengatur beberapa hal seperti nomor urut partai yang tak berubah. Karena itu, perppu dianggap tak menyelesaikan soal pemilu.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU No 7/2017 tentang Pemilu dinilai tidak akan menyelesaikan masalah kesemrawutan aturan dalam pemilu. Dibandingkan dengan menerbitkan perppu jelang pemilu, masyarakat sipil menilai perlu revisi UU Pemilu terlebih dahulu yang lebih komprehensif setelah penyelenggaraan Pemilu 2024 rampung.
Sorotan terhadap perppu yang baru saja ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Senin (13/12/2022) ini mengemuka pada diskusi bertajuk ”Merawat Asa Masyarakat Sipil Mendorong Penataan Pemilu” yang digelar Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) pada Selasa (13/12/2022). Diskusi menghadirkan pembicara seperti Direktur Eksekutif NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Peneliti PSHK Muhammad Nur Ramadhan.
Sementara itu, Kantor Staf Presiden menyatakan, Perppu Pemilu merupakan bentuk dukungan penuh pemerintah agar penyelenggaraan pemilu 2024 berjalan lancar. Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan penyelenggara pemilu telah bersepakat untuk mengeluarkan perppu dalam penyesuaian UU pemilu terkait pembentukan empat Daerah Otonomi Baru atau DOB di wilayah Papua.
Sebagaimana diketahui, Perppu Pemilu hadir untuk mengakomodasi kelahiran daerah otonomi baru (DOB) di Papua. Namun, perppu tersebut juga mengatur beberapa hal lain, seperti persoalan nomor urut partai yang tidak berubah dari pemilu sebelumnya. ”Keberadaan perppu terasa janggal. Jika dilihat dari konteks kenapa sebuah perppu diperlukan,” ujar Feri Amsari.
Perppu merupakan terminologi baru untuk menggantikan UU darurat. Mahkamah Konstitusi membatasi alasan Presiden mengeluarkan perppu, yaitu apabila terjadi kekosongan hukum, ada aturan hukum, tetapi tidak menyelesaikan masalah, dan dibutuhkan secara cepat.
”Keberadaan perppu terasa janggal. Jika dilihat dari konteks kenapa sebuah perppu diperlukan.”
Feri menilai tidak ada kekosongan hukum yang melandasi lahirnya perppu. ”Kalau alasannya DOB, UU DOB ada, kenapa tidak dijadikan aturan peralihan di UU DOB atau sama sekali tidak perlu diatur pemilu di daerah otonomi baru di Papua. Sudah ada pengalaman di Kaltara (Kalimantan Utara) yang menunda dulu untuk pemilu,” ujar Feri.
Menurut Feri, permasalahan dalam pemilu saat ini, antara lain, adalah penyelenggara yang tidak independen dan akan habis masa jabatannya. ”Kenapa tidak fokus pada masalah kemudian kekosongan itu bisa terisi,” tambahnya.
Untuk parpol yang telah memenuhi ketentuan ambang batas perolehan suara secara nasional untuk pemilu anggota DPR pada 2019 dan telah ditetapkan sebagai peserta pemilu, Perppu Pemilu juga menetapkan mereka dapat menggunakan nomor urut yang sama pada Pemilu 2019 atau mengikuti penetapan nomor urut yang dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU.
”Ini hanya mengakomodasi kepentingan DOB dan kepentingan-kepentingan lain yang berkaitan dengan partai yang bukan masalah yang dibutuhkan diselesaikan secara cepat. Penomoran tidak akan timbulkan kekacauan sehingga tidak perlu diselesaikan sekarang,” kata Feri.
”Ini hanya mengakomodasi kepentingan DOB dan kepentingan-kepentingan lain yang berkaitan dengan partai yang bukan masalah yang dibutuhkan diselesaikan secara cepat. Penomoran tidak akan timbulkan kekacauan sehingga tidak perlu diselesaikan sekarang. ”
Terkait prolematika dalam pelaksanaan pemilu yang berulang, masyarakat sipil diajak untuk memiliki kesadaran bersama dan saling membantu sebagai pemilih cerdas. ”Pola demokrasi kepemiluan itulah jalan untuk memastikan proses bernegara jauh lebih baik dan nilai-nilai demokrasi dapat dilindungi,” tambahnya.
