Ketua Majelis Hakim Wahyu Iwan Santosa menilai, sejumlah keterangan yang disampaikan Ferdy Sambo dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat janggal.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim meragukan kesaksian Ferdy Sambo ketika bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan tersebut diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa yang merupakan mantan anak buahnya, yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal, serta Kuat Ma’ruf. Keterangan yang disampaikan di depan persidangan, dari kejadian di Magelang hingga penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat di Duren Tiga, Jakarta, dinilai hakim tak masuk akal.
Hal itu terungkap dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022). Saksi yang diperiksa di antaranya adalah Ferdy Sambo dan memeriksa mantan Kepala Biro Provos Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigadir Jenderal (Pol) Benny Ali.
Di hadapan majelis hakim, Sambo menuturkan peristiwa tanggal 7 Juli 2022 di Magelang. Saat itu, ia ditelepon istrinya, Putri Candrawathi, yang disebutnya sambil menangis. Putri menyampaikan kepada Sambo bahwa Nofriansyah telah lancang masuk ke kamar pribadinya.
Saat Sambo menawarkan untuk menjemput Putri dan meminta anggota kepolisian setempat untuk mengamankannya, Putri disebut menolak karena situasi saat itu sudah tenang. Sambo pun mengaku saat itu ia tidak mengira kondisinya sefatal itu.
Keesokan paginya, 8 Juli 2022, melalui sambungan telepon, Putri kembali memberi kabar bahwa ia akan pulang ke Jakarta bersama para ajudan. Saat itu Putri mengaku kondisinya lemah dan sakit.
Hari itu, Sambo tiba di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan, sekitar pukul 15.00. Tidak berapa lama, istrinya tiba. Di lantai 3, lanjut Sambo, istrinya bercerita bahwa Nofriansyah masuk kamar dan memerkosa Putri. ”Saya tidak kuat mendengar cerita istri saya. Saya emosi sekali. Saya kaget, kenapa Yosua bisa seperti itu,” kata Sambo.
Sambo pun menuturkan bahwa ia kemudian memanggil Ricky dan Eliezer. Dalam kesaksiannya, Sambo memerintahkan mereka agar ”mem-back up” ketika melakukan konfirmasi ke Nofriansyah, termasuk menembak jika Nofriansyah melawan. Menurut Sambo, Ricky mengaku tidak kuat mental, sementara Eliezer menyatakan siap. Setelah itu, Putri pamit kepada Sambo untuk melakukan isolasi mandiri di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga.
Terkait dengan kedatangannya ke rumah dinasnya, Sambo mengatakan bahwa sudah menjadi kebiasaannya untuk lewat kompleks Polri tersebut alih-alih melalui jalan lainnya. Sambo juga mengatakan bahwa para ajudannya saat itu, yakni Adzan Romer, Prayogi, serta Farhan, sudah mengetahui tujuan mereka, yakni bermain bulu tangkis di Depok.
Saat lewat samping rumah dinas itulah, Sambo mengaku melihat Nofriansyah. Ia pun meminta kendaraan untuk berhenti. Menurut Sambo, saat itu ia sempat berpikir karena sebelumnya ia bermaksud memanggil Nofriansyah pada malam hari. Namun, Sambo pun kemudian turun dari kendaraan dan masuk rumah dinas Duren Tiga.
Di dalam rumah, Sambo meminta Kuat untuk memanggil Ricky dan Nofriansyah. Menurut Sambo, ia bertanya kepada Nofriansyah mengapa ia tega terhadap dirinya. ”Jawaban Yosua tidak seperti yang saya harapkan. Dia malah balik bertanya, ’Ada apa, Pak? Saya tidak bisa mengingat lagi’. Saya perintahkan Richard (Eliezer) untuk menghajar. Hajar, Card, kamu hajar, Chard. Lalu ditembaklah Yosua sampai Yosua roboh,” tutur Sambo.
Hal janggal berikutnya, Sambo mengaku tidak tahu siapa saja yang ikut rombongan Putri untuk melakukan isolasi mandiri di rumah dinas Duren Tiga. Selain itu, juga pengakuan Sambo bahwa ia tidak berencana ke rumah dinas Duren Tiga, tetapi hanya tiba-tiba mampir. Sementara kesaksian dari Romer dan Prayogi di sidang sebelumnya berbeda.
Meskipun demikian, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iwan Santosa mengatakan bahwa kesaksian Sambo tersebut janggal. Pertama, meski Putri di Magelang mengaku sakit, rekaman kamera pemantau memperlihatkan ia tampak sehat. Kalaupun sakit, lanjut Ketua Majelis Hakim, keluarga Sambo diyakini memiliki uang yang cukup untuk pergi ke rumah sakit.
Hal janggal berikutnya, lanjut Ketua Majelis Hakim, Sambo mengaku tidak tahu siapa saja yang ikut rombongan Putri untuk melakukan isolasi mandiri di rumah dinas Duren Tiga. Selain itu, juga pengakuan Sambo bahwa ia tidak berencana ke rumah dinas Duren Tiga, tetapi hanya tiba-tiba mampir. Sementara kesaksian dari Romer dan Prayogi di sidang sebelumnya berbeda.
”Saya selalu katakan, saya tidak butuh pengakuan. Tapi, karena saudara di sini disumpah, maka ceritakan yang saudara ketahui,” kata Ketua Majelis Hakim.
Mendengarkan pernyataan itu, Sambo pun menjawab, ”Itulah cerita dari saya. Saya mohon maaf kalau tidak sesuai.”
Keterangan Sambo yang juga dinilai hakim tidak sesuai dengan keterangan saksi lain adalah mengenai tindakannya menembak dinding di atas tangga dengan senjata api milik Nofriansyah. Sementara pengakuan saksi Ricky dan Eliezer sebelumnya, senjata api jenis HS milik Nofriansyah tersebut sudah diambil sebelum peristiwa penembakan terjadi.
Terhadap hal itu, Sambo mengaku tidak pernah mendapatkan laporan bahwa senjata api milik Nofriansyah telah diamankan. Sambo pun tetap pada keterangannya bahwa itulah yang ia sampaikan.
Selain itu, Ketua Majelis Hakim menanyakan perihal janji pemberian uang sebanyak Rp 1 miliar kepada Eliezer dan masing-masing Rp 500 juta kepada Ricky dan Kuat. Menurut Sambo, ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada mereka karena telah membela keluarganya dan berjanji akan membantu membiayai mereka. Namun, janji pemberian uang itu belum terjadi karena kasus ini belum selesai.
Di dalam pemeriksaan Sambo, Ketua Majelis Hakim setidaknya tiga kali meminta Sambo untuk berbicara lebih keras dan mendekatkan pengeras suara ke mulutnya. Sebab, dalam memberikan keterangan, Sambo berbicara pelan.