Nilai KPU Tidak Transparan, Prima Minta KPU Diaudit
Puluhan kader Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) berunjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum di Jakarta. Mereka meminta KPU diaudit dari sisi legal, teknologi informasi, dan pelaksanaan tahapan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima meminta pemerintah mengaudit Komisi Pemilihan Umum. Mereka menilai KPU tidak transparan dalam menjalankan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Namun, KPU menilai tuntutan tersebut berlebihan.
Tuntutan tersebut disampaikan dalam unjuk rasa yang dilakukan oleh puluhan kader Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Kamis (8/12/2022). Unjuk rasa yang dilakukan selama sekitar 1,5 jam berlangsung secara kondusif. Perwakilan Prima diterima oleh Deputi Bidang Teknis KPU Eberta Kawima dalam pertemuan tertutup di KPU.
Juru bicara Prima, Farhan Abdillah Dalimunthe, seusai pertemuan dengan KPU mengatakan, pihaknya menilai ada banyak ketidaktransparanan yang dilakukan KPU dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik (parpol). Salah satunya, ada dugaan mengubah status verifikasi administrasi yang menurut laporan pengurus harusnya memenuhi syarat, tetapi hasil akhirnya tidak memenuhi syarat. Dugaan perubahan data itu berasal dari laporan pengurus di Merauke dan Samarinda.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Prima meminta pemerintah mengaudit KPU. Audit yang diminta ialah audit legal, audit teknologi informasi, serta audit pelaksanaan tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol calon peserta pemilu. Melalui audit tersebut, mereka berharap seluruh tahapan pendaftaran dan verifikasi yang telah dilakukan KPU benar-benar sesuai dengan aturan.
”Biar negara membuat lembaga independen untuk mengaudit KPU secara keseluruhan, itu tuntutan dari kami,” ujarnya.
Secara terpisah, anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU telah menjalankan tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol secara transparan. Badan Pengawas Pemilu beserta jajaran dapat melakukan pengawasan terhadap semua tahapan, termasuk pengawasan di Sipol.
”Terkait permintaan tersebut, karena kami sudah melakukan keterbukaan terhadap Sipol yang mana bisa diakses oleh Bawaslu, ya kami pikir hal tersebut terlalu berlebihan,” katanya.
Idham menuturkan, dalam pelaksanaan tahapan verifikasi administrasi partai politik, KPU membentuk tim verifikator di berbagai level, mulai dari KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. Penentuan akhir parpol dinyatakan MS atau TMS juga berdasarkan hasil verifikasi administrasi yang dilakukan tim verifikator administrasi. ”KPU hanya melakukan rekapitulasi terhadap hasil pekerjaan mereka,” ujarnya.
Terkait dengan pekerjaan yang dilakukan tim verifikator, menurut Idham, KPU menjaga hasil kerjanya memenuhi unsur akuntabilitas publik. Sebab, kerja-kerja KPU dan jajaran diawasi oleh Bawaslu, pemantau pemilu, dan publik. Mereka pun mengklaim tetap menjaga prinsip keterbukaan publik karena KPU bekerja dalam ruang terbuka.