Perlu disempurnakan
Peneliti PSHK Muhammad Nur Ramadhan menegaskan terdapat beberapa catatan kritis terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2019 menuju Pemilu 2024. ”Apakah setiap Pemilu itu perlu dikeluarkan perppu? Kenapa tidak kita duduk bersama sebelum penyelenggaraan kita bahas evaluasi bersama lalu dibentuk sebuah undang-undang pemilu yang komprehensif,” ujarnya.
”Apakah setiap pemilu itu perlu dikeluarkan perppu? Kenapa tidak kita duduk bersama sebelum penyelenggaraan kita bahas evaluasi bersama lalu dibentuk sebuah undang-undang pemilu yang komprehensif.”
Revisi UU Pemilu hendaknya dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun setelah penyelenggaraan. Namun, sejak 2020, revisi Undang-Undang Pemilu telah dicabut dari prolegnas. Tanpa revisi UU, penyelenggara pemilu adalah tumpuan pertama untuk pemilu yang bersih. Sayangnya, masih banyak isu terkait integritas penyelenggara pemilu ini.
Perppu Pemilu dinilai hanya mengakomodasi segelintir isu saja. Terkait DOB di Papua akan berdampak pada penambahan dapil dan dibentuknya KPU dan Bawaslu di daerah otonomi baru. Berkaitan dengan isu kocok nomor urut partai, PSHK juga mempertanyakan urgensi aturan ini hadir di dalam perppu.
PSHK menilai ada banyak isu yang perlu ditata dalam revisi UU Pemilu. Setidaknya terdapat delapan isu krusial persoalan pada pemilu 2019 yang perlu dipikirkan kembali ketentuannya dalam perubahan UU Pemilu. Persoalan tersebut adalah terkait pemenuhan hak pemilih bagi beberapa kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, masyarakat adat, hingga pekerja migran di luar negeri.
Selain itu juga persoalan keterwakilan perempuan, transparansi laporan dana kampanye dan pembiayaan pemilu, pengaturan kampanye media sosial, dan mendesaknya penggunaan teknologi. Persoalan pemilu lainnya terkait dengan penataan beban penyelenggara pemilu, pengaturan presidential threshold, serta perbedaan pengaturan UU Pemilu dan UU Pilkada.
”Pemerintah berharap dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 yang kemarin diundangkan dapat menjadi pedoman penyelenggara pemilu mengelola tahapan dengan baik. ”
”Penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 pasti ada potensi beririsan antara penyelenggaraan pemilu dan penyelenggaraan pilkada yang kemudian akan sangat membingungkan nantinya apabila instrumen hukumnya berbeda,” kata Nur.
Secara terpisah, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menegaskan bahwa Perppu Pemilu merupakan bentuk dukungan penuh pemerintah agar penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan lancar. Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan penyelenggara pemilu telah bersepakat untuk mengeluarkan perppu dalam penyesuaian UU Pemilu terkait pembentukan empat Daerah Otonomi Baru atau DOB di wilayah Papua.
Revisi normal UU Pemilu dinilai akan berjalan lama dan bisa melebar ke banyak isu. Perppu Pemilu lahir sebagai upaya mengakomodasi penambahan daerah pemilihan (dapil) dan jumlah kursi di wilayah Papua dan Papua Barat. Psembentukan DOB membawa konsekuensi pada lingkup daerah pemilihan, alokasi kursi DPR RI dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah), anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), serta kelembagaan penyelenggara pemilu.
Jaleswari menegaskan bahwa pemerintah akan terus memberikan dukungan kesuksesan pelaksanaan Pemilu 2024. ”Pemerintah berharap dengan Perppu Nomor 1 tahun 2022 yang kemarin diundangkan dapat menjadi pedoman penyelenggara pemilu mengelola tahapan dengan baik,” tambahnya. (WKM)