Parpol Siap Perjuangkan Keterwakilan Perempuan pada Pemilu 2024
Persentase keterwakilan perempuan di parlemen memang terus meningkat. Namun, jumlahnya belum juga memenuhi kuota minimal 30 persen dari total anggota DPR.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai politik berkomitmen meningkatkan keterwakilan perempuan pada Pemilu 2024. Tak hanya memenuhi kuota minimal 30 persen bakal calon anggota legislatif perempuan pada Pemilu 2024, parpol juga berupaya membekali anggotanya dengan pengetahuan agar mampu memperjuangkan aspirasi dan kebijakan yang berpihak kepada perempuan. Sebab, tidak bisa dimungkiri, belum semua anggota legislatif perempuan yang ada di parlemen konsisten menggunakan perspektif perempuan.
Pascareformasi, keterwakilan perempuan dalam politik praktis terus dioptimalkan. Mengacu catatan Litbang Kompas, meski belum memenuhi ketentuan kebijakan afirmatif 30 persen partisipasi di parlemen, jumlah anggota legislatif perempuan dalam lima periode terakhir terus meningkat. Mulai dari 9 persen dari total anggota parlemen pada 1999-2004 menjadi 10,7 persen pada 2004-2009; 17,6 persen pada 2009-2014; 17,7 persen pada 2014-2019; lalu menjadi 20,9 persen pada 2019-2024.
Tak hanya itu, survei nasional Litbang Kompas pada 2021 juga menunjukkan, mayoritas atau 90,4 persen responden setuju jika perempuan masuk dunia politik. Sebanyak 74,2 persen responden juga setuju jika perempuan menjadi pemimpin. Meski demikian, publik tetap mempertimbangkan kompetensi (56,8 persen) dan sikap antikorupsi dalam memilih perempuan sebagai pemimpin.
Sejalan dengan itu, peningkatan keterwakilan perempuan juga menjadi komitmen partai politik (parpol). Dalam diskusi ”Langkah Strategis Peningkatan Keterwakilan Perempuan pada Pemilu 2024” yang diselenggarakan harian Kompas bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Kantor Redaksi Harian Kompas, Jakarta, Selasa (13/12/2022), komitmen tersebut disampaikan oleh perwakilan Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Diskusi juga dihadiri oleh Menteri PPPA Bintang Puspayoga secara daring.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani mengatakan, meski parpolnya berbasis massa mayoritas Islam, tidak ada hambatan psikologis dan ideologis untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam berbagai jabatan publik. Berbagai posisi strategis di partai sudah diisi oleh kader perempuan. Jumlah caleg perempuan dari periode ke periode pun terus meningkat. Itu tidak terlepas dari kebijakan partai yang mengalokasikan 30 persen dana bantuan politik untuk program peningkatan kapasitas kader perempuan.
”Ke depan, pendidikan politik kami fokuskan ke perempuan dengan membuat program pendidikan politik untuk perempuan secara umum dan pelatihan untuk pelatih (training of trainer) untuk kader senior di semua level kepengurusan,” kata Arsul.
Ketua Umum DPP Perempuan Amanat Nasional PAN Intan Fauzi menambahkan, partainya juga memberikan kesempatan yang sama bagi kader perempuan, baik untuk menjadi pengurus maupun mengikuti pemilu legislatif (pileg) asalkan memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Namun, untuk memenuhi ketentuan kuota minimal 30 persen perempuan sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam kontestasi elektoral bukanlah perkara mudah. Sebab, tak hanya kuantitas saja yang harus dipenuhi, tetapi juga kapasitasnya sebagai wakil rakyat nantinya.
Parpol merupakan lembaga strategis dan memiliki kewenangan paling besar untuk mendorong peningkatan keterwakilan perempuan dalam pemilu. Parpol juga berperan mencerahkan masyarakat mengenai arti penting partisipasi perempuan di bidang politik.
Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Demokrat Diska Putri Pamungkas sepakat, budaya patriarki yang mengakar di masyarakat masih menjadi hambatan bagi perempuan untuk berkiprah dalam politik praktis. Perempuan sering kali masih kesulitan untuk keluar dari lingkup domestik. Oleh karena itu, pengarusutamaan jender perlu terus dilakukan dalam semua segi kehidupan masyarakat.
Defisit
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin melihat, masih ada defisit dari peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen selama beberapa tahun terakhir. Tidak semua anggota legislatif perempuan memiliki perspektif dan sensitivitas yang sama dalam memperjuangkan isu perempuan.
”Itu semestinya dievaluasi oleh setiap parpol di periode berikutnya. Sebab, (memperjuangkan isu perempuan) merupakan pekerjaan rumah dan utang kita semua kepada publik untuk mengusung amanat tersebut,” katanya.
Siti Mukaromah, Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa PKB, sepakat, keberadaan caleg perempuan tidak boleh sekadar untuk memenuhi ketentuan minimal. Mereka yang akan berkontestasi harus memiliki perspektif yang jelas sehingga nantinya ketika menjadi anggota legislatif ia bisa membuat kebijakan publik yang berpihak kepada perempuan dan anak.
Bintang Puspayoga mengatakan, parpol merupakan lembaga strategis dan memiliki kewenangan paling besar untuk mendorong peningkatan keterwakilan perempuan dalam pemilu. Parpol juga berperan mencerahkan masyarakat mengenai arti penting partisipasi perempuan di bidang politik. Oleh karena itu, jika parpol bisa mendorong lebih banyak perempuan untuk menduduki posisi pengambil keputusan, itu akan mendorong munculnya kebijakan yang lebih responsif, inklusif, dan humanis. ”Kita masih punya kesempatan untuk mendorong kehadiran perempuan-perempuan berkualitas dalam politik, khususnya pada 2024,” ujarnya.
Deputi Bidang Kesetaraan Jender Kementerian PPPA Lenny N Rosalin menambahkan, keberadaan perempuan dalam politik penting karena demokrasi memberikan hak yang sama bagi semua orang untuk berperan dalam pembangunan bangsa. Sebab, kepentingan perempuan tidak tunggal dan tidak semua bisa dipahami oleh laki-laki. Untuk itu, sistem patriarki yang tidak ramah perempuan baik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus dikoreksi.
Dalam konteks meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik, pengarusutamaan jender di parpol menjadi keniscayaan. Proses afirmasi keterwakilan perempuan juga harus terus dioptimalkan melalui kontribusi organisasi sayap partai. Tak hanya soal jumlah, penguatan kapasitas caleg perempuan juga perlu dilakukan dengan memberikan asistensi dan berbagi pengalaman rekam jejak anggota legislatif perempuan terdahulu. ”Pendidikan politik bagi pemilih juga diperlukan agar lebih banyak yang memilih caleg perempuan,” ujar Lenny.