Kekhawatiran Wisatawan Mancanegara atas Pasal Kohabitasi di KUHP Baru Dinilai Berlebihan
Pemerintah menjelaskan soal KUHP baru kepada media asing. Pemerintah juga memanggil perwakilan PBB di Indonesia yang sebelumnya mengkritik sejumlah pasal dalam KUHP.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej (kedua dari kiri) dan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah (kanan), dalam konferensi pers bersama media nasional dan media asing terkait KUHP baru, Senin (12/12/2022)
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta wisatawan mancanegara memahami substansi dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang baru sehingga tidak khawatir berlebihan atas pasal yang mengatur tentang kohabitasi. Salah satunya karena penerapan pasal tersebut harus didasarkan pada adanya pengaduan dari orang-orang tertentu.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej, di Jakarta, Senin (12/12/2022), mengatakan, substansi KUHP baru perlu dipahami lantaran di dalamnya termuat penjelasan terkait pasal tertentu. Terkait Pasal 412 draf final RKUHP tentang kohabitasi, misalnya, dijelaskan bahwa pengaduan hanya bisa dilakukan oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Bagi orang yang tidak terikat perkawinan, pengaduan dilakukan orangtua atau anaknya.
Untuk itu, kata Edward, pelaporan tidak bisa dilakukan sembarangan orang. Dengan adanya ketentuan itu, potensi masyarakat melakukan main hakim sendiri juga dapat terhindari. Proses hukum pun tidak akan berjalan tanpa adanya pengaduan dari orang yang sesuai dengan ketentuan KUHP. Tidak ada pula syarat administrasi untuk menanyakan status perkawinan masyarakat atau wisatawan mancanegara.
Selain itu, menurutnya, kemungkinannya kecil bagi wisatawan mancanegara terjerat pasal kohabitasi. Sebab, pihak pengadu harus anak, orangtua, atau istri ataupun suami mereka yang notabene tidak ada di Indonesia. ”Jadi, kekhawatiran turis asing atas pasal kohabitasi di KUHP ini berlebihan. Ini menunjukkan mereka tidak paham substansi. Silakan turis asing datang ke Indonesia sebab ini delik aduan, kecuali anaknya mengadu kepada aparat yang ada di Indonesia,” ucap Edward dalam konferensi pers di hadapan media nasional dan media asing yang digelar Kementerian Luar Negeri, di Jakarta.
Pada Selasa (6/12/2022), RKUHP telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Saat ini, RKUHP tinggal menunggu tuntasnya proses pengesahan oleh Presiden sekaligus pengundangan. KUHP baru akan berlaku tiga tahun sejak undang-undang diundangkan.
Setelah disetujui untuk disahkan, KUHP menjadi sorotan masyarakat Indonesia ataupun luar negeri. Sejumlah media asing menyoroti, terutama pasal tentang kohabitasi.
Media Inggris The Guardian, misalnya, memberi judul Indonesia passes legislation banning sex outside marriage dalam berita soal KUHP pada Selasa (6/12/2022). Sementara itu, media Australia ABC, pada hari yang sama, memberi judul Indonesia passes criminal code banning cohabitation between unmarried couples.
Lantas, bagaimana apabila kohabitasi dijalani orang Indonesia dan turis asing? Sebab, baik orangtua, anak, maupun suami atau istri bisa melaporkannya karena ada di Indonesia, Edward kembali menekankan soal delik aduan absolut terkait pasal kohabitasi. Ia mengatakan, delik aduan absolut berarti pengaduan tidak dapat dipisah. Dengan demikian, ketika ada orangtua yang melaporkan turis asing yang menjadi pasangan anaknya, maka pelaporan melibatkan anaknya juga.
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
Dua peserta aksi penolakan RKUHP memasang spanduk di gerbang utama Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (5/12/2022).
”Kalau orangtua melaporkan, maka orangtua harus merelakan anaknya masuk penjara. Sebab, tidak bisa hanya melaporkan turis asing itu tanpa melaporkan anaknya juga. Memang bisa terjadi proses hukum ketika orangtua merelakan anaknya juga masuk penjara atau didenda,” ucap Edward.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini menambahkan, pemerintah saat ini sedang berupaya menjelaskan kepada publik tentang muatan KUHP. Harapannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman ataupun multitafsir dalam memahami pasal-pasal di KUHP. Penjelasan juga dilakukan kepada dunia internasional seperti yang dilakukan bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Adapun Kemenlu tidak hanya menggelar konferensi pers di hadapan media nasional dan media asing, tetapi juga memanggil perwakilan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia. Pemanggilan dilakukan setelah Pelapor Khusus PBB melayangkan surat kepada pemerintah dan DPR terkait kritik KUHP, 25 November 2022.
Pelapor Khusus PBB menyampaikan keprihatinan terhadap RKUHP dan menyoroti setidaknya 13 pasal yang dianggap berpotensi mengkriminalisasi kelompok rentan dan sewenang-wenang.
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah dalam konferensi pers bersama media nasional dan media asing terkait KUHP baru, Senin (12/12/2022)
Juru Bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah, mengatakan, Kemenlu sudah memanggil perwakilan PBB pada pagi tadi. Pemanggilan dilakukan atas dasar hubungan diplomasi dan sesuai adab yang berlaku dalam interaksi dengan perwakilan asing di suatu negara.
”Selalu ada jalur komunikasi untuk membahas isu dengan perwakilan asing atau PBB di suatu negara. Kami tidak menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan suatu hal yang belum diverifikasi,” ujar Teuku.
Ia juga mengatakan, Kemenlu sengaja mengundang Wamenkumham untuk menyampaikan penjelasan terkait KUHP yang jadi sorotan dunia internasional. Ia pun meminta perwakilan asing tidak terburu-buru mengeluarkan pernyataan sebelum mendapatkan informasi yang lebih jelas.
”Maka, pemanggilan itu merupakan kesempatan mereka sebagai perwakilan diplomatik untuk menyampaikan pandangan mereka dan kami menjawabnya sesuai norma diplomatik sepatutnya yang dilakukan suatu negara,” kata Teuku.